Tampilkan postingan dengan label Thought. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Thought. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 November 2009

19.51.00

Aturan

Hari ini abis baca perbincangan antara salah satu saudara dengan mantan pacarnya di pesbuk. Mereka sudah pacaran lama, semenjak kuliah di Jogja dan akhirnya saudaraku pulang. Mungkin sekitar setahun atau dua tahun, hubungan mereka masih lanjut, jarak jauh. Dari awal mungkin mereka sudah sadar akan perbedaan yang sangat mendasar, perbedaan keyakinan, namun sesuatu membuat mereka nyaman satu sama lain hingga akhirnya terus bertahan. Namun sebuah masalah, sesering apapun kita menghindar dan menundanya, suatu saat harus diputuskan dan akhirnya... yah, semua memang tidak sesuai dengan keinginan. Mereka harus putus.

Dan setelah beberapa lama, aku sering mengintip perbincangan mereka di pesbuk. Di status-status mereka terus komentar-komentar mereka. Obrolan yang terkesan simple, namun aku bisa merasakan gejolak perasaan saat mereka menulisnya. Sebuah romantisme yang terpendam, yang mungkin suatu saat akan berakhir setelah salah satu menikah.

Hah... hanya dua kata yang aku rasakan setelah membaca perbincangan mereka hari ini, sedih dan juga miris.

Kisah ini bukan satu-satunya kisah yang terjadi karena masalah keyakinan. Ada banyak kisah seperti itu di dunia ini, bukan hanya seribu, tapi jutaan. Kenapa harus ada perbedaan seperti itu ya, mirip sebuah penggolongan berdasarkan nama sebuah keyakinan. Dan mengapa tidak boleh ada sebuah hubungan dalam perbedaan itu, padahal Tuhan tidak pernah membedakan umatnya berdasarkan cara mereka memanggil-Nya.

Inilah aturan. Manusia hidup dalam aturan, entah aturan dari siapa. Dari Tuhan atau manusia itu sendiri. Entahlah...




Kamis, 05 November 2009

11.56.00

Duta Poligami (Part 1)

Masih diambil dari Note Facebook yang sama dengan Duta anti emansipasi. Kali ini disertai link blog yang bersangkutan, maklum sebelumnya ada sesuatu disana yang awalnya membuatku emoh ngelink dia, tapi setelah direvisi akhirnya aku ngasi backlink gratis juga ke dia *bayar*

********

POLIGAMI
Wednesday, September 23, 2009 at 4:52pm


Hmm... sebuah topik yang ga pernah ada matinya buat dibahas terutama sama para ibu-ibu dengan tingkat keparnoan diatas ambang batas normal *piss ibu*.

Setelah mem-publish tulisan ini pasti saya akan (lagi-lagi) diserang, didemo bahkan dimusuhi olah sebagian besar kaum wanita yang membacanya, sebuah nilai yang selalu harus saya terima setiap kali mengemukakan pendapat saya tentang hal ini di muka publik. it's ok, karena buat saya kebenaran itu tidak selalu harus mendapatkan penerimaan yang baik.

Setelah hampir 31 tahun berinteraksi dengan topik tersebut melalui pasang surut pemahaman dan kemengertian (halah naha asa lebay gini yah bahasanya huehehe), akhirnya saya tiba pada sebuah pemaknaan bahwa poligami bukanlah sebuah situasi dan kondisi yang perlu untuk ditakuti secara berlebihan oleh kaum wanita. Seandainya saja para perempuan mau belajar lebih banyak tentang apa dan bagaimana poligami yang sesuai ketentuan Allah, tentu saja akan ada kelegaan tersendiri karena dilahirkan sebagai seorang perempuan yang tidak ditakdirkan berpoliandri dan betapa sesungguhnya Allah sangat menyayangi perempuan dengan tawaran poligami tersebut.

Dari banyak hasil diskusi dan perbincangan saya dengan beberapa teman, kerabat dan sahabat-sahabat perempuan saya, hampir sebagian besar menentang dan menolak konsep poligami, alasan yang sering dikemukakan adalah ketakutan akan ketidakadilan yang akan mereka dapatkan baik secara moril ataupun materil.

Beberapa diantaranya berujar," bagaimana bisa adil ? apakah mungkin seorang manusia bersikap adil sedangkan hatinya harus berbagi ?"

Ukuran keadilan disini bukan dengan takaran manusia melainkan ukuran keadilan Allah, materi bisa diukur secara matematis untuk mencapai kesepahaman adil tetapi tidak dengan urusan hati maka dari itu biarkanlah Allah yang menilai kadar keadilan itu dengan cara-Nya karena kita sebagai manusia hanya perlu ikhlas dan menjalankan peranan kita sebaik-baiknya.

Saya tidak sekalipun bermaksud menganjurkan apalagi berencana untuk menjadi salah satu eksekutor poligami, karena bagaimanapun pilihan ini tetap memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang berat untuk dilaksanakan dengan baik dan benar oleh siapapun yang terlibat di dalamnya. Tetapi ketika pada perjalanan kehidupan kita dihadapkan pada situasi yang menawarkan poligami sebagai solusinya, kenapa kita harus berkeras dengan keengganan kita hanya karena takut diperlakukan tidak adil.

Saudara perempuanku, bukan sekali dua kali saya dikeluhi karena kalian merasa kerepotan mengurus anak-anak yang tumbuh semakin besar dengan konfliknya masing-masing yang membuat kepala kalian seperti mau pecah. Belum lagi keluhan kalian yang merasa waktu kalian habis hanya untuk mengurusi suami-suami yang rewel melebihi kerewelan anak-anak yang mau membuat kepala seperti mau pecah itu. Lalu kalian berkesah, kapan kalian bisa memiliki sedikit saja waktu buat diri kalian sendiri... membahagiakan diri kalian sendiri... menyamankan diri kalian sendiri.... banyak cara yang saya sarankan pun selalu tidak pernah cukup beralasan untuk memberi kalian sedikit ruang yang kalian harapkan itu karena lagi-lagi anak-anak dan suami seolah menjadi penghalang bagi kemerdekaan batin kalian. dan yang lebih sering membuat saya stres memikirkan kesetresan kalian adalah ketika suami-suami kalian menjadi sedikit lebih tua dan sakit-sakitan, duuuuh rasanya ga habis-habisnya kalian mengeluh bahwa kalian lah yang paling menderita dengan situasi tersebut dimana harus mengurus seorang pasien rs yang rewel plus direcoki urusan anak-anak yang ga perbah ada habisnya.

Mari kita lihat betapa keluhan kalian itu tidak perlu lagi terlalu sering menyiksa kalian (terkecuali kalo kalian memang hobby mengeluh) jika saja kalian mau berbagi, biarkan partner istri kedua suamimu mengurusi salah satu diantara kerepotanmu... anak-anak atau suami kalian bersama, atau lebih akan membuat hidup kalian santai jika ada 2 partner yang membantu kalian, yang satu mengurus anak-anak, yang satu mengurusi sang raja dan kalian bisa memilih untuk menjadi direktur keuangan yang bisa ongkang-ongkang dan menikmati waktu kalian dengan lebih efektif sesuai ukuran yang kalian inginkan. Tapi tentu saja harus ada bagian lain yang juga harus dikorbankan untuk waktu yang kalian nikmati itu, kalian harus mau berbagi materi dan hati tentu saja. ini yang sering jadi masalah, tidak mau repot dan tidak mau berbagi... come on, jangan jadi serakah dengan apa yang ingin kalian nikmati di dunia ini... semuanya fana... sementara saja...

Bayangkan jika kalian mau berbagi dengan ikhlas, kebahagiaan duniawi dan akhirat insya allah akan kalian nikmati... memang sulit membayangkan kengerian diperlakukan tidak adil oleh orang yang paling kita cintai, tapi percayalah Allah memiliki imbalan yang pantas jikapun ketidakadilan itu harus ditimpakan pada kita. dan jika kita percaya pada kebenaran dan kekuatan Allah, sesungguhnya tak ada satupun yang harus kita takuti apalagi hanya sebuah ketidakadilan... karena Allah yang akan menyelesaikannya...

Baiklah, sekarang saya siap dimaki, dicemooh bahkan mungkin disumpahi saudara-saudara perempuan saya... tapi sekali lagi saya nyatakan bahwa ketidaksetujuan saya terhadap penolakan kehidupan berpoligami bukan berarti saya akan menjadi bagian atau berencana untuk menjadi salah satu pelakonnya.. saya hanya ingin saudara-saudara perempuan saya yang sudah merasa tidak sanggup menjalankan tugas, kewajiban dan peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga seorang diri saja untuk membuka diri terhadap penawaran Allah yang sangat menguntungkan tersebut daripada hanya berdiam diri dan terus-menerus mengeluh serta melakukan peran kalian dengan ketidakikhlasan. Maka mubadjirlah apa yang kalian lakukan dengan keluhan dan ketidakikhlasan tersebut...

selamat sore saudara-saudara perempuan sholehahku, semoga kita akan menjadi bidadari-bidadari penghuni surga, amin ya rabbal allamin

*siap-siap didemo, diserang, dimusuhin*.
*****


Aku memanggilnya Teh Echi, kadang teteh cantik (kalau lagi ada mau), lebih sering dudud. Kenapa? Karena kami banyak persamaan, terutama nongkrongin pantai kuta sampe tengah malam dan sampai-sampai aku malu sama mamahnya dan nabil kalau menjemputnya ke rumah. Tempat Favorit kami adalah pante kuta, beach on back of centro, nasi pedes, soto ceker tuban dan mie ayam diponegoro. But, hmm.. secara global dia orangnya susah ditebak, termasuk tentang note ini.

Ga tau bagaimana cara berpikir dia, yang jelas untuk note ini dia emang agak kurang waras (mengutip kata penulis sendiri). Ada yang menyebutnya wanita jaman purbakala karena pemikirannya malah kembali ke masa lalu, ke masa sebelum R.A Kartini lahir *lebay*.

Stop menghinanya *kalau ga mau dijitak berlebihan*

Pendapatku: AKU GA SETUJU POLIGAMI, titik.

Tetapi tidak ada salahnya sih membaca alur pemikiran orang aneh ini, karena bagaimanapun beliau sudah menempuh batang usia dan pengalaman yang lebih daripada aku. Cheers, teh. menunggu Part II mu

N.B, kalau ada film ttg ini suatu saat nanti, hampir delapan puluh persen pemainnya adalah dia. wkwkwkkw

Jumat, 30 Oktober 2009

10.24.00

Duta Anti Emansipasi

Diambil dari Note Facebook seorang teman, kakak dan sekaligus yang aku anggap guru atas 'ketidakberuntungan' yang ia alami belakangan ini. Sudah mendapat ijin mengcopasnya tanpa menyebut siapa dia dan dimana linknya. Jadi yang merasa punya note ini dilarang protes!
*******


Maafkan saya ibu R. A. Kartini
Sunday, October 11, 2009 at 10:58pm

Permohonan maaf ini mungkin bukan hanya pada ibu R. A. kartini saja pantas saya persembahkan, tetapi juga kepada wanita-wanita hebat di muka bumi terutama di negeri yang saya cintai ini. Tulisan ini hanya sebagian isi kepala yang ingin saya bagi sekedar untuk mengosongkan kesesakan kepala saya yang sudah hampir overload, jadi maaf bila ada yang merasa kurang berkenan.

Emansipasi, sebuah bentuk pengakuan atas hak dan martabat wanita di negeri ini yang begitu diagung-agungkan oleh kaum saya. Saya mohon maaf sebelumnya kalau saya TIDAK SETUJU dengan generalisasi emansipasi pada setiap aspek kehidupan.

Jika hanya untuk memperoleh hak mendapatkan pendidikan yang layak, saya pikir itu memang merupakan kewajiban bagi setiap manusia di muka bumi untuk meningkatkan kualitas diri tetapi tidak lantas mengaburkan maknanya menjadi sebuah bentuk pembuktian eksistensi diri.

Hmm.. gini, secara sederhana manusia dibagi menjadi perempuan dan laki-laki lengkap dengan aturan-aturannya yang mengikat dan dipatenkan melalui al-quran dan hadist. Emansipasi yang sekarang didewakan oleh banyak saudari-saudari saya adalah sebentuk pengingkaran atas aturan-aturan yang mengikat tersebut, itu pendapat saya pribadi.

Saya seringkali sedih melihat anak-anak di sekitar kehidupan saya yang terpaksa dibesarkan dalam asuhan baby sitter atau maidnya hanya karena sebuah alasan yang menyesakan, ibunya sibuk bekerja...

Ketika pilihan menjadi wanita karier dilakukan karena tuntutan sang pemimpin rumah tangga karena ketidaksanggupannya memenuhi kebutuhan mereka, saya masih bisa memahaminya sebagai sebuah bentuk pengabdian. Tapi ketika menjadi wanita karier dilakukan sebagai bentuk pembuktian eksistensi diri sebagai wanita yang hebat dan bisa disejajarkan dengan kaum pria, maka respek saya seketika akan habis. Karena bagi saya, seorang wanita hanya perlu membuktikan eksistensi dirinya dengan merawat, menjaga, memenuhi kebutuhan suami dan anak-anaknya dengan sebaik mungkin yang mereka mampu lakukan.

Maafkan untuk kebodohan saya dalam berpikir, dari kedangkalan ilmu yang saya miliki saya hanya merasa bahwa apa yang Tuhan takdirkan pada kaum saya sebagai perempuan adalah melebihi kehebatan apapun yang ditawarkan oleh sebentuk pengakuan emansipasi.

Bagaimana mungkin saya bisa merasa bangga menjadi seorang vice president di sebuah perusahaan yang multinasional yang bonafide jika anak-anak saya dibesarkan oleh seseorang yang semestinya hanya membantu saya mencucikan pakaian atau menyiapkan makanan ketika saya sibuk mendengarkan anak-anak saya berceloteh, bagaimana juga saya bisa merasa tenang menjadi bagian dari sebuah perusahaan asing yang bergengsi bila anak-anak saya dididik oleh seseorang yang sewajarnya saya ajarkan padanya bagaimana cara membersihkan rumah yang baik demi kesehatan anak-anak yang saya cintai, dan bagaimana pula saya bisa nyaman dengan jabatan yang saya peroleh karena gelar-gelar akademik saya jika anak-anak saya di rumah belajar dengan seseorang yang semestinya saya ajarkan bagaimana menghitung jumlah belanjaan dengan tepat..

Saya tidak bermaksud mengecilkan arti seorang pengasuh, baby sitter ataupun maid. Peranan mereka dalam membantu kegiatan operasional rumah tangga tentu saja akan sangat membantu, tetapi kurang tepat rasanya bila kita lantas menjadikan mereka tumpuan harapan untuk kelangsungan hidup anak-anak yang kita cintai. Anak-anak kita terlalu berharga hanya untuk sebentuk pengakuan menjadi bagian dari sebuah emansipasi.

Beberapa orang sahabat menyangkal, mereka menjadi wanita pekerja sebagai bentuk persiapan jika kelak suami mereka meninggalkan mereka entah karena kematian atau alasan lainnya. come on, ada banyak pilihan kegiatan yang menghasilkan jika memang hanya mempersiapkan diri untuk memperoleh materi sebagai tujuannya.. lagipula kenapa tidak percaya pada kekuatan Tuhan yang memerintahkan kita dengan aturan-aturan-Nya siyh ? bukankah Allah akan mencukupkan rejeki masing-masing dari kita jika kita senantiasa berada di jalan yang di tetapkan-Nya ?

singkat kata, saya mohon maaf jika saya terpaksa menjadi ANTI EMANSIPASI..
saya juga minta maaf jika pada kenyataannya cita-cita saya adalah hanya menjadi seorang ibu rumah tangga biasa saja meskipun kelak saya memiliki gelar yang berbaris memenuhi rangkaian nama pendek saya, cukuplah ilmu itu saya baktikan dengan cara yang tidak perlu membuat saya menyesal dan merasa berdosa hanya karena menyia-nyiakan anugerah Tuhan menjadikan saya sebagai wanita.

Selamat malam teman-teman, maafkan jika kurang berkenan dengan kekurangwarasan saya kali ini..

********

Belakangan banyak peristiwa yang aku dan juga orang-orang alami, dan tentunya itu semakin membuat aku takut tentang sebuah kehilangan akan sesuatu yang bisa aku miliki dimasa depan. Bersamaan dengan itu, note ini pernah mengilhamiku untuk hanya menjadi seorang ibu rumah tangga pada nantinya. Seperti pada isinya, dimana adanya kesalahan persepsi tentang arti emansipasi yang sebenarnya, menurutku emansipasi pada prinsipnya untuk mensejajarkan diri, bukan mengungguli hingga mengabaikan prinsip kehidupan lain yang tidak kalah pentingnya, kewajiban sebagai seorang wanita.

Namun aku ingat, aku masih ada beberapa mimpi yang mungkin 'kurang' bisa terwujud seandainya aku menjadi ibu rumah tangga biasa. Selain juga karena malu jika nanti mau beli bedak saja harus menadahkan tangan, aku tetap pengen punya persewaan buku dan rumah di dekat pantai. Dan keduanya mungkin bisa didekati jika aku tetap ikut mengais rejeki, namun dengan kadar yang sewajarnya.

Sekedar sharing, mungkin bisa jadi renungan bagi anda-anda yang sudah berstatus sebagai Ibu. Kalau ada yang tidak berkenan, jangan marahi saya yang sok tahu mengenai itu, tapi marahi yang bikin note. wkwkwkkw

N.b akan ada kelanjutan dari serial Duta ini, tetap masih mengcopas note dari orang yang sama. Ngg.. duta apa ya

Senin, 19 Oktober 2009

09.01.00

Hidup Adalah Pilihan

Sejak beberapa minggu yang lalu, salah satu temanku seringkali sms pada hari minggu sekitar jam 7 malam waktu Bali. Pesannya singkat, hanya

"Mario Teguh di Metro TV"

Dia ngingetin aku nonton The Golde Ways. Kadang sih chanel pindah sebentar ke metro dan lebih seringnya langsung pindah lagi ke chanel lain. Hehehe..biasanya sih nontonnya Take Him Out yang di Indosiar *yakin banyak yang melakukan ini*. Eh, btw mengenai acara ini aku, menanggapi usulan beberapa orang yang nyuruh aku ikutan, kira-kira kalau beneran ikut, ada ga ya yang ga matiin lampu begitu aku nongolMySpace

Halah, ngayal!

Tapi semalam aku tumben jadi anak baik, ga melototin cowok-cowok (yang katanya) cakep di Take Him Out. Berhubung juga bosen lihat acara itu, maklum sekarang udah keseringan nonton jadi ga minat ikutan lagi. Chanel nangkring di metro TV dan anehnya, kenapa ya mario Teguh cuman nongol setengah jam? Saat aku nontonnya sungguh-sungguh, kerasa banget dalam waktu sependek itu ada beberapa renungan yang masuk ke otakku, semoga nangkringnya lama sih. hii...

Mario Teguh, The Golden Ways


Topik semalam tentang ... apa ya, tar aku inget dulu. Kasarnya tentang bagaimana kita merespon sebuah kejadian buruk yang menimpa kita. kedengarannya gampang banget melakukannya. Seperti katanya Mario Teguh

"Marahlah sesaat seperti orang besar dan setelah itu kembali bijaksana. Menangislah sebentar seperti Orang besar, dan setelah itu kembali tenang"

Rata-rata saat kita mengalami sebuah kejadian buruk, kita seringkali malah bersedih dan marah berlarut-larut. Menyalahkan semua orang, bahkan mengkambinghitamkan takdir yang menimpa kita. Uhm.. padahal tanpa kita sadari dengan menyedihi diri sendiri berkepanjangan kita malah akan semakin jatuh dan tidak akan bangkit kembali. Seperti Ilustrasinya Pak mario teguh Semalam

"Di sebuah kampung ada kebakaran. Sebagian orang memutuskan pindah ke kampung baru untuk melanjutkan hidup, sementara sebagian lainnya malah menuntun ganti rugi pada orang yang menyebabkan kebakaran. Setahun kemudian, orang yang mana yang lebih berhasil dalam hidupnya?"

Dari sana sebenarnya bisa kita lihat bagaimana respon kita saat menanggapi sebuah musihbah berpengaruh pada masa depan kita. Sebuah pilihan yang kita buat saat itu, akan menghantarkan kita pada sebuah keadaan akibat pilihan itu sendiri. Jika sebagian orang kampung yang kampungnya terbakar itu terlalu sibuk mendebat dan menuntut ganti rugi dari orang yang sudah pasti tidak akan bisa memberikan apa-apa, kapan mereka mau membangun diri mereka sendiri?

Haha.. teori memang gampang. Siapa saja dengan mudah bisa memahaminya, namun yang sulit adalah pelaksanaannya. Aku sebenarnya begitu, sekarang sih enak-enak aja membahas persoalan seperti ini, tapi nanti saat tertimpa masalah pasti lari kesana kemari minta bantuan. Tapi intinya, hahh... kan kata Mario Teguh boleh menangis, boleh marah, tapi harus dengan cara orang besar. Dan omong-omong, umurku sudah hampir seperempat abad, sudah besar sih katanya


Sabtu, 17 Oktober 2009

10.02.00

How Do We Take Care Each Other

Suatu hari di sebuah pantai yang sepi, seekor burung sedang bertengger di dahan sebuah pohon kelapa. Ia memandang ke bawah, ke pesisir berair jernih itu. Matanya awas pada gerakan-gerakan di antara ombak, mengharap ada ikan yang meliuk hendak terdampar ke sisi pantai dan bisa ia sambar sebagai makanan.

Di satu sudut pantai, ada sebuah gerakan lambat-lambat. Mata Burung secepat kilat beralih padanya. Seekor binatang, belum jelas apa jenisnya, perlahan bergerak ketepian melawan arus balik ombak. Burung ingin melihat lebih jelas, ia turun ke dahan sebuah pohon yang lebih rendah dan mengawasi disana.

Ternyata bukan seekor ikan, melainkan seekor penyu belimbing yang berwarna hitam. Binatang lambat itu mengepakan siripnya perlahan, berusaha mencapai tepian pantai. Namun arus balik ombak seringkali malah menghanyutkannya kembali ke dalam lautan, namun penyu itu tidak menyerah. Ia terus berusaha.

Akhirnya menjelang sore, penyu itu berhasil mencapai pasir pantai. Ia bergerak ke sudut yang sepi, rimbun oleh pepohonan. Burung mengikutinya dengan diam-diam, sambil mengintip apa yang dilakukan sang penyu.



Penyu itu menggali pasir yang basah. Sang burung memperhatikannya, bagaimana kemudian penyu itu melahirkan telur-telurnya ke dalam lubang. Sangat banyak, puluhan, hampir ratusan. Burung takjub, membayangkan bagaimana nanti kalau semua telur menetas. Betapa ramainya keturunannya, dan juga betapa repotnya memberi mereka makan.

"Hai, Penyu!" akhirnya burung menyapa. "Tidakkah kamu repot nanti mengurus anakmu yang sebegitu banyak?"

Penyu yang sudah selesai bertelur mendongak. "Repot? Tentu saja tidak. Aku tidak akan repot apa-apa karena tugasku selesai sampai disini."

Burung bingung. "Maksudmu?"

"Iya, tugasku selesai setelah bertelur. Setelah telur itu di luar, mereka menjaga dirinya sendiri," jawab penyu sambil menimbun telur-telurnya dengan pasir. "Mereka harus mandiri!"

Burung menggeleng. "Aku kasihan dengan anak-anakmu kelak. Saat mereka menetas, tidak ada yang akan menjaga mereka. Tidak ada yang memberi makan, mengajari mereka berenang dan juga menjaga mereka dari bahaya. Aku selalu menjaga anak-anakku sampai mereka cukup untuk terbang sendiri dan menjaga diri mereka. Tidak seperti kamu yang langsung meninggalkan mereka, tidak ada saat mereka membutuhkanmu!"

Penyu hanya tersenyum kecil. "Itulah hidup, kita tidak selalu bisa bersama anak-anak kita. Semua hanya pada bagaimana kita menjaga satu sama lain. Kamu mungkin menjaga anak-anakmu seperti menjaga dirimu sendiri, itu karena kamu hanya melahirkan sedikit telur sekali waktu. Jadi keturunanmu hanya sedikit. Aku banyak melahirkan sekali waktu, tetapi aku tidak menjaga mereka. Jumlah anak-anakku yang hidup nanti akan sebanding dengan anak-anakmu, jadi keturunanku tetap ada. Begitulah caraku menjaga anak-anakku, menjaga keturunanku!"

Burung diam mendengar penjelasan itu. Ia berpikir, mengingat jumlah telur yang ia lahirkan sekali waktu. Memang sedikit, tetapi semuanya akan tumbuh dewasa kalau ia menjaganya. Beda dengan penyu, telurnya memang banyak, tetapi burung itu tahu bahwa dari jumlah ratusan itu yang selamat hanya sekitar belasan. Seringkali ia melihat telur-telur itu dimakan biawak, atau diburu manusia. Itu karena induknya tidak menjaga mereka.

Burung tersenyum, mengerti. Ia tidak iri pada ratusan telur penyu. Ia kini tahu, masalah bukan pada seberapa banyak ia melahirkan telur, tetapi pada bagaimana cara ia menjaga satu sama lain, menjaga anak-anaknya. Ada saat anak-anaknya lapar dan dingin.

Semua punya bagiannya masing-masing, kelebihan dan kekurangan.

Burung itu mengepakan sayapnya, kembali pada anak-anaknya yang menunggu di sarangnya.

The end

Kamis, 15 Oktober 2009

10.46.00

Tentang Dua Ekor Anak Burung

"Terbangnya jangan terlalu tinggi ya, Nak. Tar ketinggian jatuhnya sakit banget!" Kata seekor burung kepada anaknya yang bertengger di dahan.

Burung kecil itu baru akan belajar terbang. Ia menyeringai ngeri mendengar suara Ibunya, sembari setengah matanya melirik ke bawah dengan takut.

"Ibu, aku tidak jadi saja ya belajarnya. Aku takut jatuh nanti," sahut anak burung kecil itu sambil melangkah mundur ke arah sarangnya dengan gugup.

Ibunya menyentuh bahunya dengan sebelah sayap, "Lalu kapan kamu mau belajar?" tanyanya pelan.

"Nanti kalau sudah sedikit besar saja, Bu. Jadi sayapku sudah kuat dan tidak akan capek kalau belajar terbang!"

Ibunya mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kamu diam di rumah saja dulu, Ibu akan cari makan. Nanti kalau sayapmu sudah cukup besar, baru kamu belajar terbang!"





Di dahan berbeda di tengah hutan, ibu dan anak burung lain juga sedang melakukan hal yang sama. Anak burung yang itu sedang berdiri di dahan depan sarang mereka, dadanya tegap, pandangannya lantang menantang bumi.

"Anakku, terbanglah yang tinggi! Jangkaulah angkasa raya dan tunjukan pada mereka yang dibawah ini bahwa kamu adalah anak ibu yang perkasa!" kata Ibunya mantaf.

Anak burung itu mengangguk. "Baik Ibu! Tapi kalau aku capek dan jatuh bagaimana?"

Ibunya tersenyum. "Tenanglah, Nak! Banyak pohon yang bisa kamu hinggapi dengan sisa tenagamu. Lagipula kamu jangan lupa, jatuh itu tanda belajar sudah belajar, dan ada Ibu yang akan menangkapmu kalau kamu jatuh!"

Anak burung itupun melangkah mantap dan mengepakan sayapnya.

******

Setahun kemudian. Seekor anak burung meloncat-loncat ketakutan di atas sarangnya, setengah kakinya sudah menyentuh dahan tempat sarangnya melekat namun sebelahnya lagi menolak untuk beranjak. Badannya kurus, bulu-bulunya pucat tidak pernah tersentuh matahari. Ia kelaparan, Ibunya belum pulang sejak seminggu yang lalu untuk membawakan makanan. Suara angin mengatakan bahwa Ibunya tertembak di tepi hutan oleh pemburu dan kini terhidang di piring para backpaper keesokan harinya.

Sementara di sudut angkasa yang berbeda, seekor anak burung lain melesat di dengan cepat. Sayapnya yang lebar terkepak sekali ketika kakinya yang kekar menyambar seekor tikus tanah yang lari menuju lubangnya. Tetapi tikus itu terlambat, kakinya sudah setengah meter di atas tanah ketika melayang di atas lubangnya, dan ia berakhir di perut anak burung itu.

The end
*****

Sabtu, 03 Oktober 2009

10.05.00

Semua Benar, Semua Salah

Bagaimana bentuk sebuah kekuatan? tidak ada yang tahu. Manusia tidak akan pernah sekuat baja untuk urusan perasaan, karena bagaimanapun masih ada celah dalam sebuah hati yang diciptakan khusus untuk diterobos, sebesar apapun pertahanannya.



Apakah itu kelemahan? Bisa jadi iya, tergantung dari sudut mana kita melihatnya, kadang dibandingkan dengan benda-benda mati, manusia lebih rapuh. Dan sebuah celah dalam hati baja itu yang membuatnya benar. Seorang tirani seperti Adolf Hitler pun masih membawa poto ibunya kemanapun ia pergi, tanda bahwa ia masih bisa merasakan kasih sayang sang ibu.

Namun sebuah perasaan juga membuat manusia punya kelebihan dari makhluk lainnya, yakni rasa kasih dan sayang, yang pada jaman modern ini sudah agak luntur dengan banyaknya bukti bahwa manusia juga kanibal.

Jadi yang benar yang mana?
Semua benar, dan semua salah. Tergantung bagaimana anda melihatnya.


N.B hari ini hari tenang. Hepi Wiken all
Poto diculik dari sebuah page yang, terlupakan.




Rabu, 30 September 2009

10.00.00

Jangan Pernah Menyerah

Apapun yang terjadi, entah ditolak berapa kali, entah diremehkan seberapa parah, entah seberapa putus asa, suatu saat kalau mimpi itu benar-benar menguasai urat nadimu, maka kamu akan bangkit dari tidur panjang yang mungkin kamu anggap hiatus.

Akan ada sesuatu yang menginspirasimu untuk terus berjuang, kalau kamu yakin bahwa itu tujuan hidupmu, bahwa itu mimpimu, maka yang harus kamu lakukan adalah tetap berusaha. karena sesuatu tidak akan datang dengan sendirinya, keajaiban hanya sekoma beberapa deret digit persen, dan peluangmu untuk mendapatkannya cukup dikalikan dengan seberapa banyak manusia yang mati. Angka yang kamu peroleh untuk persentase keajaiban yang menimpamu akan jauh lebih kecil jika kamu mengalikan persentase nol koma sekian digit itu dengan kelahiran, jumlah sainganmu yang baru.

Ini bukan nasehat sok tahu, tapi aku menyadarinya. Kemanapun langkahku sia sia selama beberapa tahun ini, tetapi aku yakin suatu saat aku bisa mencapainya. Banyak jalan menuju Roma, walaupun lewat kutub utara sekalipun, tapi kalau kita terus berusaha, suatu saat akan sampai Roma *Kugy.mode.on*

Yang menginpirasi tulisan ini adalah nasehat seorang teman di tepi pantai sanur minggu 28 September, dari jam 2 sampai 5.30 PM, dan lagu yang mengomoporinya : The Climb-Miley Cyrus. Ini dia liriknya itu.

The Climb-Miley Cyrus


I can almost see it
That dream I’m dreamin
But there’s a voice inside my head saying
"you’ll never reach it"
Every step I’m taking
Every move I make feels
Lost with ’known direction
My faith is shakin
But I gotta keep tryin
Gotta keep my handheld high

There’s always gonna be another mountain.
I’m always gonna wanna make it move.
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I’m gonna have to lose.
Ain’t about how fast I get there.
Ain’t about what’s waitin on the other side.
It’s the climb.

The struggles I’m facing.
The chances I’m taking.
Sometimes might knock me down but
No I’m not breaking.
I may not know it but these are the moments that
I’m gonna remember most, yeah.
I Just gotta keep going.
And I gotta be strong.
Just keep pushing on,
’cause,

Keep on moving,
Keep climbing,
Keep the faith,
Baby

It’s all about,
It’s all about the climb
Keep your faith,
Keep your faith
Whoa, O Whoa

Jumat, 31 Juli 2009

09.28.00

Saat Bom Jadi Mainan

Bom jadi terkenal setelah insiden di Ritz Carlot dan JW Mariott. Pagi ini, chanel berita muncul waktu ngidupin teve. Maklum, semalamnya abis nonton Opera Van Java, dan biasanya kalau pagi akan dipindah chanelnya ke Sponge Bob. Namun kali ini lagi lurus otakku, jadi siaran berita itu tidak jadi kartun.

Teror bom dimana-mana, hingga ada blog yang (katanya) berisi pernyataan Noordin M. Top tentang bom-bom yang mereka di Indonesia. Yang belum tahu, cek aja Blog 1 dan Blog 2. Hohoo.. jujur bagian itu aku tidak percaya, masak orang dalam pelarian yang sibuk menyusun rencana dan merakit bom sempat-sempatnya menyuruh orang membuat blog. Aku yakin bagian blog itu dibuat oleh orang yang nyari sensasi.



Karena menurut salah satu ahli, mengapa harus sampai ada dua blog yang memuat pernyataan itu dengan jarak waktu yang tidak terlalu jauh. Blog 2 disinyalir diluncurkan karena blog 1 kurang diminati. Lalu dengan kesalahan ketik dan tata kata yang kacau, jelas dibuat dengan terburu-buru.
Jadi sedih, blogspot tersayang dijasikan ajang begitu.

Lalu teror bom di stasiun kereta api di Depok. Apa ada bule naik kereta api? kalaupun ada, seberapa banyak dari mereka yang naik kereta api?

Lalu teror di perkantoran atau mall, orang bule disana ke Indonesia nyari desa, nyari pantai, buat apa datang ke Indonesia nyari mall?

Ternyata 'warga' Indonesia yang menyebar ancaman bom itu orang dudud. Warga disini, tanda petik, maksudku orang yang tinggal di Indonesia saat meneror, entah aslinya orang mana kita tidak tahu. Berarti tinggi sekali selera humor mereka hingga menjadikan barang mengerikan itu sebagai lelucon.

Saat orang-orang panik, mereka tertawa. Saat Tim Gegana menyisir lokasi mereka pura-pura melongok penuh penasaran.
Bahkan di Medan, teror bom dilakukan oleh seorang pemuda yang sedang menjalani tes untuk masuk kepolisian dengan motif iseng. Iseng-iseng berhadiah kali ya.

Kasihan Jakarta. Gara-gara jadi Ibu kota dia diteror. Kasihan warganya, jadi korban 'keibukotan' itu. Bagi orang Jakarta yang takut dengan bom, bagaimana kalau kalian pindah ke Bali biar ga dijemput sama malaikat. Tapi jangan gih, nanti Bali penuh sesak MySpace
Pindah ke Papua gimana? Atau kalimantan biar kena asap. Atau samudra pasific aja, buat yang ga suka mandi. hiii

Sudah tidak terasa bulan Agustus datang, sudah tujuh belasan lagi. Apa ini cara teroris itu untuk menyambut hari kemerdekaan kita? kalau iya, cara yang kreatif sekali, sekaligus mematikan.

Segitu saja sebagai penutup bulan July, mau balik ke laporan untuk gajian dulu. At least, MySpace July




Senin, 27 Juli 2009

16.57.00

Nonton

"Nonton,yuk!" Ajak Ana pada Sita, sahabatnya. "Hari minggu jam 12, kalau kamu mau, aku yang antri tiketnya!"

Sita mikir lama. "Ngg.. ga berani janji, deh. Aku tanya Rizky dulu, ya!"
Rizky adalah pacar Sita.

"Memang kamu ga dibolehin Rizky nonton sama aku?" tanya Ana.

"Bukan begitu," sergah Sita ragu-ragu.

Dan Ana pun mengerti. Sita selalu mengutamakan Rizky, apa-apa nanya sama Rizky. Maklum, pacarnya sedikit agak posesiv, setiap nelpon harus diangkat, setiap sms harus cepat dibalas. Setiap pergi harus bilang. Ana yang sudah semangat, akhirnya hanya bisa tersenyum kecil. Agak kecewa.

Beberapa hari kemudian, Sita menghubungi Ana.

"Jadi nonton kemarin?"

"Tidak, temanku sakit."

"Berarti sama aku nanti, tunggu hingga ada waktu lowong, ya!" pinta Sita.

Namun Ana tidak begitu antusias. Ia ingat kejadian dulu, waktu mereka mau nonton film lain, Ana sudah menunggu waktu lowong Sita. Namun tidak dikiranya, tanpa sepengetahuan Ana, Sita pergi nonton dengan pacarnya. Jika sekarang Sita memintanya menunggui seperti dulu lagi, ia tidak yakin acara mereka akan kesampaian.

"Sama Rizky nontonnya?" Ana coba bertanya, ia tidak mau Sita 'gimana-gimana' dengan Rizky kalau dia pergi dengannya. Bagi Ana, bukan masalah dijadikan obat nyamuk, karena toh ia juga kenal Rizky. Itu juga kalau Sita mewujudkan ajakan nontonnya kali ini, karena biasanya setiap dia membuat acara dengan Ana, kebanyakan acara itu batal karena Rizky. Maka kali ini Ana ingin melihat apakah acara nonton mereka sudah seizin Rizky, dan itu kunci utama untuk lancarnya rencana itu.

"Ngg.. tidak tahu. Soal itu aku tidak tahu!"

Ana tersenyum. Berarti kejadian biasa akan berulang dan aku tidak mau menunggumu, jawabnya dalam hati.

*****

Kamis, 09 Juli 2009

09.49.00

Yang Menang Menangis, Yang Kalah Tertawa

Di sebuah lapangan sepakbola, pertandingan baru saja usai. Kedua kubu yang bertandingan masing-masing telah berada di sisi lapangan yang bersebrangan, dengan keadaan yang berbeda.

Di sisi kanan, tampak sang pelatih tertawa sambil menepuk bahu pemainnya. Di sisi lain, nampak sang pelatih berlutut sambil menangis. Yang mana kah yang kalah dan yang mana yang menang?

Sisi yang menangis ternyata adalah yang menang, dan sisi yang tertawa adalah yang kalah. Tetapi ekspresinya sama sekali berlawanan dengan yang seharusnya, dengan yang wajar. Bahwa yang menang harusnya tertawa (dan pura-pura) puas sementara kenyataan dia malah menangis. Atau yang kalah, harusnya menangis (haru) tetapi dia tertawa.

Dunia sudah aneh memang, banyak hal berbalik arah. Tapi Yang menang diam-diam tertawa dalam hati dan yang kalah diam-diam menangis dalam hati, sayangnya tangisannya lebih pilu dari pada tangisan yang menang.

Soal menang dan kalah, aku ga berani melihat tayangan televisi. Hanya melihat hasil quick count sementara lalu ganti chanel. Bukan ga peduli, tapi aku kasihan sama yang kalah, harus mengais-ngais alasan kekurangan pemilu hanya untuk menyamarkan bahwa ia telah kalah. Kasihan melihat wajah optimis dan menjelang pongah yang sebelumnya muncul di teve-teve, sekarang berbalik tersenyum miris.

Menang kalah adalah hal biasa, tapi saat kalah, kita tidak lagi menganggapnya biasa. Terlalu banyak kekecewaan yang membuatnya menjadi luar biasa, luar biasa menyedihkan.

Senin, 06 Juli 2009

10.05.00

Saya Mau Mulai Lagi Dari Nol

Suatu pagi, aku menerima pesan di wall pesbukku, dari satu teman yang tinggal di Surabaya.

Aku yg mau bilang: ingin memulai hidup dari nol lagi.bgmn caranya ya?? siap ga aku ya??


Seringkali kita mendengar orang mengatakan hal ini, sebagai salah satu bentuk ungkapan bahwa ia ingin memulai sesuatu untuk merubah keadaannya yang sekarang. Ucapan itu sudah seperti peribahasa, atau apa ya, istilahnya sebuah ungkapan kiasan dengan arti yang sudah diketahui semua orang, yakni bahwa ia mau mengulang satu bagian hidupnya dari awal.

Namun, pernah ga mikir, apakah kita memang benar memulai sesuatu dari NOL? Jika ditelaah lagi, banyak orang memakai sesuatu karena kelaziman, karena kebiasaan orang-orang disekitarnya memakai kata itu. Semua orang sudah tahu artinya, seperti istilah makan hati.

Makna dari ungkapan "mulai dari nol" berarti kita dalam keadaan ga ada apa apa sama sekali, NOL kosong, dan tahu kan artinya NOL?

Tetapi, saat orang itu memulai sesuatu yang dia bilang dari NOL, dia sudah punya sesuatu yang merupakan sisa dari sebelumnya, sesuatu yang ia bisa pakai modal. Modal itu bisa apa saja, karena kehidupan itu tidak akan pernah benar-benar dalam keadaan NOL.

Kurasa, tidak ada sesuatu yang benar-benar habis di dunia ini, apalagi sesuatu yang ga konkrit seperti modal. Kurasa ungkapan seperti itu hiperbolis.

Dan, mana ada orang berhitung mulai dari angka NOL. Anak TK saja ngitung mulai dari SATU, bukan dari NOL. MySpace

"Anak-anak, ayo mulai menghitung,"
"Iya, Bu! Satu.. dua... tiga......."MySpace

Jumat, 19 Juni 2009

10.07.00

Dendam Membara

Seperti judul sinetron jadul, ya?

Kali ini bicara masalah dendam. Menurut kamus bahasa indonesia, artinya adalah berkeinginan keras untuk membalas (kejahatan dsb). Sesuai dengan artinya, bahwa dendam merupakan buah perbuatan, yang disertai rasa marah dan kebencian.

Pagi ini, seorang teman berkata, "Ternyata susah yah melupakan dendam masa lalu."
Memang, namanya juga dendam. Timbul akibat sakit hati yang mendalam. Yang pasti menimbulkan trauma psikis yang berkepanjangan. Setiap orang aku yakin mengalaminya, hanya tergantung karakternya, apakah bisa menahan sebatas benci tanpa membalasnya.

Seringkali kita lihat di sinetron-sinetron. Seorang aktor antagonis memendam dendam dan membalasnya dengan berbagai akal licik. Hebatnya dia selalu menemukan cara untuk membalas, untuk itu aku salut sama penulis skenarionya yang pintar sekali mengembangkan cerita sekaligus bisa jadi sumber inspirasi bagi pendendam-pendendam dalam dunia nyata.

Sering kita sadari bahwa dendam itu tidak baik. Sama dengan membenci seseorang. Perhatian kita selalu teralihkan oleh hal-hal negatif. Pikiran kita terjebak pada skenario-skenario untuk membalas orang yang membuat kita dendam, mencari cara agar orang itu merasakan apa yang kita rasakan. Semua energi habis untuk itu, sementara masih banyak hal-hal lain yang bisa kita lakukan. Hal-hal positiv yang terpinggirkan hanya karena dendam begitu memenuhi dada.

Dalam kitab suciku, dendam merupakan salah satu hal yang bisa mengotori pikiran manusia selain kegelapan hati, egois, amat bernafsu dan ketakutan. Sedikit saja sifat itu menguasai pikiran, maka akan memancing perbuatan
yang merugikan. Dampaknya sangat parah, apalagi jika orang yang dendam itu punya kekuatan fisik untuk membalas, apalagi jika memiliki jabatan dan kekuasaan (sinet banget)

Percaya ga percaya, di lain sisi, dendam juga bisa membuat hidup bergairah. Terutama saat pembalasan kita mulai menunjukan ke arah berhasil. Disana kita akan berpikir bahwa kita hebat, jangankan kita, orang lain juga akan sependapat. Contohnya film-film di teve itu. Saat tokoh utamanya berhasil membunuh orang yang membunuh bapak atau ibunya, dia merasa dirinya hebat dan dia puas. Jangan salahkan jika penontonnya juga menganggap tokoh itu hebat karena sutradara mengarahkan mereka untuk berpikir begitu. Nah bagaimana jika begitu?

Percaya ada orang yang bisa tulus memaafkan seseorang? tulus ini dalam artian, melupakan sama sekali perbuatan jahat seseorang seakan itu tidak pernah terjadi. Ouh, butuh usaha yang keras dan jiwa yang besar. Jika ada orang yang begitu, maka damailah hidupnya.

Tapi teori ga selalu berbanding imbang dengan kenyataannya, kata temanku.
Betul sekali. karena segala hal butuh proses. Dendamku pada seseorang ga akan hilang hanya dalam sekejap, kali ini waktu kembali memegang perannya. Tapi aku tetap memimpikan hidup tanpa dendam ataupun kebencian, karena kedua hal itu seperti kanker ganas yang menggerogoti tubuh, bikin dada panas terbakar, perut melilit dan kesemutan.

Caranya bagaimana?
Menurutku bisa dilakukan dengan mengendalikan diri, sabar dan menjadi dewasa. Tapi sekali lagi, teori ga selalu berbanding imbang dengan kenyataannya. hii... mungkin ada yang tahu shorcut untuk menghilangkan dendam?


N.B
Dendam itu ternyata juga nama sebuah tempat di Belgia. Wikipedia



Mengambil sedikit data di http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2005/7/19/o4.htm

Sabtu, 13 Juni 2009

09.00.00

Saat Memberi Saat Menerima

Seingatku dulu pernah ada sinetron yang judulnya begitu ya. Kalau ga salah pula pemainnya Yati Octavia, dan yang paling aku ingat, aku tidak pernah menontonnya sama sekali. hiii...

Benar, memang ada saat memberi seperti pula saat menerima. Semua hal di dunia ini terlibat dengan hukum sebab akibat, lupa istilahnya apa, yang jelas ada sebuah hutang yang harus dibayar saat kita menerima kebaikan orang.




Kalau misalnya seseorang berbuat baik hanya untuk membalas hutang, apakah itu punya arti kalau dia hanya melaksanakan kewajiban?
Jangan munafik, aku kadang mengharuskan diri untuk berbuat baik pada seseorang yang amat sangat baik padaku. Semua manusiawi kurasa, asalkan kita tidak sengaja berusaha memanusiawikannya. Kalau memanusiawikannya kelewat batas, itu namanya memanfaatkan dan mencari muka.

Ini pribadi pendapatku, orang-orang tulus itu masih ada kok, tapi orang yang membayar utang diatas bahkan masih lebih ada. Lalu tempatku dimana?
Aku jawab dnegan mantaf, yaitu di kedua duanya, namun dengan proporsi yang tidak jelas aku ketahui.

Ada sebuah ritual yang entah dimulaid air kapan. Traktiran saat ulang tahun. Untuk merayakan bertambahnya umur? Bukannya tambah tua itu makin dekat dengan kematian? hii....
Bukannya sinis, aku jarang nraktir teman saat ulang tahun , karena yah... aku tidak mau memaksakan ulang tahun jadi istimewa bagi orang lain, cukup bagiku sendiri dan jika ada yang tulus membuatnya istimewa, aku bersenang hati. Dan juga yah... banyak hal tidak bisa dilakukan jika berurusan dengan kantong.

Budaya Timur memang kental dengan adat, juga dengan hal saat memberi saat menerima ini. Di Bali apalagi (bukan promosi ya).
Saat ada kematian, tetangga, keluarga bahkan yang rumahnya jauh berdatangan membawakan beras dan atau serta gula, namanya "madelokan". arti indonesianya menengok.
Saat mau ada upacara, entah itu metatah (potong gigi), pernikahan, ataupun rahinan di sanggah, juga ada istilah "ngenjuang baas". Artinya memberikan beras yang lagi lagi, kadang disertai gula.
Selain itu, juga ada istilah "nulungin", istilahnya menolong saat ada kegiatan. Konteksnya lebih ke kegiatan fisik.

Daerah lain rasanya pasti ada, banyak lagi.
Pernah dengar istilah giri dan gimu?
Dari permukaan-permukaan bahasanya jelas itu bahasa Jepang. Giri diartikan sebagai kewajiban untuk membalas pemberian barang atau kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan Gimu lebih bisa dikatakan sebagai kesalehan dimana akan mendorong seseorang yang memiliki hutang budi untuk bisa menunjukkan kesetiaannya pada orang yang memberikan bantuan.
Buat apa dua kata asing itu di postingan kali ini? Ah, bukan buat apa sebenarnya, itu bahasan skripsi temanku, Clara. Berhubung temanya sama.

Akhirnya bukan aku mempersalahkan sebuah ajaran, "sering-seringlah berbuat baik pada orang, maka kamu juga akan menerima kebaikan dari orang". Bukankah itu hukum sebab akibat, karma dari apa yang kita lakukan. Atau bisakah itu disebut sebagai pamrih.

Jujur, aku kurang percaya kalau sama sekali tidak ada pamrih di dunia ini. Semua dijalankan lebih pada karena memang harus dijalankan, istilahnya kewajiban. Dan begitupula aku, menjalani semuanya karena memang harus dijalankan (terdengar jahat bukan?)

Lalu, apa berbuat baik itu juga kewajiban?




N.B
1. mohon maaf bagi beberapa teman blog yang pake setingan koment box below. inetku lagi lambat, jadi aku tidak bisa membuat koment di postingan kalian. IDku di kolom IDnya ga muncul, ditungguin lama juga ga muncul2. Terutama yg blognya agak berat Kalau ada soutmix aku tinggalkan pesan di soutmix. Bagi yang ga ada soutmix seperti vitri dan kavke_santi, maap ya. bukannya aku tidak balas mampir tapi.. yah...

2. Bagaimana kalau kita demo spedy, teh Tika?

3. Tulisan ini pribadi pendapatku, kalau ada yang kurang berkenan mohon dimaafkan (mumpung lebaran masih jauh)

4. Kenapa readmoreku ga jalan?? ohh ada yang bisa bantu??? bentrok dia sama related post. uhhhhh (bagian ini ga jadi, sudah dimake up-in sama kucing garong. tapi kok readmorenya jadi Nchi dududz? hiksss)
gambar dari http://www.innosia.com

Jumat, 05 Juni 2009

12.05.00

Pesbuk Lagi Pesbuk lagi. Eh, Facebook

Facebook, Ah.. basi kali ya nulis soal ini, apalagi tentang prasejarah dan penghasilannya. Tapi tadi pagi temanku nyeletuk soal sesuatu yang dilihatnya di pesbuknya. Walau setiap orang punya hak untuk menulis apaaaaa aja di pesbuknya, tapi kalau seperti ini bagaimana?



Seorang istri menulis di pesbuknya tentang ia yang dijutekin suami gara-gara ga bikin sarapan. Masalah sepele kan, itu sama dengan mengeskplore kehidupan keluarganya, yang parahnya kehidupan negatifnya. Emang ga salah sih, cuman sekantor jadi tahu soal hal itu, dan bayangkan coba image siapa yang jelek?(Duh, curhat kok ke pesbuk sih....)

Dua orang member sebuah forum X membicarakan poto member lainnya dengan menyebut itu poto ***i* di pesbuk(artikan sendiri deh coba), padahal sebenarnya itu poto pake tank top karena dia lagi berenang. parahnya, member yang digosipin itu ada di friendlist mereka dan otomatis bisa melihat wall to wall mereka. (Itu dua gosiper blo'on atau emang sengaja memperkeruh suasana??

Seorang bos nulis di wall pesbuk tentang dia yang lagi nganterin relasi bisnisnya ke kawasan triple ex (ketahuan deh belangnya si bos)

Maaf kalau yang ini ga berkenan bagi beberapa orang, tapi aku tertarik untuk menulisnya. tadi temanku nyeletuk tentang poto di sebuah pesbuk. Kesehariannya sang empunya pesbuk make jilbab tapi di pesbuknya ada poto ia di kamar dan ga pake jilbab (nyengir aja deh heeh)

Seorang suami mengumpat di pesbuk tentang istri dan ibunya yang berantem. Malangnya si suami itu adalah general manager di sebuah perusahaan dan hampir semua karyawannya ada di friend listnya (mau curhat ke semua orang ya bos?)

Bebas sih bebas, tapi inget loh. mulutmu harimaumu, tanganmu macanmu, tulisanmu pisaumu. Jangan sampai keiris yak.

image from http://blogs.ubc.ca/dean/files/2009/02/facebook_1.jpg

Selasa, 07 April 2009

10.21.00

Takdirkah?

percaya ga sih kalau semua itu sudah diatur sama yang diatas?
Hmm.. mungkin pemikiranku ini sempit yak, berasal dari otak yang malas untuk berusaha, tapi dari beberapa masalah yang dihadapi teman, entah kenapa aku berkesimpulan bahwa segala sesuatu itu memang sudah diatur sama Tuhan.
ada dua contohnya, dan menurutku sih memang begitu.

Sebut saja Adi. Adi seorang canvasser atau sales sebuah produk seluler yang ditempatkan di distributor A. secara bersamaan Ana, istrinya bekerja di distirbutor B yang tidak lain adalah saingan distributor A. Kala itu, salah satu petinggi di distributor B takut kalau Ana akan membocorkan rahasia perusahaan pada Adi, sehingga petinggi itu mendesak pihak seluler untuk memindahkan Adi ke bagian lain. akhirnya Adi dipindahkan ke bagian departmen Customer service yang nota bene ditempatkan di galeri, bukan di distributor A.

Ana sebenarnya kesal, karena ia menilai distributor B tidak profesional, namun Adi dengan sabar menyatakan bahwa ia siap dipindah jika manajemen pikir itu yang terbaik.
Adi akhirnya dipindahkan, dan sampai sekarang ia aman di posisi Team Leader customer services, sementara teman-temannya yang lain yang di canvasser penuh konflik karena supervisornya yang menyebalkan dan juga banyak program sales yang tidak jelas. akhirnya teman-teman canvasser Adi banyak yang mengundurkan diri, yang bertahanpun juga terpaksa karena tuntutan hidup.


kasus lain, terjadi pada Asih. Ia punya affair dengan teman kantornya yang bernama Tio. Yah, kalian pasti bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau punya affair dengan teman kantor, walaupun memang hubungan mereka tidak terlalu jauh namun tentunya kerja jadi tidak nyaman. saat sedang baik-baik saja, mungkin memang tidak ada masalah, namun saat sedang berantem. suasana hati jadi tidak menentu karena setiap hari ketemu dengan Tio.

Apalagi jika Tio memaki-maki tidak jelas, Asih jadi emosi dan tambah tersiksa karena harus menyembunyikan dengan teman-teman di sekeliling.
neraka yang sebenarnya (duh,bahasanya), ketika ingin mengakhiri affair itu. Sangat susah karena setiap hari bertemu, kontak sering terjadi dan perasaan akan jadi sangat sensitif karena keberadaan satu sama lain.

pernah sih aku bilang pada Asih, affair baru akan bisa diakhiri kalau salah satu dari kalian keluar dari perusahaan itu (sebenarnya pengalaman pribadi juga sih :P). tapi tentunya sulit karena masalah kebutuhan. hingga akhirnya pada suatu waktu. Asih cerita kalau Tio dapat kerjaan baru, dan yah keluar. no HP ganti, alamat pindah, Tio benar-benar menghilang, seakan dia menganggap Asih tidak ada.
Dan yah, hidup Asih sekarang lebih tenang dari dulu.

Hahaha... contoh yang ga relevan yak. Sebenarnya banyak contoh-contoh lain terutama dalam hidupku, maka dari itu aku menganggap bahwa Tuhan telah mengatur semuanya. bagi yang tidak percaya ya seterah, tetapi aku percaya bahwa takdir itu ada. Sekarang mungkin kita begini, namun besok siapa tahu berubah.
Tapi tetep dalam hal tertentu kita tetap berusaha, khusus yang berhubungan dengan cita-cita dan impian.
Namun dalam masalah tertentu, yang tidak bisa kita atur sendiri, hadapi sajalah. pasti akan ada jalan keluarnya.
Walaupun sakit, tapi yang jelas ada sebuah kebahagiaan dalam rasa sakit itu. hiiiii




Rabu, 01 April 2009

15.22.00

Baik, Nggak. Baik, Nggak. Baik atau Nggak, Sih?

Pikir-pikir, di dunia ini memang banyak hal yang tidak bisa dipandang dari satu sudut saja ya. Tidak semua hal salah, tidak pula semua hal sama benarnya. tidak semua hal jelek, tidak juga semua hal baik. dan percaya ga sih, kalau di dunia ini tidak ada sesuatu yang benar-benar baik. bahkan kangkung saja tidak selalu baik saat dimakan.

bingung?
sebenarnya topiknya sih gampang. masalah patokan kebaikan bagi sesuatu. Selain masalah kuantitatif, pikir-pikir soal kebaikan itu ga ada yang pasti. Bahkan kalaupun secara kuantitatif, banyak orang berpendapat bahwa 1 + 1 pun belum tentu 2. Nah loh...

Sebuah contoh. Misalnya Si A selingkuh. Awal-awalnya pasti banyak orang menghujat, karena selingkuh itu memang ga baik. patokan mereka untuk kebaikan pada hal ini adalah pada norma-norma, dan ini lebih merujuk pada sesuatu yang dipandang baik secara umum oleh masyarakat

Namun kelamaan, setelah selesai menghujat, kemungkinan (pasti ah) akan muncul kata seperti ini, "yah, Tapi wajar juga si A selingkuh, lha wong...".
Nah, semenjak saat itu patokan kebaikan menurut para gosipper itu sudah bergeser ke arah yang lebih individual, ke arah pribadi. ke masalah sebuah kewajaran sebuah hubungan rumah tangga, entah itu dalam hal perlakuan dsb.

Wkwkwkwk. maksud si mocca_chi apaan sih sebenarnya?
Hehehe... ribet. Intinya adalah sebenarnya, bagaimana kita bisa melapangkan dada untuk melihat sesuatu dari sudut pandang lain. ukuran dari sebuah kebaikan itu tidak kaku, apalagi dalam hidup ini memang tidak jelas patokan dari sebuah kebaikan itu sendiri bagaimana. apa iya, Undang-undang itu memang selalu mengandung hal yang baik? belum tentu sih.

Ukuran kebaikan itu fleksibel, menurutku sih. Tidak kaku ataupun konvensional. Ga tegak berdiri seperti tiang bendera di lapangan sekolah. tetapi seperti pohon yang meliuk-liuk di taman.
Bahkan percaya ga sih, kalau Tuhanpun sudah memberi tahu kita sejak awal. Buktinya kita punya dua mata, dua telinga, dua tangan, dua kaki dan serba dua bagian tubuh lagi yang lain. bukankah itu untuk menilai sesuatu dari dua sisi yang berbeda, dari kanan serta dari kiri.

kalau tidak begitu maksudnya, kenapa ada dua. kenapa tidak ada satu seperti mulut dan hidung? Eh, hidungpun lubangnya dua yak, kanan dan kiri. Tapi ah, anggap aja begitu. hiiiii




Selasa, 31 Maret 2009

08.39.00

Basa Basi Berbisa

"Kapan punya anak?" Indah bertanya pada Keke, sahabat lamanya yang bertemu tak sengaja di sebuah mall. seperti pertemuan tak sengaja pada umumnya, mereka sudah cipika-cipiki, ga seru dong kalau langsung capsus gitu saja. jadilah basa-basi itu keluar.

"Iya, belum dikasi nih sama Yang Diatas," jawab Keke dengan senyum. Suaminya sudah melempem di sebelahnya, bukan pada lama mereka basa basi atau cipika cipiki, tapi pada topik basa-basi yang diangkat Indah.

"Jangan lama-lama,lho. Tar keburu tiga puluh, susah ngelahirinnya," sambung Indah lagi.

Keke dan suaminya hanya tersenyum. padahal hati mereka panas. Iya, mereka sudah lama menikah, tapi belum dikaruniai anak.

Lain waktu, mereka ada acara keluarga. Maklum keluarga besar pada ngumpul, segala macam obrolan keluar. dan salah satunya,

"Kapan punya anaknya, Ke? Ibumu sudah mau nimang cucu, tuh!" tanya salah seorang keluarga dengan nada bercanda.

lagi-lagi Keke dan suaminya hanya tersenyum sambil menimpali dengan seadanya. Suasana menjadi tidak kondusif bagi mereka berdua, tetapi saudara yang bertanya tadi sama sekali tidak menyadari apa-apa, dia asyik berbasa-basi dengan keluarga lain.

saat Keke dan suaminya sudah pulang, Suaminya berkata.
"Kenapa ya, mereka selalu nanya begitu? padahal mereka sendiri tahu kalau anak itu datang dari Tuhan. Kalau memang kita yang nentuin, sudah dari dulu kita punya anak."

Keke hanya menanggapi dengan ringan. "Ah, sudahlah, Mas. Namanya juga mereka basa-basi, asal nyeplos!"

"Tapi kalau nyeplos kira-kira dong. ga sadar kalau topik itu sensitif bagi kita. Basa-basi berbisa!"

Keke hanya bisa menyabarkan suaminya.
yah, memang maksud orang cuma basa-basi, biar suasana jadi hangat dan ramai. namun, yang hangat bagi mereka belum tentu hangat bagi orang lain. Yang baik buat mereka, belum tentu baik bagi lawan bicaranya. Jadi... hahaha, hati-hatilah berbicara.




Selasa, 24 Maret 2009

15.32.00

Saat Harus Memilih


Kata orang, meraih lebih mudah daripada mempertahankan.

seperti mendaki sebuh gunung. Mencari sebuah puncak semenjak mendaki dari lembah, tujuan yang bulat dan tidak terpatahkan. rasa bangga yang pekat saat meraihnya, tapi tetap saja selalu ada puncak lain yang menarik untuk di kalahkan. dan saat itulah sebuah pilihan ditawarkan.

Sama halnya jika berbicara tentang, mencari lebih banyak hal baru atau memilih untuk mempertahankan hal lama yang sudah ada di sekitar.
Pilihan hanya dua, tetap berada di puncak atau mencari puncak lain? apapun pilihan, itulah tipe karakterisitik.

yang memilih mencari puncak lain,tidak akan pernah puas hanya dengan satu puncak lain. terus mencari puncak-puncak lain yang bertebaran, namun, akankah dia menjaga setiap puncak yang telah ia raih?

atau pilihan lain. berpuas diri dengan meraih satu puncak, namun tetap menjaga segala sesuatu yang ada di puncak itu. begitu banyak hal yang bisa dipelihara disana, daun kehidupan, bibit kenyamanan, rumput kebersamaan serta bunga masa depan.

tinggal pilih saja. semua ada konsekuensinya. jadi, jangan takut jika suatu saat berbalik ke puncak pertama.




About