Senin, 23 Februari 2009

09.08.00

Pertemuan vs Perpisahan

napa ya, selalu ada perpisahan setelah sebuah pertemuan. dan pikir-pikir, setiap hidup manusia memang diliputi dua hal itu saja (dilihat dari segi relationship loh). sekarang mau ketemu teman misalnya, selang dua jam tiga jamnya pasti pisah lagi. atau yang paling kecil sekalipun, sekarang aku ngetik, entar kebelet pipis, ngacir ke wc. nah pisah ama kompi, ketemu ama wc. lalu seterusnys.... *Stop ah biar ga keburu panjang.

Aku pernah mikir kek gini, sebuah perpisahan itu merupakan awal dari pertemuan, namun ga kebalik ya? ketemu dulu baru pisah. karena logika, klo ga ketemu ga akan ada pisah, tapi jika dibalik juga benar, ga akan ada namanya ketemu kalau ga pisah-pisah.

Wkwkwk, sebenarnya tujuan disini(sebelum basa-basinya keburu basi) untuk mengatakan bahwa sedang ada kesedihan dari sebuah perpisah. Pagi ini ketika menyapa seorang teman, si teman itu bilang lagi sedih karena teman kerja disampingnya bakal pindah kerja. Nyah, jadi keingat juga kejadian setahun lalu. aku jga ngalaminnya, teman kerja pindah, diriku nangis (dudud ya hehehe), dan ujung-ujungnya dia juga tetep pindah.

Setelah dia pindah, selain kesedihan yang jadi konsekuensi, ada hal lain juga yaitu PEKERJAAN. iya tahu, setahunan aku ngerangkap dua kerjaan namun gajinya sama saja. Tapi yah, hikmahnya kita bisa tahu bagaimana mengerjakan ini dan menyelesaikan itu.

Namun jika pikir-pikir, perubahan akan selalu ada, sepanjang kita sadar hal itu, maka kita akan selalu siaga jika suatu saat nanti kehilangan. namun yakin kok, selalu ada sesuatu yang akan menggantikan yang hilang itu, tinggal bersabar menunggu waktu aja.

Pengalaman setahun lalu itu juga bikin aku mikir, keknya pertemuan dan perpisahan itu hal yang wajar dalam hidup, karena toh semua terus berubah. tidak ada sesuatu yang kekal, selain perubahan itu sendiri. jadi yang sekarang ini sudah enak enakan karena bersama pacarnya, siap-siap saja kehilangan (manusia mati juga loh), atau yang punya teman baik, siap aja temannya pergi pindha rumah atau pindah ikut suaminya. dan yang terutama, kita sendiri bersiap juga untuk kehilangan nyawa.

Idih, omongannya ngawur ini wkwkwwk
tapi benar juga, selalu ada perpisahan setelah setelah pertemuan, jadi takut ketemu orang nih (hemm hemm hemm)

*Postingan ini buat Memi, yang merasa akan dapat kerjaan rangkap dan kehabisan cheat untuk cari duit. syukurin lu! :P

Jumat, 20 Februari 2009

15.29.00

Award... Award

Hari ini ditoyor sama seseorang, karena ga ngambil award. Bukan napa, kadang klo banyak kerjaan suka lupa banyak hal (ngelupain maksudnya) wkwkwk

tpi kali ini sedang lowong, pula otak buntuk, jadi saya mau ambil itu award (sebelum nama dihapus dari penganugrahan sana wkwkwk)

pertama:
Dikasi sama Mbak Fata yang sudah bermetamorfosis menjadi Fani Fredlina baru tahu si embak itu ulat dulunya wkwkwk.

dan ini dia awardnya:


Dari sini, ini award mu dikasi ke
1. Memi Imoet Mut
2. Kembali ke yang ngasih yaitu Mbak Fany tersayang
3. Ipank
4. Zener yang sering sok sibuk *upss


Selanjutnya yang kedua: dari seseorang mengaku bernama Ipanks, tah sapa nama aselinya, ga tahu, ga pernah nanya juga. oe Ipank nama aslimu siapa sih? wkwkwk


itu noh gambarnya, tapi si Ipank ngasi ga cuma-cuma, ada PRnya noh.

ada pertanyaan yang harus dijawab, apa ya? Hal gokil ama alasan ngeblog?
Buset bujubuneng, seingatnya daku kaga pernah gokil jadi orang, selalu saja nyebelin dan diketawain tapi belakangan sih suka ketawa-ketawa sendiri waktu nulis adegan romantis yang lucu (ga masuk keknya). aduh udah ah, ga ada bakat gokil ini. pas dulu ya :P

Kedua, alasan ngeblog:
awalnya dulu pernah bikin blog di multiply, cuman lama kelamaan malas mengelola, entah karena apa. lalu kemudian melihat si panah hujan punya blog di blogspot. setiap saat dia ngupdate blognya sekalipun dari warnet. dia semangat banget, padahal waktu itu saya mikir, apa sih enaknya ngeblog.

Lupa apa dia menjelaskan, yang jelas saya mencoba bikin. tujuannya memang pengen punya web sendiri, tempat naruh sesuatu walaupun ga mau mempublisitaskan diri sendiri dulu (belum waktunya). Akhir kata, blog dibikin, mulai update fitur dari petunjuk orang-orang (terutama memi, banyak bantuin ngehack). dan akhirnya tarararara... jadilah blog jelek ini.

nah sekian dulu, lalu mau ngasi siapa nih?
jawabannya adalah:
Mbak Fany tersayag

Memi Imoet Mut

nah bagi yang mau dan berkenan, silahkan diambil wkwkwk. dan vote dunk, enak ga tulisan blog eke sekarang ini? wkwkwk

Kamis, 19 Februari 2009

09.10.00

Hati-hati Penipuan!

Penipuan sekarang makin merajalela, dan ternyata bukan hanya teknologi yang makin canggih, penipuannya pun makin canggih.

pasti pernah kan mendapat sms dari sebuah nomer yang memberitahukan bahwa kita menang bonus dari operator seluler kita. Dududnya orang itu, itu orang iseng memakai nomer pribadi. Tidakah orang dudud itu mikir bahwa sebelum orang membaca smsnya, orang yang punya hape itu terlebih dahulu akan tahu bahwa sms itu dikirim oleh sebuah nomer pribadi, yang dududnya lagi (berlipat-lipat dudud wkwkwk), nomernya berbeda operator operator seluler kita. Jadi masak ya nomer Telkomsel misalnya, memberitahukan bahwa pelanggannya menang hadiah dengan nomer XL? (duh jadi promosi merk ini )

Nah yang ini baru lagi. Kejadiannya dialami ibu salah satu teman saya.
Belakangan kan marak undian sabun cuci atau detergen itu. Nah pada suatu hari, ada seorang aneh bawa motor yang melintas di depan rumahnya dan melemparkan sebuah bungkus detergen bubuk yang masih utuh. Setelah dibuka, ternyata di dalam sabun itu ada sebuah kupon undian yang bertuliskan:

Pelanggan yang terhormat, anda memenangkan sebuah hadiah, mobil bla bla bla dari PT %&*. Untuk klaim hadiah silahkan hubungi nomer +62xxxxxxxxxx, dan sebagai pajak undian silahkan mengirimkan uang sebesar 8 juta rupiah ke rekening xxxxxxxx. Hadiah anda akan dikirimkan ke alamat anda langsung


Pintar juga penipu jaman sekarang. hiiii


Senin, 16 Februari 2009

08.45.00

Sebuah Permen Warna Kuning Dalam Stoples Kaca Bertutup Merah

Sebuah permen berwarna kuning, sudah seharian berdiam di dalam stoples kaca bertutup merah. Bungkusnya yang plastic transparan tanpa merk, karena ia hanyalah produk rumah tangga yang dibuat dengan alat sederhana dari tangan seorang wanita tua yang penuh harap akan anak lelakinya yang menjelang masuk sekolah. Bentuknya bulat lonjong, mulus, beku sama sekali tidak meleleh. Hal terakhirlah yang paling ia syukuri, setidaknya bentuknya masih utuh, jika ia ingin mendapat surganya sendiri. Dan surganya adalah dimakan, karena untuk itulah ia dibuat.

Ia kesepian di dalam sana. Sendirian menghitung waktu. Seharusnya ia senang mungkin karena sendiri, jadi tidak akan ada kesempatan bagi anak lelaki yang menempatkannya si stoples itu untuk memilih permen lain untuk dimakan. Namun yang membuatnya cemas adalah, anak lelaki itu tidak kunjung datang untuk membawanya ke surga.
Maka, permen kuning tanpa nama itu terus menunggu dan menunggu.

Ia mengingat kisahnya sendiri. Berawal dari sebuah rumah tua di tepi kota, ia lahir disana. Setelah dikemas, ia dibawa ke tengkulak hingga akhirnya dipajang di stoples kaca lain di sebuah toko, bersama ratusan permen lain.

Kemarin sore, seorang anak laki-laki tampan bersenyum manis datang dan memandanginya dari jendela kaca. Anak itu melekatkan tangan di jendela, tenggorokannya naik turun tanda bahwa ia menginginkan permen itu untuk ia makan. Pemilik toko melihatnya, tumbuh rasa kasihan dalam hatinya pada anak itu, hingga ia mengambil sebuah permen dan memberikannya pada anak itu. Dan begitulah kisah awal permen kuning itu ada di saku anak laki-laki itu.

Sayangnya, anak itu tidak langsung memakannya. Ia ditempatkan di kantung kemejanya yang tergantung sepanjang malam hingga pagi tadi. Ketika Ibu sang anak laki-laki menemukannya, sang anak masih berkeras belum mau memakannya.

“Akan aku makan nanti malam, Ibu. Sebagai bekalku belajar.”

Begitu anak itu berkilah, dan akhirnya sang Ibu berkata sesuatu.
“Kalau begitu, kamu harus meletakannya di suatu tempat agar dia tidak mencair. Lihatlah, udara sangat panas pagi ini, matahari bersinar terang, langit cerah. Jika kamu meletakannya di saku, Ibu khwatir ia akan mencair dan jika sudah mencair kamu tidak akan bisa memakannya.”

Anak itu mengerti dan berpikir sejenak. “Aku tahu harus aku apakan Ibu. Aku akan meletakannya di sebuah stoples. Permen-permen di toko diletakan didalam benda itu hingga tahan dalam jangka waktu lama. Aku akan meletakan permen kuningku di dalam stoples.”

Maka disana permen kuning itu sekarang, selamat dari panasnya matahari setelah sang anak meletakannya dalam tempat yang aman.

“Harusnya kamu bersyukur, permen kuning!” ucap air yang ada di gelas di samping stoples. “Lihatlah aku, tadi pagi aku banyak, memenuhi gelas ini. Namun karena Kakak anak laki-laki itu tidak menutup gelasku, aku jadi menguap dan berkurang seperti ini. Aku malah khawatir, kalau kelamaan aku bakal habis, dan aku tidak akan bias menemukan surgaku sendiri di mulut manusia.”

Permen itu tercenung mendengar perkataan sang air. Ia sadar bahwa perkataan temannya itu benar, jika anak lelaki itu tidak meletakannya di dalam stoples, yakin ia akan mencair.

Permen itu tidak bicara apa-apa, ia menoleh ke langit di luar sana. Cahaya matahari tampak muram, mendung ternyata mulai menggelayut tanpa sepengetahuannya. Saat ia menoleh ke jam, rupanya sudah lewat tengah hari, dan harusnya anak laki-laki itu sudah pulang. Lalu kenapa derap langkahnya belum juga terdengar sampai saat ini?
Lalu hujan turun dengan derasnya. Petir menyambar di angkasa, angin berhembus kencang. Titik-titik hujan memukul-mukul permukaan kaca selama hampir satu jam, dan anak laki-laki itu belum juga pulang. Inilah masa-masa suram yang mencekam bagi sang permen warna kuning, badai.

Sekitar jam tiga siang, hujan reda. Syukur matahari kembali muncul dan akibat pembiasan cahaya di langit, permen kuning itu bias melihat lingkaran warna pelangi di belahan langit. Ia takjub melihatnya, terutama saat menyadari bahwa pelangi juga berisi warna kuning, merah, biru dan ohh… ternyata ia baru sadar, seluruh warna di dunia ada dalam lukisan agung itu. Oh, dia bisa melihat indahnya warna dunia dalam satu keajaiban.

Pelangi menghilang bersamaan dengan abisnya air hujan dan jam sudah menunjukan pukul empat. Tetapi, kemana anak laki-laki itu pergi? Kenapa ia belum pulang untuk memakan sang permen.

Lalu telpon di ruang keluarga berdering. Sang Ibu yang juga cemas buru-buru mengangkatnya, dan tak lama ia jatuh pingsan setelah memekik. Sang ayah datang menyelamatkannya, dan setelah sang Ibu siuman, mereka pergi ke suatu tempat yang sang permen tidak tahu apa itu.

Sore berlalu lagi, namun anak laki-laki itu belum juga pulang.

Kemanakah dia?

Lalu malam setelah sore itu, raungan tangis pecah dalam rumah bersamaan dengan datangnya sebujur tubuh kaku yang telah terbalut perban disana-sini. Mereka mengeluarknnya dari sebuah mobil bersirene dengan ranjang beroda, terbalut kain putih bersih dari ujung kaki sampai kepala.

Malangnya, tubuh itu ternyata adalah anak laki-laki yang membeli sang permen kuning pada suatu sore. Tubuh kecilnya tertabrak mobil saat mau menyebrang di depan toko dekat sekolah, katanya setelah itu ia tidak pernah sadar lagi.
Lalu bagaimana dengan sang permen warna kuning yang tetap berdiam aman di stoplesnya?
Ia sedih, sedih sekali. Ia kehilangan surganya, kehilangan pelindung sekaligus tujuan hidupnya.

Tapi ia tetap harus menjalani harinya yang aman, menunggu waktu sampai akhirnya ada anak lain yang datang untuk membawakannya surga. Namun sebelumnya, ia pasti akan melihat badai dan matahari lagi, kengerian dan kebahagian, seperti tujuan sang anak laki-laki yang tampan saat meletakan sang permen dalam stoples kaca bening.

Teruntuk Panah Hujan, dalam memperingati setahun kepergian sang anak laki-laki, pelindung dan penuntun hidup sang permen warna kuning. Tetaplah bersemangat untuk mencari surgamu, walaupun hujan dan badai menerpa, ataupun matahari cerah memberimu semangat.

Sabtu, 14 Februari 2009

12.09.00

Saya bayar Deh, Bu (Repost)

“Selamat pagi…. Bu Guru!”

Lula tersenyum geli, tiga puluh anak didiknya selalu menyuarakan sapaan itu setiap ia masuk ke kelas. Tidak pagi, tidak siang, mereka ini hanya tahu ‘selamat pagi, Bu Guru’.

Lula meletakan buku di meja bertaplak batik di pojok kanan. Sambil memperhatikan satu per satu murid-muridnya, ia melangkah ke tengah kelas.

“Berapa kali Ibu bilang, kalau sudah jam sebelas keatas, bilangnya selamat siang. Bukan selamat pagi,” kata Lula lembut sambil melirik jam dinding.

“Tapi, Bu,” sergah Dodi sambil berdiri. “Bu Nonik bilang kita harus selalu menganggap sepanjang hari itu pagi.”
Bu Nonik, sudah lama Lula mengkambinghitamkan guru kelas satu itu. Lula tahu kalau beliau seorang motivator MLM, senang berbicara dengan nada berapi-api, tetapi beliau salah sasaran. Belum saatnya anak-anak mengkonsumsi moto itu, walaupun Lula sadar maksudnya baik.

“Tetapi kalau sudah siang, ya siang, Dodi! Coba Dodi lihat, sekarang jam berapa?”

Dodi melirik jam, dengan polos menjawab. “Jam sebelas, Bu!”

“Sebentar lagi makan siang atau makan pagi?” goda Lula.

“Makan siang, Bu,” jawab Dodi kalem. Tetapi sesaat wajahnya kembali membandel. “Tetapi kan tadi kita makan pagi, Bu!”

Lula menyembunyikan tawa dengan menutup mulut. Muridnya yang satu ini memang tidak pernah mau kalah, bahkan terhadap Lula, gurunya sendiri. Suara Cekikikan lain juga datang dari bangku sebelah Dodi. Satya, salah satu murid Luna yang paling ajaib, blasteran Bali-Irian, dengan kulit seputih arang tertawa mengejek Dodi. Dodi melesatkan pandangan marah sambil duduk, mereka berdua memang musuh bebuyutan.

Lula berdeham sekali, menenangkan anak muridnya.

“Nah, Anak-anak. Kemarin Ibu Guru sudah menjelaskan pada kalian soal jenis-jenis nada dalam lagu. Sekarang Ibu Guru ingin kalian mengerjakan tugas di halaman 20, dari nomer satu sampai sepuuh!”

Dodi menunjuk tangan. “Ibu Guru, Dodi ngerjain lima soal saja, Bu, ya,” pintanya.

Anak-anak yang lain menoleh ke Dodi. Beberapa orang mengernyit.

Lula berjalan mendekat sambil menggeleng tegas. “Tidak, Dodi!”

“Kalau begitu, tujuh deh, Bu!” tawar Dodi lagi,
Lula mengulum senyum dan berhenti di depan meja Dodi, di deret paling pojok kanan. “Sepuluh!”

“Delapan, deh, Bu!”

“Tidak, Dodi!”

Anak itu kemudian merogoh sesuatu dari saku bajunya, tangan kirinya dilekatkan di samping mulutnya. Sambil berbisik-bisik kemudian ia berkata, “Delapan ya, Bu. Saya bayar deh, delapan ya!”

Lula tercengang melihat uang sepuluh ribuan keluar dari saku mungil anak kecil itu dan terulur ke arahnya. Dahinya mengernyit, beberapa saat ia menahan emosi, tetapi akhirnya tak kuat. Ia berbalik membelakangi murid-muridnya dan tertawa ngakak.

Jumat, 13 Februari 2009

16.23.00

Hadiah Valentine yang Tiba lebih cepat

Detik ini, jam 16.23 WITA. tiba sebuah paket di meja saya. sebuah paket berbungkus tas kertas warna merah, dikirim langsung dari sebuah alamat bertanda Ciumbuleuit. Nama pengirimnya Dewi.


Tahukah apa yang spesial? Bukan pada barangnya atau apanya, melainkan pada kepedulian seorang pada saya. Terharu? of course, tidak menyangka, ternyata ada yang seperhatian begitu pada saya.

Terimakasih kepada seorang Panah Hujan, kadonya sampai di tempatku.
Sebuah syal putih dan sweter ungu warna kesukaanku.
No word to show how much I appreciate it.

Untuk hadiahmu, tunggu tanggal 16 saja.

nah, teman-teman, apa hadiah yang kalian terima valentine kali ini?

Selasa, 10 Februari 2009

14.00.00

Perut Karet, Perut Dari Karetkah?

Capek mikirin blog yang ga bisa diganti layoutnya, plus tekanan pikiran yang entah apa, membuat saya jadi kalap. benar-benar, segala trik sudah dicoba, tetap tidak bisa, jadi daripada stres akhirnya pesan soto.

Dan upss... saking kalapnya, beli soto dengan nasi satu setengah porsi.
kemarin beli mie ayam juga satu setengah porsi.
abis biasanya sering kekurangan kalau cuma seporsi

btw, pernah juga waktu makan sama teman, saya dipesenin nasi porsi dia. dan amit-amit, dikit sekali. kek makanan kucing aj, nasinya cuman segenggam lebih dikit. Alhasil, balik balik saya kembali beli makan.

wkwkw, nyah, memang susah punya perut karet. Mungkin isinya memang karet mulu, elastis, cepat kempisnya dan tentunya cepat laparnya. hehee
09.03.00

Help Me, please

masih mengenai kerusakan rumah saya, jujur saya merasa semnagat untuk ngeblog rada berkurang. maklum, perasaan manusiawi. Saat saya menunjukan pada seorang teman, dia menyebut blog saya jadi tidak gitu bagus, walaupun memang sebenanrya ukuran bagus tidaknya sebuah blog tidak begitu tergantung pada layoutnya.

Namun, sekali lagi manusiawi. Saya lebih bersemangat ngeblog dengan theme yang lama. hiksss
 
ada yang tahu ga, kenapa setiap saya mau ganti lay out, akan muncul tulisan seperti ini

Maafkan kami, tapi kami tidak dapat menyelesaikan permintaan Anda.

Saat melaporkan galat ini ke Layanan Bantuan Blogger atau pada Kelompok Bantuan Blogger, jangan lupa:
Jelaskan apa yang Anda lakukan sebelum galat ini muncul.
Sediakan kode galat dan informasi tambahan berikut ini.
bX-tb1mru
Informasi tambahan
blogID: 2424563055340672149
host: www.blogger.com
uri: /html

Informasi ini akan membantu kami melacak masalah Anda dan menyelesaikannya. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
Cari bantuan

Lihat apakah orang lain memiliki masalah yang sama: Telusuri Grup Bantuan Blogger untuk bX-tb1mru
Apabila tidak ada hasil untuk penelusuran tersebut, Anda bisa memulai topik baru. Pastikan untuk menyebutkan bX-tb1mru di pesan Anda.


saya coba cari di bantuan itu, ternyata sudah ada beberapa orang sebelumnya yang juga mengalami masalah sama, dan saya belum melihat pemecahannya.
Apa mungkin karena saya dari dulu sering coba coba lay out ya?

Yang bisa bantuin, tolongin dong. please. hikss

Sabtu, 07 Februari 2009

12.02.00

Sesuatu terjadi dengan blog saya

Gara-gara dibandwidth, theme saya tidak bisa dipake.
Mau ganti malah muncul galat, jadi ga isa mengganti lagi.
mana hari sabtu lagi. jadi nyahh....
untuk beberapa saat ini blog akan hancur.
sayang banget...

Mana sedang sebal lagi, ya sudah,
blog saya, hiksss
jadi sedih

Selasa, 03 Februari 2009

09.16.00

Saat profil Andien mau diekspos

Andien berdiri di depan meja seorang anggota redaksi sebuah majalah. Ia menunggu dengan sabar, ketika wanita muda yang terlihat sangat sibuk itu masih belum mengacuhkannya.

Ia masih menunggu, sampai kemudian wanita itu menutup sebuah filenya, membenahi letak kaca mata dan akhirnya mendongak ke arahnya. Wanita itu tersenyum, sinar matanya bersemangat, walaupun nyata-nyata wajahnya tampak lelah.

"Nah, Andien. Sudahkah kamu bawa artikel wawancara kamu?"

Andien mengangguk, menyerahkan selembar kertas ke wanita itu.

"Potonya mana?" pinta wanita itu.

"Buat apa ya, Mbak?"

Wanita itu memandang Andien. "Untuk profil kamu,"

Andien bingung. "Kan saya hanya mengirim satu artikel, Mbak. Apa perlu sampai profil saya dibahas juga?"

Wanita itu mengangguk. "Kita mengharuskan semua yang mengirim artikel ke majalah kita untuk menyerahkan poto dan artikel profil, dan.." wanita itu melihat kembali kertas yang diserahkan Andien. "Nampaknya profil yang kamu serahkan ini masih agak.... kurang. Bisa kamu rubah lagi, kalau perlu dikarang dan dikembangkan lebih luas. Jadi biar kamu kelihatan lebih profesional!"

Andien menelan ludah. "Tapi, Mbak. Keadaan saya memang begitu, saya masih penulis pemula, bukan penulis profesional. Lagipula di majalah-majalah biasa, tidak pernah saya lihat ada profil penulis artikelnya, apalagi sampai diminta poto-poto."

Wanita itu mulai memandang Andien serius. "Tapi di majalah kita aturannya begitu, Andien. Memang ini majalah gratisan, tapi aturan redaksi setiap penulis diminta untuk menyerahkan poto dan hasil wawancara, jadi nanti akan dimuat di samping karya kamu."

"Kalau tidak harus, bisa, Mbak?"

Wanita itu menggeleng.

Andien menghela napas. "Maaf, Mbak. sebenarnya saya tidak terlalu suka diekspos, lagipula saya hanya penulis yang masih belajar. jadi..." Andien berpikir sejenak. Sejujurnya ia tidak suka diekspos begitu, tapi ia sudah kepalang basah, sudah terlanjur mengirim artikel dan kalau dibatalkan akan terasa tidak menyenangkan. Akan menimbulkan kesan buruk terhadap dirinya, dan jika dibiarkan, citra itu akan melekat selamanya.

Akhirnya Andien mengalah. "Iya, Mbak. saya akan revisi, nanti poto akan saya lampirkan!"

Wanita itu mengangguk.

Setelah berlalu dari meja itu Andien kembali berpikir. Berarti banyak orang akan melihat wajahnya di majalah,dan memikirkan itu membuat perutnya mulas. Bukan karena ia jelek, ataupun gendut dan semacamnya, tapi lebih pada masalah sifat. Ia lebih suka jika orang-orang hanya mengenal namanya saja, tidak usah wajahnya.

"Ribet juga ya kalau kita yang perlu," gumamnya lagi sambil memandang lembar kertas berisi profilnya. Memang bukan soal bayaran, ia iklas tidak dibayar, namun karena ia ingin tulisannya dibaca orang, jadi, sekarang ia masih harus mengalah. Padahal bisa saja kan mereka merevisi sendiri profilenya ini sesuai dengan format yang diperlukan. tapi..

"Ah, untuk mengawali sesuatu memang butuh pengorbanan!" putusnya akhirnya,namun sedikit keusilan, profilnya tidak akan dibesar-besarkan, karena ia memang masih kecil. dan soal poto, cari yang terkecil sajalah.


mungkin iya kali, untuk mengawali sesuatu itu membutuhkan pengorbanan yang besar. bukan hanya masalah materi, namun lebih ke arah emosional dan pribadi. Jadi, selama kita yang perlu, mengalahlah. namun jangan mau ditindas. oke...

ganbate ^ ^

About