Kamis, 27 November 2008

14.07.00

Nyawa Saya Tertinggal di Meja Customer Services BCA

Saya lesu. saya lemah. saya lemas

Dia cantik, teramat cantik.
dia manis, semanis madu di sarang tawon
dia pintar, teramat pintar
lidahnya tajam, setajam pisau raut
senyumnya terkembang
seperti kembang matahari memeluk bumi

tapi dia menusuk saya
tepat di relung
kesalahan saya

saya salah, iya saya salah
dan dia semakin menukik,
membuat saya makin terpejam
pada kesalahan saya

sekarang saya lemas
nyawa saya tertinggal
disana,
dimeja kepunyaannya

Selasa, 25 November 2008

15.21.00

As Usual

Even if I have closed, the page still opened.
One page, which you still be my friend, just my friend.
Not more, because you wouldn’t be.

A broken's book record
was added one as usual
Like before
With the far far away heart

Senin, 24 November 2008

12.18.00

Resensi Buku : Mandy, Misteri Wangi Bunga Magnolia

Judul : Mandy: Misteri wangi bunga Magnolia
Author : Kathryn Reiss
Penerbit : Kaifa
Tahun : 2005

Sebenarnya ini novel lama, yang saya dapat dari pinjaman. tetapi, ada segi khusus dalam novel ini yang membuat saya tertarik.

Kejadian berawal dari pindahnya keluarga Browne ke sebuah wilayah terpencil yang bernama Garnet, Massachusetts. Keanehan dimulai ketika Miranda menemukan sebuah rumah boneka antic yang merupakan duplikat rumah barunya. Lewat jendela-jendela kecil rumah boneka itu, ia bisa melihat kilasan peristiwa masa lalu yang terjadi di rumahnya.

Janji genre fantasy dan mistery di bagian belakangnya, ditambah hasutan dari seorang teman, membuat saya memaksakan diri untuk membaca novel ini di sela-sela kesibukan. Bab-bab awal memang sedikit membosankan karena nuansanya klise dan umum, namun ketika memasuki bagian romah boneka, cerita ini menjadi menarik.

Walaupun kurang begitu jelas mengenai penggambaran tentang proses penemuan sihir dari rumah boneka itu, namun ide yang sederhana ini patut diacungi jempol. Sama sekali tidak terpikir, bahwa kita bisa melihat sebuah adegan dari jendela rumah boneka, seperti halnya kita melihat melongok ke jendela dapur kita sendiri.
Sampai akhir cerita, memang ada kekuranglogisan dan karakter yang terlalu pintar sampai-sampai saya tidak mengerti bagaimana cara pikir si tokoh utama untuk memecahkan misteri rumah boneka itu. Ditambah sedikit pertanyaan yang muncul setelah selesai membaca.

Ketika Miranda, sang tokoh utama mengadakan sebuah penyelamatan terhadap Dorothy, salah seorang tokoh masa lalu yang pada masa sekarang, mayatnya diketemukan menjadi mumi di lantai loteng, dengan menaruh kunci loteng di lantai rumah boneka sehingga gadis kecil itu bisa keluar dari loteng sebelum terperangkap, hal itu menjadi kurang logis mengingat penulis sama sekali tidak menyertai sebuah penjelasan, bagaimana rumah boneka bisa menjadi mesin waktu untuk mentransfer kunci tersebut pada Dorothy.


Selain itu, ada hal fatal yang mungkin kurang diceritakan lebih mendalam. Jika sejarah dirubah, sudah tentu akan menimbulkan perubahan besar dalam masa kini. Dan dalam novel hanya disebutkan bahwa perubahan yang terjadi hanyalah pada ketiadaan kekuatan jahat yang mempengaruhi Ibu Miranda juga ingatan tentang mayat mumi yang diketemukan di loteng, jika Dorothy masih hidup, semestinya rumah itu tidak akan bisa jatuh ke keluarga Kremer yang mewarisinya dari ayah Dorothy, karena rumah itu pasti diwariskan pada anaknya, yaitu Dorothy. Dan jika begitu, maka keluarga Browne belum tentu bisa memiliki rumah itu.

Terlepas dari kekuranglogisan itu, namun unsur thriller membuat pembaca ketagihan. Keingintahuan Miranda dan Daniel untuk mengungkap misteri rumah boneka dan wangi bunga magnolia yang menghantui rumah. Penulis dengan pintar memberi petunjuk-petunjuk yang sekilas hanya sekedar catatan sejarah, namun ternyata setelah digabungkan dengan adegan yang dilihat Miranda di rumah boneka menjadi petunjuk vital untuk memecahkan misteri.

Penggambaran tentang kota Garnet juga menyenangkan, mengingatkan saya pada daerah-daerah pertanian di wilayah Skotlandia, dengan hutan-hutan pinus dan rumah-rumah di atas bukit.

Juga tentang catatan sejarah yang lengkap, yang menunjang kelogisan cerita secara umum. Dan akhirnya, rasanya novel ini memang benar.. bagus.





Sabtu, 22 November 2008

08.46.00

Punya Penyakit Apakah Saya?

Aneh, pola tidur yang aneh.
setelah mengamati beberapa waktu, akhirnya saya yakin bahwa pola tidur saya aneh.

Begini polanya.
kadang dalam satu jangka waktu itu, tidur saya cepat. terserah ada musik, ada suara teve nyala atau apapun, setelah baringin diri di kasur, maka tak lama setelahnya pasti langsung terlelap. terserah pula paginya minum kopi atau teh, tetep saja lelap. nah, kalau sudah begini paginya, waktu bangun saya pasti masih ngantuk. ampun deh...

pola kedua, setelah pola pertama selesai, maka pola tidur saya akan berubah drastis. saat ini saya mengalami insomnia, terserah jam berapa membaringkan diri, sebagaimana ngantuk dan capeknya, atau, terserah diri saya mengatur waktu tidur, ujung-ujungnya tetap susah tidur. seringkali baru bisa tidur melewati jam dua belasan, pernah sampai jam empat pagi dan itu sudah benar-benar frustasi.
saat pola begini, saya menghindarkan banyak suara, musik dimatikan, teve dimatikan, pikiran dijaga agar tidak kelayapan dan yang utama, mencegah meminum kopi ataupun teh pada pagi hari (entahlah, otakku sensitif banget sama kafein). tapi dari semua pertahanan itu, tetep saja intinya, kaga bisa tidur.

duh, kadang sebel kalau ngadapin pola kedua, dan sekarang, woaaaaa....... minggu ini saya sedang masa-masa itu.

Punya penyakit apakah saya ini? ada yang tahu?

Rabu, 19 November 2008

16.53.00

Kisah Tadi Malam

Saat saya melihatnya, kakinya masih sangat jauh dari air. Kasihan sih, tapi rasanya lebih baik membiarkan dia dengan keyakinannya. Jika itu menurutnya benar, bukan tidak mungkin memang itu yang akan terjadi.

Saya duduk lima meter di belakangnya, melihat punggungnya yang menghadap laut lepas, di kegelapan malam dan sapuan angin dingin. Mendengar musik, lalu jatuh dalam lamunan pribadi, cara efektif untuk mengusir sesuatu yang namanya kebosanan dalam menunggu.

“Mama, datang, Ma!”

Ia berbisik lagi, sedikit keras sampai terdengar. Saya menghela napas, merasa miris untuk ke sekian kalinya. Salah mungkin saya dulu mengajarkannya bahwa mencintai laut itu indah, walaupun sekarang ia mengartikannya dengan hal lain, Mamanya adalah laut karena abunya menjadi media terakhir sebelum ia lenyap.

Hingga sekarang ia masih menunggu hingga bibir ombak menyentuh kakinya, keyakinannya, bahwa jika begitu maka Mamanya juga pasti sedang merindukannya. Saya membiarkannya.

Sampai kemudian, saya merasakan kehadiran seseorang di sebelah kanan. Benar saja, seorang Bapak-bapak berjongkok di atas tulisan empat huruf saya. Saya mengernyit ngeri, apa tujuan Bapak ini menghampiri. Kembali terkejut pula, sebelah kiri jongkong pemuda lain, juga di belakang. Oh, tidak, mereka mengelilingi saya.

“Dik, itu temannya kenapa?” tanya Bapak itu.

Saya hanya nyengir. “Tidak apa-apa, hanya…”

“Nggak bunuh diri, kan, Mbak?!” sela pemuda di sebelah kiri, bahkan sebelum saya selesai menjawab.

“Semedi, ya?”

Kali ini yang di belakang, membuat saya lebih baik diam.

“Sepertinya dari tadi dia diam disitu,” ujar Bapak itu kembali.

Saya menggeleng. “Nggak, dia cuma sedang… hyah, biasalah!”

Tak ada padanan kata yang tepat untuk memberi alasan namun tanpa gembar-gembor, sahabat saya sedang merindukan Mamanya di depan sana, dan cukup hanya saya yang tahu. Toh juga, orang di samping kanan-kiri ini, atau yang di belakang, tidak akan bisa berbuat apa jika saja saya cerita. Jadi, buat apa panjang lebar bercerita.

Kerenyahan ombak pecah dan kembali ke laut, saya melihat sebuah gelombang cukup besar mendekat. Sedikit berharap juga, lelehan buihnya bisa mencapai kaki sahabat saya, setidaknya, saya ingin membuatnya merasa aman dan nyaman, walaupun keyakinanya belum tentu benar.

Oh, ternyata benar. Lelehan ombak bisa menyentuh kakinya, melewatinya hingga sampai sekitar stau meter di belakangnya. Saya tersenyum, akhirnya ia mendapatkan keinginanya.

Sahabat saya kemudian menunduk dan berjongkok, meraup air itu ke wajahnya.

“Ah, tasnya basah!” tunjuk pemuda sebelah kiri, membuat saya terpikir tentang barang elektroniknya yang mungkin saja kena imbas air.

Bukan materialistis, tapi realistis saja. Jika ponselnya kena air, mungkin bisa rusak dan itu artinya pengeluaran lagi. walaupun saya sama sekali tidak terlibat dengan pengeluarannya, tapi, saya tidak mau ia membuang uang untuk hal yang sebenarnya bisa ia jaga.

Saya bangkit, meninggalkan ketiga orang yang mungkin melongo.

Sahabat saya sudah hampir terduduk saat itu, tasnya terseret arus sampai batas tali selempangnya.

Saya memegang bahunya, lalu berusaha mengangkatnya, ternyata sulit karena ia menolak.

“Udah, cukup!” ujar saya tegas. “Udah kena air kan kakimu, sekarang kita pulang, aku kebelet pipis ini!”

Dia mau bangkit, akhirnya. Tasnya telah basah di bagian bawah saat saya raba. Sekali lagi ia terisak sedih, dan akhirnya mau saya seret ke pinggir.

Bapak-bapak dan orang-orang itu sudah menghilang entah kemana saat saya kembali. Terserahlah, toh ngeri juga dikerumuni tiga laki-laki tak dikenal itu.

“Pulang, yuk!” ajak saya.

Dia masih terisak, lalu menunduk di pasir. “Sebentar, aku mau buat karya seni dulu!” tolaknya, sambil menulis sesuatu di atas empat hurup tulisan saya.

Saya memandangnya tidak rela, ia membuat karya lain dengan merusak karya saya, dan oh, dia terus menulis. Panjang sekali, hampir sampai sepuluh meter kurang, menyentuh air dan saya bosan memandanginya karena yakin tidak bisa membaca.

“Oe, sudah, pulang, yuk!”

Akhirnya ia mau berhenti setelah air kembali menjilati kakinya. Dan hyah, kadang saya berpikir, jika saya menjadi dia, belum tentu saya berhasil seperti dia.

Jadi, selesai sudah kisah tadi malam.

di tengah kebosanan, 18 nop o8.
2.30 PM WITA



^ ^
08.57.00

Nonton James Bond, Bikin Ngantuk

Jangan tertipu judul!
berhubung saat menulis ini saya sedang ngantuk, maka saya ingin membagikan ke'ngantuk'an saya.

berawal dari batalnya nonton laskar pelangi (jangan kaget di Denpasar masih ada loh :P) akhirnya saya mengiyakan ajakan teman nonton seri terbaru dari james bond, judulnya apa ya, quantum of solace gitu.
nah, setelah setuju, saya kaget karena film yang dipesan itu jam sembilan malam. boo... bayangin pulang jam sebelas malam, duhh, berabe deh..

but, ndak enak batalin. ya sutralah, saya akhirnya ikut nonton. mumpung juga untuk ketemu seorang teman dari jerman (mau belajar bahasa inggris masalahnya heee).

jam setengah delapan sampai galeri 21, nunggu sampai jam sembilan dengan ngobrol sambil terkantuk-kantuk. saat teater dibuka, terhenyak (agak) mendapat tempat duduk nomer tiga dari depan. alhasil tuh, leher pasti sakit nanti karena mendongak kek ngeliatin jerapah. tapi...

hhmm....
dimulai dengan adegan menegangkan, kejar-kejaran mobil dengan seting entah mana, pokoknya ada jalan, pegunungan kapur, jurang dsb dengan sudut pengambilan gambar ekstrim hingga saya merasa saya sendiri yang akan tertabrak. Khas James Bond, banyak mobil hancur, jatuh atau meledak (sayang banget lihatnya, kalau nda dipake dikasi saya nape!),tembak-tembakan, hantaman mobil, orang mati (hmm.. rasanya film yang ini emang terkesan lebih sadis dari terdahulu).

setelah adegan itu, napas dikasi rehat sejenak, tak sampai lima menit, karena adegan tegang berikutnya. kejar-kejaran antara si james bond ama seorang pengawal yang berkhianat di lorong-lorong gelap, lalu ke arena pacuan kuda, pindah ke atap-atap rumah, hingga ke sebuah ruangan di dalam bangunan yang baru dibangun lengkap dengan segala peralatan dan kaca pecahnya.

Pokoknya, sepanjang film penonton tak hentinya disuguhi oleh adegan yang menghentak jantung dan mengundang pekikan. mungkin karena letak tempat duduk, setiap adegan saya memekik kaget. teman saya sebelah, yang notabene telah menonton mesem-mesem aja, mesem puas karena sebelumnya saya agak menganggap remeh ceritanya tentang ini film. haha... iye deh,

selain itu OSTnya keren banget. Terutama saat opening film setelah adegan kejar-kejaran yang pertama, dengan background gurun pasir, tari-tarian erotis yang hanya terlihat sebagai bayangan cewe-cewe seksi, juga gerakan-gerakan pasir-pasir yang sensual. hmm... pokoknya keren abis.

iyah, walaupun akhirnya saya pulang jam sebelas, sampe jam dua belas dengan memakai jas hujan karena hujan, ditambah terjatuh karena menginjak ujung jas yang kepanjangan itu hingga hampir membangunkan seisi rumah dengan klontengan helm dan derung motor, tapi tetep, seneng. apalagi, nomat boo.. cuma sepuluh ribu.

hyah, tapi sekarang, saya ngantuk booo
walaupun sudah ada secangkir kopi yang terpaksa saya minta ke OB untuk mengobati yawning-yawning sepanjang jam kerja ini.tapi hyah, sesuatu memang ada pengorbanannya.

huahemm.... sapa yang mau nemenin saya tidur ya... zzzzz



..

Senin, 17 November 2008

08.53.00

Mencari Ide itu....?

Apa-apa saja yang kamu lakukan untuk mencari ide?

saya mungkin punya cara teraneh, dan juga membahayakan. biasanya ide itu datang sendiri, rata-rata sih begitu. namun, kadang ide itu bisa langsung ngilang saat sudah mendekati kepala, gara-gara si otak penuh. Hahaha, yakin semua orang juga sering ngalamin begitu.

Hal pertama yang bikin saya dapat ide yaitu:
Dengerin curhat teman. hal ini efektif banget, disamping karena kita punya refrensi masalah dan konflik, kita juga bisa memposisikan diri seakan-akan kita sendiri yang menghadapinya. itu penting untuk memperkuat karakter dalam tokoh.

lalu, mengawasi gosip-gosip atau isi sekitar. pada jaman saya, setiap pulang kampung kadang ada berita baru yang diceritakan Ibu atau kakak ipar. berita ini biasanya seputar gosip dan berita heboh yang terjadi. kadang sih, saya tidak bisa langsung 'memakannya' mentah-mentah, yang penting sementara taruh di otak dulu, lagi-lagi untuk referensi.

seringkali mendapat ilham itu dari mimpi. Iyah, kadang sih mimpi itu aneh-aneh, tidak nyambung atau samar-samar. namun kadang yang saya manfaatkan adalah 'feel'nya. jika dalam kehidupan nyata saya tidak pernah di kejar-kejar orang misalnya, nah dalam mimpi saya bisa merasakan takut dan paniknya dikejar orang, apalagi jika ditambah kaki ga bisa jalan karena-karena tidur kita kakinya ketekuk.

pernah juga sekali dari ide karakter yang saya inginkan. saya ngotot ingin membuat karakter itu, lalu mulai merangkai alur lanjutan serta karakter-karakter pendukung yang kira-kira cocok dengan karakter tersebut.

Nah yang paling sering akibat dari kegemaran ngayal. mungkin karena sifat kali ya, saya suka ngayal dari umur belasan. dan disana, iya sih, tidak dapat ide, tapi lumayan untuk melatih imajinasi.

inti utama untuk dapat ide, mungkin kita harus menyisakan ruang kosong dalam otak. membiarkan imajinasi berlari-lari, menari, berjalan, menyeret-nyeret tokoh lain dan juga, tentunya menghadirkan sebuah adegan yang kadang layak untuk dijual. dalam kasus saya, parahnya hal itu baru dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu pada saat berkendara dan sebelum tidur.

Rawan kecelakaan sih sebenarnya untuk keadaan pertama, tapi syukurnya sampai saat ini baik-baik saja (semoga tetap baik-baik saja kekeke). dan untuk keadaan kedua, itulah sebabnya saya sering kena insomnia dadakan, tidak bisa tidur sampai jam 3 pagi dan akhirnya mendengus-dengus frustasi sambil mukulin kepala karena ga mau berhenti berpikir. tapi yah... semua kan ada resikonya, wkwkwkwkw




^ ^

Sabtu, 15 November 2008

12.58.00

Bagimu menulis itu Seperti Nasi?

Judul yang aneh, saya rasa.
Tapi kita bisa menganalogikannya seperti itu.

beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan seorang teman. Kami sama-sama suka menulis, dan saat itu kami sedang membahas soal tulisannya.

Tiba-tiba saya ingin tahu, seberapa besar arti menulis bagi hidupnya.
begini isi percakapannya

4:05:31 PM mocca_chi: menurutmu, menulis itu seperti apa bagimu?
4:05:44 PM mocca_chi: klo makanan, apa nasi, lauk, buah atau malah kerupuk?
4:05:49 PM ratih_vincent: hm?? jd mikir nih
4:06:00 PM ratih_vincent: nasi mungkin
4:06:19 PM ratih_vincent: skrg ak jd suka bgt nulis
4:06:26 PM ratih_vincent: kalau km?
4:07:24 PM mocca_chi: masi ragu ya?
4:07:27 PM mocca_chi: :))
4:07:30 PM mocca_chi: isi mungkinyya lagi
4:07:33 PM mocca_chi: hmm... nasi
4:07:36 PM mocca_chi: :P
4:07:51 PM ratih_vincent: hm...
4:08:16 PM ratih_vincent: dl kerupuk krn jrag n cm pas butuh aj
4:08:36 PM ratih_vincent: trus jd lauk n skrg jd nasi karn klu g nulis ak
bs bingung
4:11:15 PM ratih_vincent: mocha?
4:11:21 PM mocca_chi: iyee


Hmm.. percakapan yang sederhana, tapi saya merasakan maknanya dalam.
Menulis itu sudah seperti nasi, dan untuk menghindarkan diri dari menulis, itu sama artinya dengan menghindarkan nasi dari menu makanan. Susah minta ampun




^ ^

Kamis, 13 November 2008

14.02.00

Urbanisasi, Gaya Hidup?

Kehidupan

Dingin, brrr….

Baru balik dari kampung, semalam ada odalan di pura, pas purnama yang mendung. Akibatnya sekarang, kedinginan, ngantuk, lemes dan malas ngapa-ngapain. Tapi hyah, entah mengapa rasanya sedikit lega.

Pulang kampung, biasanya sih cuman saat sabtu. Pulang kerja, sore langsung pulang. Menghabiskan waktu di rumah sampai minggu sore dan menjelang malam balik lagi ke Denpasar. Dua minggu sekali, dua kali sebulan.

Belakangan saya berpikir, dengan ritme hidup begini, rumah jadi terasa hanya singgahan. Kehidupan yang sebenarnya adalah di kost, bekerja, mengejar mimpi, bergaul dengan teman, menangis, marah, sedih dan juga kelaparan. Kebanyakan para pendatang yang mengadu nasib di Denpasar begitu, makanya jangan heran kalau pas hari raya besar, kota yang ramai itu berubah, sepi, drastic.

Fenomena ini, menyebabkan saya berpikir. Seperti juga salah seorang sepupu saya, urbanisasi ke kota bisa membuat kehidupan menjadi lebih berwarna. Ketimbang di rumah (rumah saya desa soalnya), kehidupan disini jauh lebih berwarna. Ya iyalah, namanya juga kota gitu loh. Namun jauh lebih berarti dibanding berwarni dalam arti sebenarnya, ada lebih banyak hal yang bisa diraih.

Jika kehidupan di desa hanya berliku pada soal bangun pagi, masak, makan, jadi baby sitter sampai sore, masak lagi, makan, lalu tidur (bahkan jam 8 malam sudah tidur). Hiburannya hanya teve dan si anak kecil sebelah yang lucu itu.
Oke, bayangkan, apa yang didapat dari kehidupan macam itu?

Nah, karena itu, saya rela meninggalkan sebuah pekerjaan yang denger-denger gajinya enak di seputaran Ubud sana, hanya untuk mencari sebuah kehidupan yang berwarna. Konsekuensi, pulang jarang, ketemu ponakan yang lucu itu jarang (tapi tetep diinget loh, karena pulang selalu bawa oleh-oleh), dan mungkin juga jadi merasa bahwa rumah itu menjadi sedikit asing dalam jiwa. Halah…


Jadi, jangan salahkan urbanisasi. Sepanjang pelakunya tahu apa yang harus dikerjakan di kota sana, daripada diam di rumah, dengan hidup monoton atau malah nanti dinikahkan muda-muda ( wakakka). Lagipula, hmm... Itu sarana untuk seseorang dalam mengapresiasikan hidup, mungkin sebuah gaya untuk meningkatkan kualitas diri.Dan juga, huahaa... menambah kecengan. upss



;;)

Selasa, 11 November 2008

13.24.00

Sebuah Hal Tentang Rasi Orion di Langit

“Eh, kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa bintang-bintang sangat bagus jika dilihat dari sini?” gumam Rani, dengan sangat rileks mendongak sambil menggoyangkan kaki.

Wedha membuka mata, melihat bintang yang dimaksud. Sebuah gugusan bintang, dengan beberapa bintang besar terletak di garis yang menyilang dan membentuk hurup X.

“Itu namanya rasi bintang Orion, “jawab Wedha.

“Sok tahu kamu!” ejek Rani.

Wedha membalas. “Enak aja. Aku, kan, juga suka baca tentang astronomi!”

Rani melirik curiga. Entah terhadap apa, namun kemudian ia tertawa sendiri.

“Kenapa?”

Rani menggeleng. “Tidak apa-apa. Hanya saja kamu itu begitu aneh, kadang terkesan misterius.”

Wedha melongo dibilang misterius. “Maksudnya?”

Sambil menggeleng enteng Rani menanggapi. “Kamu begitu penuh kejutan, entah apa saja isi otakmu itu!” kata Rani sambil menjitak kepala Wedha.
Wedha berusaha menghindarkan kepalanya, tapi tidak sungguh-sungguh.

“Eh, ya, Mbak. Mau kuceritakan sebuah mitologi tentang rasi bintang itu?”
Rani mengernyit, namun Wedha mengartikannya dengan kata ‘iya’. Maka remaja itu akhirnya bercerita.

“Ini kisah tentang perseteruan abadi antara dua makhluk, yang menyangkut pada bintang itu,” Wedha menunjuk rasi bintang Orion. “Menurut mitologi Yunani, ada seorang pemburu yang gagah perkasa bernama Orion. Ia seorang yang hebat, dan karena hebatnya membuat ia menjadi sombong. Nah, suatu waktu ia bepergian ke sebuah pulau yang bernama Pulau Kreta dan menghabiskan waktunya disana dengan berburu, ditemani oleh Dewi Artemis dan Leto.”

Rani tertawa dengan sebelah alis terangkat melihat gaya Wedha bercerita.
“Sang pemburu sangat percaya diri akan kemampuan berburunya dan yakin bahwa ia mampu mengalahkan dan membunuh segala macam makhluk buas yang ada di muka Bumi.”

“Segala macam makhluk buas? Dia bisa membunuhku?” ujar Rani bergurau.

Wedha tertawa sesaat, kemudian melanjutkan. “Hyah, namanya juga orang sombong. Nah, mendengar hal itu, Dewi Bumi, entah siapa namanya, kalau tidak salah Dewi Gaia. Iya, Dewi Gaiya pun marah dan sengaja melepaskan seekor kalajengking raksasa, namanya Scorpius, untuk mengalahkan Orion. Setelah perkelahian sengit, akhirnya Scorpius berhasil membunuh Orion dengan sengatan capitnya.”

“Lalu hal yang menarik di bagian mana?”

Wedha tersenyum. “Nah, sebagai pelajaran untuk manusia agar tidak berlaku sombong di atas muka Bumi, dan juga atas permintaan Artemis dan Leto, Dewa Zeus menempatkan dua makhluk ini di langit sebagai sebuah kenangan atas apa yang telah terjadi.”
Rani hanya bergumam sesaat. Wedhapun melanjutkan.

“Tetapi letak mereka berdua berjauhan, malah bersebrangan. Saat rasi Scorpius hendak muncul, rasi Orion pun perlahan mulai tenggelam di kaki langit seberangnya. Konon sengaja ditempatkan demikian untuk menghindari pertarungan lebih lanjut antara keduanya. Nah, karena itu, jadi selama langit itu ada, perseteruan itu akan tetap ada. Nah, karena langit abadi, jadi perselisihan itu juga abadi!”

Rani menggeleng dan mendengus enteng. Ia melambaikan tangan. “Sudahlah, jangan mendongeng macam-macam begitu. Itu membuatku berpikir kalau Lasbauga Ingai masih punya musuh yang abadi, seperti air sama api saja!”

Wedha hanya tertawa.

“Ini sudah malam. Lebih baik kamu tidur!” ujar Rani, ketika melihat Wedha menggeleng akhirnya ia melangkah meninggalkan gazebo.

Wedha memandanginya hingga menghilang, sekali menoleh ke rasi bintang di langit.

“Permusuhan yang abadi…” gumamnya, “Mungkin itu ide baik, seperti Orion dan Scorpio,” lanjutnya geli.

Ia lalu melangkah ke arah klinik, meninggalkan gelombang yang pecah



:p

About