Kamis, 28 Agustus 2014

09.27.00

Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya (Review)

Okay, ini kelanjutan dari postingan tentang novel yang sama terdahulu. Singkat kata, dengan perjuangan yang pendek, saya mendapatkan buku ini. Caranya? Minta sama penulisnya (modal gratisan doang hahahha).


Secara garis besar, konsep dari novel ini yang membuatnya unik. Berlembar-lembar surat untuk seseorang yang mempunyai hubungan masa lalu dengan si penulis surat, jelas sekali si penulis ingin memberikan kejutan seolah-olah kitalah yang menerima surat itu, kita yang berperan sebagai Tuan Alien, sosok yang hingga akhir terus membuat saya penasaran. sepertinya konsep inilah yang mungkin membuat para dewan juri lomba meloloskannya sebagai salah satu pemenang unggulan sayembara ini.

Lalu menilik lebih ke dalam,  sudah lama memang saya menyukai gaya si micel bercerita. Bagaimana dia menyusun kata, menempatkannya dalam kalimat dan terus mengembangkannya menjadi paragraf demi paragraf yang rapi dan indah. Walaupun ciri khasnya yang dulu tetap ada, membuat kalimat yang benar-benar padat dan sesekali membuat bosan (wuahemmmm).

Mengenai isi cerita, sebenarnya saya agak kecewa ya. karena pada dasarnya seorang pembaca merindukan adegan-adegan penuh kejutan dan mengundang tangis atau tawa. Kesan saya selama membaca halaman demi halaman terasa datar.  Terlalu banyak cerita mengenai si penulis surat, mengenai latar belakangnya, kegiatan-kegiatannya yang menjemukan, hubungannya dengan orang-orang di sekitar dan bahkan ada cerita mengenai pekerjaannya yang meliput kejadian tahun 1998. Ah, saya melewatinya karena tujuan utama saya adalah untuk mengetahui bagaimana kelanjutan cerita antara si penulis surat dengan Tuan alien. tetapi ini juga enggak ada sampai akhir (kecele deh)

Tetapi ada yang membuat saya geli. Saya seakan-akan membaca kisah hidup si penulis sendiri, yang banyak sekali menitipkan carikan-carikan memorinya pada tokoh utama novelnya. Tentang latar belakang keluarga namun sudah banyak dimanipulasi, tentang hubungan si tokoh utama dengan Tuan alien (Hey, saya ingat sesuatu tentang 'saudara sepupu' mu!), lalu masa kecilnya, dan juga pemikiran-pemikiran yang imajinatif dan penuh rekayasa. Rupanya posisi saya ketika ombak menyentuh kakimu di pantai Sanur tergantikan oleh sosok gadis berliontin naga itu. Suer, saya ngakak baca bagian ini, bagaimana kamu memasukan mentah-mentah ide konyolmu itu ke dalam novel, mungkin hendak membuat semacam paradigma baru yang bisa dicontek oleh orang-orang dengan kasus yang sama.

Namun terlepas dari beberapa point dalam novel ini saya membuat saya kecewa (termasuk endingnya), menyukai novel ini harus dari sisi sastranya. Penulisannya yang apik dan rapi, benar-benar rapi. Tentu saja, tidak mungkin redaktur koran nasional menerima tulisan yang tidak tertata dan amburadul. Idenya juga sederhana, saya rasa dia mengambil riset dari orang terdekatnya yang pergi dengan cara yang sama. Tentang seseorang dengan penyakit kanker, yang pada akhir hidupnya lebih cenderung memiliki menderita oleh penyakit mental dibandingkan menderita karena penyakitnya sendiri.

Saya tidak mau memberikan skala bintang deh untuk novel ini karena itu tidak bisa mewakili. Saya beri kecupan yang tidak sampai saja deh sebagai ganti pelukan yang hilang oleh jarak. Selamat berkarya buat Micel.




About