Tentang Dua Ekor Anak Burung
"Terbangnya jangan terlalu tinggi ya, Nak. Tar ketinggian jatuhnya sakit banget!" Kata seekor burung kepada anaknya yang bertengger di dahan.
Burung kecil itu baru akan belajar terbang. Ia menyeringai ngeri mendengar suara Ibunya, sembari setengah matanya melirik ke bawah dengan takut.
"Ibu, aku tidak jadi saja ya belajarnya. Aku takut jatuh nanti," sahut anak burung kecil itu sambil melangkah mundur ke arah sarangnya dengan gugup.
Ibunya menyentuh bahunya dengan sebelah sayap, "Lalu kapan kamu mau belajar?" tanyanya pelan.
"Nanti kalau sudah sedikit besar saja, Bu. Jadi sayapku sudah kuat dan tidak akan capek kalau belajar terbang!"
Ibunya mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kamu diam di rumah saja dulu, Ibu akan cari makan. Nanti kalau sayapmu sudah cukup besar, baru kamu belajar terbang!"
Di dahan berbeda di tengah hutan, ibu dan anak burung lain juga sedang melakukan hal yang sama. Anak burung yang itu sedang berdiri di dahan depan sarang mereka, dadanya tegap, pandangannya lantang menantang bumi.
"Anakku, terbanglah yang tinggi! Jangkaulah angkasa raya dan tunjukan pada mereka yang dibawah ini bahwa kamu adalah anak ibu yang perkasa!" kata Ibunya mantaf.
Anak burung itu mengangguk. "Baik Ibu! Tapi kalau aku capek dan jatuh bagaimana?"
Ibunya tersenyum. "Tenanglah, Nak! Banyak pohon yang bisa kamu hinggapi dengan sisa tenagamu. Lagipula kamu jangan lupa, jatuh itu tanda belajar sudah belajar, dan ada Ibu yang akan menangkapmu kalau kamu jatuh!"
Anak burung itupun melangkah mantap dan mengepakan sayapnya.
******
Setahun kemudian. Seekor anak burung meloncat-loncat ketakutan di atas sarangnya, setengah kakinya sudah menyentuh dahan tempat sarangnya melekat namun sebelahnya lagi menolak untuk beranjak. Badannya kurus, bulu-bulunya pucat tidak pernah tersentuh matahari. Ia kelaparan, Ibunya belum pulang sejak seminggu yang lalu untuk membawakan makanan. Suara angin mengatakan bahwa Ibunya tertembak di tepi hutan oleh pemburu dan kini terhidang di piring para backpaper keesokan harinya.
Sementara di sudut angkasa yang berbeda, seekor anak burung lain melesat di dengan cepat. Sayapnya yang lebar terkepak sekali ketika kakinya yang kekar menyambar seekor tikus tanah yang lari menuju lubangnya. Tetapi tikus itu terlambat, kakinya sudah setengah meter di atas tanah ketika melayang di atas lubangnya, dan ia berakhir di perut anak burung itu.
The end
*****
Burung kecil itu baru akan belajar terbang. Ia menyeringai ngeri mendengar suara Ibunya, sembari setengah matanya melirik ke bawah dengan takut.
"Ibu, aku tidak jadi saja ya belajarnya. Aku takut jatuh nanti," sahut anak burung kecil itu sambil melangkah mundur ke arah sarangnya dengan gugup.
Ibunya menyentuh bahunya dengan sebelah sayap, "Lalu kapan kamu mau belajar?" tanyanya pelan.
"Nanti kalau sudah sedikit besar saja, Bu. Jadi sayapku sudah kuat dan tidak akan capek kalau belajar terbang!"
Ibunya mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kamu diam di rumah saja dulu, Ibu akan cari makan. Nanti kalau sayapmu sudah cukup besar, baru kamu belajar terbang!"
Di dahan berbeda di tengah hutan, ibu dan anak burung lain juga sedang melakukan hal yang sama. Anak burung yang itu sedang berdiri di dahan depan sarang mereka, dadanya tegap, pandangannya lantang menantang bumi.
"Anakku, terbanglah yang tinggi! Jangkaulah angkasa raya dan tunjukan pada mereka yang dibawah ini bahwa kamu adalah anak ibu yang perkasa!" kata Ibunya mantaf.
Anak burung itu mengangguk. "Baik Ibu! Tapi kalau aku capek dan jatuh bagaimana?"
Ibunya tersenyum. "Tenanglah, Nak! Banyak pohon yang bisa kamu hinggapi dengan sisa tenagamu. Lagipula kamu jangan lupa, jatuh itu tanda belajar sudah belajar, dan ada Ibu yang akan menangkapmu kalau kamu jatuh!"
Anak burung itupun melangkah mantap dan mengepakan sayapnya.
******
Setahun kemudian. Seekor anak burung meloncat-loncat ketakutan di atas sarangnya, setengah kakinya sudah menyentuh dahan tempat sarangnya melekat namun sebelahnya lagi menolak untuk beranjak. Badannya kurus, bulu-bulunya pucat tidak pernah tersentuh matahari. Ia kelaparan, Ibunya belum pulang sejak seminggu yang lalu untuk membawakan makanan. Suara angin mengatakan bahwa Ibunya tertembak di tepi hutan oleh pemburu dan kini terhidang di piring para backpaper keesokan harinya.
Sementara di sudut angkasa yang berbeda, seekor anak burung lain melesat di dengan cepat. Sayapnya yang lebar terkepak sekali ketika kakinya yang kekar menyambar seekor tikus tanah yang lari menuju lubangnya. Tetapi tikus itu terlambat, kakinya sudah setengah meter di atas tanah ketika melayang di atas lubangnya, dan ia berakhir di perut anak burung itu.
The end
*****
hiks..sedih ceritanya. henny ngerti kok maksud dari cerita ini. nice story dan bagus untuk dijadikan renungan :)
BalasHapushwehehhe..tumben henny bisa jadi yang pertama komen disini
BalasHapusmochiiiiiiiiiiiiiiiii
BalasHapusceritanya bagus...
BalasHapusgua sebagai idolamu meninggalkan jejak saja yaaa...
cerita yg bagus. sarat akan pesan.
BalasHapuskali ini tentang burung tapi tetep aja endingnya tentang kematian... -_-
BalasHapustapi....
BalasHapuscerita yg bagus. sarat akan pesan.
*koq aku ngerasa aku nyontek komen ya???*
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang
BalasHapus‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllllllllllllll
doooooooooooh makin manstaaaaaabbbsss aja daaah
BalasHapusburung kurusnya kaya chidudz ga???
BalasHapuskt te2h chidudz kuyus pisan, tp ga sia² tika krm stok yg manis² dr bandung yah :p
Nice story... Aku juga pengen jadi burung elang :P
BalasHapusNchi, tau ga obat pegel itu apa?
loh
BalasHapuskok sari malah nanya obat pegel?emang chidud tukang pijat yak? hihihihi
wow
BalasHapuscerita yang bagus, sarat akan pesan
*eh iya, spt komeng siapa ya...kok sama*
Jangan berhenti belajar
BalasHapusjangan takut melakukan kesalahan
jangan ragu-ragu
Suatu pelajaran :
BalasHapusJanganlah takut untuk belajar
kegagalan, rasa sakit itu akan menjadikan kita lebih pintar
jangan pernah takut untuk belajar
BalasHapusseperti attayaya belajar
hajarrrr terussss
kalo salah ntar diperbaiki
ilustrasi yang sangat bagus
BalasHapusbelajar terus jangan takut gagal
Wah...ceritanya mendalam banget ni mbak...
BalasHapusSebuah ilustrasi yang bagus...
Hmmm, bagaikan manusia yang berbeda nasib...
gagal aku mah udah biasa
BalasHapustp kok bikin aku tambah kuat ya??hehehe
no pain no gain, ya Moc?
BalasHapustakut sakit sedikit, akhirnya sakit lebih banyak dan berkelanjutan...
:). hanya bisa tersenyum saja.
BalasHapusmakanya orang yang suka berburu burung pastilah mendapat azab dan balasan yang sangat menyakitkan
BalasHapusem kaming ...
BalasHapusceritana kerenn nchi ...
BalasHapusgak sekedar cerita , bagus buat perenungan ...
BalasHapusaku datang lagiiiiii
BalasHapusayem kaming
Kau memang seorang pendongeng, ah. Hahaha. :)
BalasHapusPantas aja namanya Kugy. Kecil pulak. :p
bagus nchi, cerita ini bisa jadi pembelajaran looohhh.... hwekekekekekekek
BalasHapusAku suka baca kisahnya...
BalasHapuskamu emang serba bisa chi. Sukses buat kamu selalu.
Kisah yang sarat akan perenungan..
BalasHapus