Baik, Nggak. Baik, Nggak. Baik atau Nggak, Sih?
Pikir-pikir, di dunia ini memang banyak hal yang tidak bisa dipandang dari satu sudut saja ya. Tidak semua hal salah, tidak pula semua hal sama benarnya. tidak semua hal jelek, tidak juga semua hal baik. dan percaya ga sih, kalau di dunia ini tidak ada sesuatu yang benar-benar baik. bahkan kangkung saja tidak selalu baik saat dimakan.
bingung?
sebenarnya topiknya sih gampang. masalah patokan kebaikan bagi sesuatu. Selain masalah kuantitatif, pikir-pikir soal kebaikan itu ga ada yang pasti. Bahkan kalaupun secara kuantitatif, banyak orang berpendapat bahwa 1 + 1 pun belum tentu 2. Nah loh...
Sebuah contoh. Misalnya Si A selingkuh. Awal-awalnya pasti banyak orang menghujat, karena selingkuh itu memang ga baik. patokan mereka untuk kebaikan pada hal ini adalah pada norma-norma, dan ini lebih merujuk pada sesuatu yang dipandang baik secara umum oleh masyarakat
Namun kelamaan, setelah selesai menghujat, kemungkinan (pasti ah) akan muncul kata seperti ini, "yah, Tapi wajar juga si A selingkuh, lha wong...".
Nah, semenjak saat itu patokan kebaikan menurut para gosipper itu sudah bergeser ke arah yang lebih individual, ke arah pribadi. ke masalah sebuah kewajaran sebuah hubungan rumah tangga, entah itu dalam hal perlakuan dsb.
Wkwkwkwk. maksud si mocca_chi apaan sih sebenarnya?
Hehehe... ribet. Intinya adalah sebenarnya, bagaimana kita bisa melapangkan dada untuk melihat sesuatu dari sudut pandang lain. ukuran dari sebuah kebaikan itu tidak kaku, apalagi dalam hidup ini memang tidak jelas patokan dari sebuah kebaikan itu sendiri bagaimana. apa iya, Undang-undang itu memang selalu mengandung hal yang baik? belum tentu sih.
Ukuran kebaikan itu fleksibel, menurutku sih. Tidak kaku ataupun konvensional. Ga tegak berdiri seperti tiang bendera di lapangan sekolah. tetapi seperti pohon yang meliuk-liuk di taman.
Bahkan percaya ga sih, kalau Tuhanpun sudah memberi tahu kita sejak awal. Buktinya kita punya dua mata, dua telinga, dua tangan, dua kaki dan serba dua bagian tubuh lagi yang lain. bukankah itu untuk menilai sesuatu dari dua sisi yang berbeda, dari kanan serta dari kiri.
kalau tidak begitu maksudnya, kenapa ada dua. kenapa tidak ada satu seperti mulut dan hidung? Eh, hidungpun lubangnya dua yak, kanan dan kiri. Tapi ah, anggap aja begitu. hiiiii
bingung?
sebenarnya topiknya sih gampang. masalah patokan kebaikan bagi sesuatu. Selain masalah kuantitatif, pikir-pikir soal kebaikan itu ga ada yang pasti. Bahkan kalaupun secara kuantitatif, banyak orang berpendapat bahwa 1 + 1 pun belum tentu 2. Nah loh...
Sebuah contoh. Misalnya Si A selingkuh. Awal-awalnya pasti banyak orang menghujat, karena selingkuh itu memang ga baik. patokan mereka untuk kebaikan pada hal ini adalah pada norma-norma, dan ini lebih merujuk pada sesuatu yang dipandang baik secara umum oleh masyarakat
Namun kelamaan, setelah selesai menghujat, kemungkinan (pasti ah) akan muncul kata seperti ini, "yah, Tapi wajar juga si A selingkuh, lha wong...".
Nah, semenjak saat itu patokan kebaikan menurut para gosipper itu sudah bergeser ke arah yang lebih individual, ke arah pribadi. ke masalah sebuah kewajaran sebuah hubungan rumah tangga, entah itu dalam hal perlakuan dsb.
Wkwkwkwk. maksud si mocca_chi apaan sih sebenarnya?
Hehehe... ribet. Intinya adalah sebenarnya, bagaimana kita bisa melapangkan dada untuk melihat sesuatu dari sudut pandang lain. ukuran dari sebuah kebaikan itu tidak kaku, apalagi dalam hidup ini memang tidak jelas patokan dari sebuah kebaikan itu sendiri bagaimana. apa iya, Undang-undang itu memang selalu mengandung hal yang baik? belum tentu sih.
Ukuran kebaikan itu fleksibel, menurutku sih. Tidak kaku ataupun konvensional. Ga tegak berdiri seperti tiang bendera di lapangan sekolah. tetapi seperti pohon yang meliuk-liuk di taman.
Bahkan percaya ga sih, kalau Tuhanpun sudah memberi tahu kita sejak awal. Buktinya kita punya dua mata, dua telinga, dua tangan, dua kaki dan serba dua bagian tubuh lagi yang lain. bukankah itu untuk menilai sesuatu dari dua sisi yang berbeda, dari kanan serta dari kiri.
kalau tidak begitu maksudnya, kenapa ada dua. kenapa tidak ada satu seperti mulut dan hidung? Eh, hidungpun lubangnya dua yak, kanan dan kiri. Tapi ah, anggap aja begitu. hiiiii
baik dan buruk, bener dan salah, kanan dan kiri, pro dan kontra, dan juga cewek dan cowok....
BalasHapusselalu ajah begitu didunia ini ada 2 sisi yang gak bisa dipisahin..... hehehehehehe
kalau cewek doank kan gak asyik... nah kalau cowok doank juga gak asyik ntu.... jiyaaaahhhh mulai gak nyambung niy.....
dalam dunia ini emang semuanya dua jenk cowok-cewek..*kecuali banci nggak masuk itungan** kanan kiri, atas bawah, orang-dedemit, surga-neraka, kamu-aku, kucing-lucu, anjing galak, jiyyahhhahhh...
BalasHapusBtw. PERTAMAX bukan?
hidup ini emang dua sisi koq, kanan-kiri, atas-bawah, manusia-dedemit, kucing-lucu, anjing-galak, saya-ganteng, jiyyyaahhahahhh..semua mesti kudu bersebereangan koq. Manusiawi dan wajar hohoho...
BalasHapusitulah nikmat terindahNya; berpasangan.
BalasHapusbiar kata masuk surga tapi klo cuman sendirian kan ga seru.
susahnya byk org yg gak bisa lapang dada ya. maunya melihat dari sudut pandang sendiri spt org yg koment di blog saya belum lama ini.he he he...
BalasHapusMasalah benar dan salah sebetulnya merupakan sesuatu yang sudah pasti ketentuannya, namun kadang manusia "tersandung" dengan kata baik, padahal sesuatu yang "baik" belum tentu benar.
BalasHapusIiiih gw ngomong apa sih??? :D
itulah mengapa kita harus melihat leih dalam dari sisi yang berbeda :)
BalasHapusyep, setuju dengan : semua yang kita anggap bener belum tentu benar :) ...
BalasHapusmasih berkaitan sama post yang kemarin ya mba ... :)
Ada hal-hal yang bersifat prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan ada hal-hal yang bukan prinsip sehingga perbedaan cara pandang adalah sebagai berkah.
BalasHapusKetika menilai sesuatu mesti ada standarnya, kalau standar ukurannya adalah manusia maka akan terjadi penilaian yang berbeda
misal : kalau dilingkungan penjudi pasti dibilang judi baik yang penting tidak mengganggu orang lain
makanya pakailah standar yang dibuat oleh pembuat manusia.
setuju dg mas sugeng :)
BalasHapusmanusia cenderung bersifat relatif, sementara kesejatian cuma milik Tuhan. Jadi ya patokan segala sesuatu harus mengacu ke pendapat yang membuat segala sesuatu itu toh?
kita, manusia, cuma bisa meraba2 dlm gelap. Tuhan yg bimbing kita dlm kegelapan itu biar kita ga celaka :)
itung kancing, enggak, baik, enggak, baik, enggak, baik hihihi binun malahan chi:p
BalasHapusaku jadi ikut2an si wendy ngitung kancing kebingungan
BalasHapusSudah untung dikasih hidung cuma satu. Kalo bayi lahir dengan hidung dua, nanti banyak yang ribut..
BalasHapus