Hedy, Idamanku
Aku tetap menyebutnya Hedy. Dia akan datang dan aku sedang menunggunya. Entahlah, apa yang kurasakan ini karena apa. Jujur, aku deg-deggan, aku grogi. Bagaimana tidak, ini pertemuan pertama kami setelah obrolan singkat kami lewat telpon.
Aku menemukannya ketika sedang jenuh. Waktu itu aku sedang melatih tanganku. Aku mengklik-klik asal di web yang terbuka, dan menemukan gambarnya disana. Dia, sungguh cantik, dia imut, dia menggemaskan. Potonya, memakai pita merah muda kecil, langsung memikatku waktu pertama kali melihatnya di layar monitor. Entahlah, mungkin aku terlalu sensitive, aku merasa dia adalah reinkarnasi Hedyku yang dulu, yang telah pergi karena sebuah kecelakaan mengerikan.
“Aku menginginkannya, Papa!” rajukku saat itu.
Papa, yang sedang ada di Singapura heran. “Apa sayang?”
“Aku menginginkannya, Papa! Dia Hedyku dulu.”
Nada suara papa meninggi, “Hedy?”
Aku mulai terisak, mengenang Hedy bagiku sangat menyakitkan. Tak seharusnya dia pergi dalam waktu secepat itu. Papa juga menyadarinya, dia tahu bagaimana dekatnya Hedy denganku.
“Tenanglah, Sayang! Kalau Papa sudah pulang, Papa janji, kita akan mendapatkannya.”
Tangisku makin menjadi, “Tapi Papa, dia tidak disini. Dia.. dia….”
“Tenang, sayang!” bujuk papa, “Sekarang bilang, dia dimana? Papa akan menemukannya untukmu.”
Papa memang baik. Sambil sesenggukan aku menyebut alamat di bawah potonya. Papapun berjanji akan terbang ke Bali untuk menjemputnya. Dan papa memang menepati janjinya, seminggu setelah aku menangis, ketika di perjalanan pulangnya, ia menelpon pulang dan memperdengarkan suara Hedyku padaku.
Kringg.. kring.. kring….
Telpon di ruang keluarga berbunyi. Mama sedang di halaman belakang. Suster sedang menebus obatku ke apotek. Pembantuku juga dalam perjalanan menuju supermarket. Jadi hanya aku yang disini, dan telpon itu menungguku.
Pelan-pelan aku mendorong roda kursiku ke depan dengan kedua tangan yang terus bergetar hebat. Syukurlah mama orangnya telaten dengan tidak membiarkan apapun berserakan di lantai. Kalau tidak, kursi rodaku tidak akan meluncur selancar ini menuju meja telepon.
Suara papa langsung terdengar sebelum aku mengucapkan halo. “Sayang, papa sama Hedy sudah di depan. Kamu coba toleh keluar!”
Aku terlonjak, cepat-cepat menoleh ke arah pintu. Papa terlihat di belakang jendela, memegang hanphonenya sambil melambaikan tangannya. Hedy tak nampak bersamanya, tapi aku yakin papa berhasil membawanya untukku.
Gagang telpon langsung kulempar, suara benturannya terdengar keras. Aku tahu mama pasti terkejut di halaman belakang, tapi aku terlalu senang saat ini. Tergesa-gesa roda kursi aku dorong menuju pintu, aku sudah tak sabar. Jantungku berdetak kencang, grogi tadi hilang entah kemana, mungkin gairah karena akan memeluknya menguapkannya ke udara.
“Ara, hati-hati, sayang!” teriak mama di belakang sambil berlari mengejarku.
Aku tetap peduli, pintu semakin dekat, dekat dan dekat. Entah kenapa rasanya kok begitu lama. Aku makin tak sabar, seandainya saja kaki ini tak kebas permanent, seandainya saja tulangku tumbuh benar, aku tak perlu menunggangi kursi roda ini. Hohoo… cepatlah kursi, ayo cepat!
Dua meter dari pintu, entah kenapa sesuatu seakan-akan menjegalku. Kursi rodaku berhenti tiba-tiba, melontarkan aku ke depan. Aku tersuruk, sebenarnya aku sudah sering mengalaminya dan kedua tanganku refleks terjulur ke depan. Tapi aku begitu ingin melihat Hedy, hingga lupa menjulurkan tanganku. Aku terjungkal dengan wajah pertama menyentuh lantai.
Pintu membuka tepat ketika daguku menyentuh lantai. Mama menjerit panic di belakang, papa langsung menerjang masuk dan merangkulku. Maaf, sekali ini aku tak menghiraukan kalian, aku terlalu senang, karena dua mata bening dari seekor pudel cantik berpita merah menatapku. Aku senang, walau setelahnya semuanya menjadi gelap.
Denpasar, 24 April 2008 (wow, ini cerita sudah hampir setahun, ternyata)
posted in www.kemudian.com
Aku menemukannya ketika sedang jenuh. Waktu itu aku sedang melatih tanganku. Aku mengklik-klik asal di web yang terbuka, dan menemukan gambarnya disana. Dia, sungguh cantik, dia imut, dia menggemaskan. Potonya, memakai pita merah muda kecil, langsung memikatku waktu pertama kali melihatnya di layar monitor. Entahlah, mungkin aku terlalu sensitive, aku merasa dia adalah reinkarnasi Hedyku yang dulu, yang telah pergi karena sebuah kecelakaan mengerikan.
“Aku menginginkannya, Papa!” rajukku saat itu.
Papa, yang sedang ada di Singapura heran. “Apa sayang?”
“Aku menginginkannya, Papa! Dia Hedyku dulu.”
Nada suara papa meninggi, “Hedy?”
Aku mulai terisak, mengenang Hedy bagiku sangat menyakitkan. Tak seharusnya dia pergi dalam waktu secepat itu. Papa juga menyadarinya, dia tahu bagaimana dekatnya Hedy denganku.
“Tenanglah, Sayang! Kalau Papa sudah pulang, Papa janji, kita akan mendapatkannya.”
Tangisku makin menjadi, “Tapi Papa, dia tidak disini. Dia.. dia….”
“Tenang, sayang!” bujuk papa, “Sekarang bilang, dia dimana? Papa akan menemukannya untukmu.”
Papa memang baik. Sambil sesenggukan aku menyebut alamat di bawah potonya. Papapun berjanji akan terbang ke Bali untuk menjemputnya. Dan papa memang menepati janjinya, seminggu setelah aku menangis, ketika di perjalanan pulangnya, ia menelpon pulang dan memperdengarkan suara Hedyku padaku.
Kringg.. kring.. kring….
Telpon di ruang keluarga berbunyi. Mama sedang di halaman belakang. Suster sedang menebus obatku ke apotek. Pembantuku juga dalam perjalanan menuju supermarket. Jadi hanya aku yang disini, dan telpon itu menungguku.
Pelan-pelan aku mendorong roda kursiku ke depan dengan kedua tangan yang terus bergetar hebat. Syukurlah mama orangnya telaten dengan tidak membiarkan apapun berserakan di lantai. Kalau tidak, kursi rodaku tidak akan meluncur selancar ini menuju meja telepon.
Suara papa langsung terdengar sebelum aku mengucapkan halo. “Sayang, papa sama Hedy sudah di depan. Kamu coba toleh keluar!”
Aku terlonjak, cepat-cepat menoleh ke arah pintu. Papa terlihat di belakang jendela, memegang hanphonenya sambil melambaikan tangannya. Hedy tak nampak bersamanya, tapi aku yakin papa berhasil membawanya untukku.
Gagang telpon langsung kulempar, suara benturannya terdengar keras. Aku tahu mama pasti terkejut di halaman belakang, tapi aku terlalu senang saat ini. Tergesa-gesa roda kursi aku dorong menuju pintu, aku sudah tak sabar. Jantungku berdetak kencang, grogi tadi hilang entah kemana, mungkin gairah karena akan memeluknya menguapkannya ke udara.
“Ara, hati-hati, sayang!” teriak mama di belakang sambil berlari mengejarku.
Aku tetap peduli, pintu semakin dekat, dekat dan dekat. Entah kenapa rasanya kok begitu lama. Aku makin tak sabar, seandainya saja kaki ini tak kebas permanent, seandainya saja tulangku tumbuh benar, aku tak perlu menunggangi kursi roda ini. Hohoo… cepatlah kursi, ayo cepat!
Dua meter dari pintu, entah kenapa sesuatu seakan-akan menjegalku. Kursi rodaku berhenti tiba-tiba, melontarkan aku ke depan. Aku tersuruk, sebenarnya aku sudah sering mengalaminya dan kedua tanganku refleks terjulur ke depan. Tapi aku begitu ingin melihat Hedy, hingga lupa menjulurkan tanganku. Aku terjungkal dengan wajah pertama menyentuh lantai.
Pintu membuka tepat ketika daguku menyentuh lantai. Mama menjerit panic di belakang, papa langsung menerjang masuk dan merangkulku. Maaf, sekali ini aku tak menghiraukan kalian, aku terlalu senang, karena dua mata bening dari seekor pudel cantik berpita merah menatapku. Aku senang, walau setelahnya semuanya menjadi gelap.
Denpasar, 24 April 2008 (wow, ini cerita sudah hampir setahun, ternyata)
posted in www.kemudian.com
Bhagia sekali dapat si hady..mau jg dong?xixixixh tp kasihan juga, sangking senengnya ampe rela tersungkur d lantai...
BalasHapusnice story ... bikin pembaca penasaran.
BalasHapusTernyata si Hedy itu to yang ditungu-tunggu.
tak pikir Fadel bukan fudel.
Berhasil menipu
oo..ternyata si hady seorang pudel.. *manggut2*
BalasHapusNice story sob..
maauuuuuuuuuuu...
BalasHapuspasti hedy na lutu pisan yak heeh...
bersambungkah??
Hedy...guk guk guk..
BalasHapuske mari.. guk guk guk..
hehehe, ternyata anjing pudel yang ditunggu-tunggu, :p
Hedy tuh pudel. kirain siapa.
BalasHapushedy...guk..guk..
BalasHapuskemari..guk..guk..
ayo lari-lari
lagu jaman beheula
lha terus cewek tuh meninggal ya?
hedy guk..gukk...
BalasHapusayo keblogku...
hedy kasih komen donk dipostinganku
hedy oh hedy, kenapa kau makan rumput nak ? ...
BalasHapusmellow stori sangking senengnya sampe jatuh. kasian ya...
BalasHapusmenohok chi.... aku pernah mengalami kisah aneh dengan orang yang hanya aku kenal lewat telepon. seolah takdir menghubungkan dgn tangannya lewat satu orang yg menghubungkan kami. but... hahahahah selesai. nothing 2 loose
BalasHapusaduh, ceritanya tragis.
BalasHapus;( speechless, hiks
cuma aku bukan anjing gahahahahaha
BalasHapusyang jelas segala sesuatu jangan berlebih bisa lupa keseimbangan.
BalasHapusHehehehehehe...Hedyyyyyyy...
BalasHapusKamu sekarang tampak lebih putih dari pada hedy yang dulu.
Ohh Hedy ternyata kamu panuan ya ? pantesssss..
neh yang dimaksud Hedy yang mana seh?
Hedy si pudel apa Hedy sebelah rumah tetangga?
hehehe, kirain siapa...si Hedy itu...
BalasHapustaunya makhluk manis berbulu putih, ahh..jd pengen ketemu si Hedy...
hedy ato heidy sih?hehehehe
BalasHapuskabur,,,,
hahahah, cuma ada 2 kata untuknya: co cweet :P hihihihi
BalasHapusaneh2 ajah :D
siang menjelang sore. baru sempet nih.
BalasHapusIni bukan persoalan ending yang ternyata ditebak sebagai pudel. dan ini bukan persoalan cerita yang menempelkan perasaan sebagai bumbu utama. tapi ini persoalan kehebatan menyusun alur yang hmmmm... aku sendiri pun belum tentu bisa!
BalasHapusalurmu asiiiiiiiikkkkkkkk!!!
sori kalo cerita sih biasa, tapi penggubahan rasa pembaca itu yang aku suka sehingga negbuat sebuah susunan yang pantas untuk two thumbs up!
saluuuttttt!
maaf ya kalo ada kata2 yang gak yoi buatmu, ini sekedar saling membangun ajah! xixixixiixix
papa kamu baik ya...
BalasHapuscerita yang menarik, ada saatnya perjumpaan itu datang pada saat yang tepat dan waktu yang tepat pula.
BalasHapustadi pagi ada anjing pudel di jalanan yg berhasil kabur kayakny..
BalasHapusudah ga keurus gitu.. mo kuambil ga ada tempat buat parkir.. huks.. huks...
obama malah beli anjing baru dari ras portugis yg langka
BalasHapusKnp blum posting nih? Pa iya tulisan d blog ivan kurang jelas d baca? Soalnya ngeditnya pake hp, pa tau bda d layar kmptr!!! Ayo semangat nulis...
BalasHapusmbak cerpennya bagus.. belajar dimana sih? boleh donk private? ;p
BalasHapuswah pastinya lucu si hedy tuh
BalasHapussampek sampek segitunya
lucu mana ama titanic di blog ku hayoo
ceritanya bagus bu...
BalasHapustertipu aku kirain haidy cewek tahunya anjing pudel.., ceritanya keren abis. Salam kenal
BalasHapus