Tentang Siut dan Anak Laki-laki
“Awas punyamu hilang nanti!” kata Sikem menasehati. Matanya menjelajah ke segala arah, menatapi orang-orang yang duduk di balai-balai sambil membawa pisau dan seutas daun kelapa muda. Kami sedang bergotong-royong di seorang rumah warga yang akan menyelenggarakan pesta pernikahan anak laki-lakinya. Sebagai tetangga yang baik, aku dan para ibu di desa berkumpul untuk mempersiapkan sesajennya.
Aku hanya tersenyum. “Ah, biar sajalah. Kalau orang memang niat, siapa tahu itu berguna bagi orang.”
Tapi Sikem malah menggeleng. “Kamu tidak tahu ya, kalau punyamu dicuri, maka anak perempuanmu nanti tidak akan bisa punya anak laki-laki. Seperti Ibuku, punyanya hilang setelah melahirkan adik laki-lakiku yang seorang, dan setelahnya, aku dan Kakak perempuanku sama sekali tidak punya anak laki-laki.”
Senyumku terkulum. “Yah, itukan sebenarnya hanya mitos saja.”
Tapi ia bergitu bersemangat menolak argumenku. “Eh, jangan sembarangan kamu. Kita tidak boleh mementahkan kepercayaan yang sudah turun temurun dalam masyarakat kita!”
Lagi-lagi aku hanya tersenyum.
“Siut (sejenis sendok untuk mengaduk nasi yang terbuat dari kayu) milik Ibuku merupakan peninggalan Nenek. Sebelumnya Ibu tidak bisa melahirkan anak laki-laki, dari kakakku yang pertama, hingga aku yang anak ketiga, semuanya perempuan. Namun setelah Nenek memberikan Siutnya pada Ibu, maka adikku yang laki-lakipun lahir,” katanya bersemangat. “Dan juga, kamu tahu Bibi Niles? Dia juga begitu. Sebelum Ibu, Siut itu dipegang dia, dan setelah anak laki-lakinya lahir, dikembalikan lagi ke Nenek dan akhirnya ke Ibu.”
Aku masih saja tertawa geli.
“Sayang, Siut itu hilang, coba saja kalau masih. Pasti aku akan bisa punya anak laki-laki,” keluhnya sedih.
Aku mencoba menghiburnya. “Sudahlah, semuanya pasti ada jalannya. Kalau kamu memang belum punya anak laki-laki, itu karena kamu belum. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Siut itu.”
Tapi dia menggeleng. “Kamu yang sudah punya anak laki-laki bisa ngomong begitu. Coba seandainya kamu tidak punya, pasti akan cemas seperti aku.”
Kembali aku menjawabnya dengan senyum.
“Eh, bukannya anakmu yang tiga itu juga perempuan, hanya anak keempatmu yang laki-laki?” tanyanya dengan mata berbinar.
Aku menangkap gejala aneh ketika mengangguk. Nah, tuh, kan! Dia melonjak gembira. Bahkan memegang tanganku.
“Beri aku rahasianya!”
Aku bingung. Apa yang harus aku katakan sekarang? Tidak mungkin aku jujur soal Siut ibunya yang sekarang ada di dapurku. Beberapa saat aku bingung, berpikir, dan akhirnya….
Aku nyengir. “Suamiku memakai ramuan Mak Erot!”
****
Posted in www.kemudian.com
Siut itu beda dengan centong, hampir beda lah. Kalau Siut itu khusus untuk mengaduk nasi yang setengah matang (orang Bali biasanya memasak nasi dengan periuk, kukusan pertama sampe beras kering, lalu diisi air panas agar ngembang dan disanalah Siut dipakai, untuk mengadung nasi setengah matang). ukurannya juga jauh lebih besar, dan pasti hitam karena ditaruh di atas perapian :P
Di Bali ada mitos sejenis ini, jadi jaman dulu banyak orang yang punya anak laki-laki kehilangan Siutnya. Menurut kepercayaan, mencuri Siut keluarga yang pnya anak laki-laki bisa membuat pencurinya ketularan alias bisa punya anak laki-laki. tapi namanya juga mitos :P
Aku hanya tersenyum. “Ah, biar sajalah. Kalau orang memang niat, siapa tahu itu berguna bagi orang.”
Tapi Sikem malah menggeleng. “Kamu tidak tahu ya, kalau punyamu dicuri, maka anak perempuanmu nanti tidak akan bisa punya anak laki-laki. Seperti Ibuku, punyanya hilang setelah melahirkan adik laki-lakiku yang seorang, dan setelahnya, aku dan Kakak perempuanku sama sekali tidak punya anak laki-laki.”
Senyumku terkulum. “Yah, itukan sebenarnya hanya mitos saja.”
Tapi ia bergitu bersemangat menolak argumenku. “Eh, jangan sembarangan kamu. Kita tidak boleh mementahkan kepercayaan yang sudah turun temurun dalam masyarakat kita!”
Lagi-lagi aku hanya tersenyum.
“Siut (sejenis sendok untuk mengaduk nasi yang terbuat dari kayu) milik Ibuku merupakan peninggalan Nenek. Sebelumnya Ibu tidak bisa melahirkan anak laki-laki, dari kakakku yang pertama, hingga aku yang anak ketiga, semuanya perempuan. Namun setelah Nenek memberikan Siutnya pada Ibu, maka adikku yang laki-lakipun lahir,” katanya bersemangat. “Dan juga, kamu tahu Bibi Niles? Dia juga begitu. Sebelum Ibu, Siut itu dipegang dia, dan setelah anak laki-lakinya lahir, dikembalikan lagi ke Nenek dan akhirnya ke Ibu.”
Aku masih saja tertawa geli.
“Sayang, Siut itu hilang, coba saja kalau masih. Pasti aku akan bisa punya anak laki-laki,” keluhnya sedih.
Aku mencoba menghiburnya. “Sudahlah, semuanya pasti ada jalannya. Kalau kamu memang belum punya anak laki-laki, itu karena kamu belum. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Siut itu.”
Tapi dia menggeleng. “Kamu yang sudah punya anak laki-laki bisa ngomong begitu. Coba seandainya kamu tidak punya, pasti akan cemas seperti aku.”
Kembali aku menjawabnya dengan senyum.
“Eh, bukannya anakmu yang tiga itu juga perempuan, hanya anak keempatmu yang laki-laki?” tanyanya dengan mata berbinar.
Aku menangkap gejala aneh ketika mengangguk. Nah, tuh, kan! Dia melonjak gembira. Bahkan memegang tanganku.
“Beri aku rahasianya!”
Aku bingung. Apa yang harus aku katakan sekarang? Tidak mungkin aku jujur soal Siut ibunya yang sekarang ada di dapurku. Beberapa saat aku bingung, berpikir, dan akhirnya….
Aku nyengir. “Suamiku memakai ramuan Mak Erot!”
****
Posted in www.kemudian.com
Siut itu beda dengan centong, hampir beda lah. Kalau Siut itu khusus untuk mengaduk nasi yang setengah matang (orang Bali biasanya memasak nasi dengan periuk, kukusan pertama sampe beras kering, lalu diisi air panas agar ngembang dan disanalah Siut dipakai, untuk mengadung nasi setengah matang). ukurannya juga jauh lebih besar, dan pasti hitam karena ditaruh di atas perapian :P
Di Bali ada mitos sejenis ini, jadi jaman dulu banyak orang yang punya anak laki-laki kehilangan Siutnya. Menurut kepercayaan, mencuri Siut keluarga yang pnya anak laki-laki bisa membuat pencurinya ketularan alias bisa punya anak laki-laki. tapi namanya juga mitos :P
mak erot? he he he...maksudnya ....???
BalasHapuskirain siut...btw baru tau juga siut ntu entong ya? hohohoho...
BalasHapusPetromax ato obor nih?
waks...
BalasHapusmak erot turun tangan juga toh?
hehehe...
tapi bukan karena mak erotnya kan? tapi karena siutnya...? hehehehe
siut ntu bahasa darimana mbak???? kagak tau ane.....
BalasHapusjiyaaaahhhhh mak erot ikut2an bertokoh jugak disini..... hehehehehe
jeng, kamu penulis profesional atau sekedar hobi? karya kamu keren2. serius!
BalasHapusheuheuheu, korban kekejaman mitos :D
BalasHapusmmm, mak erot ya ? waduh jadi pingin tau hohohoho ,,,
hehe pengen bikin posting kayak gini ah..
BalasHapussiut itu jenis makanan apa?
BalasHapuskok aku baru dengar.
Wiehh dah mak erot jg ni... Pada hal dah tiada tuh org!! Bgus ceritanya...
BalasHapusWeksss Mak erot hebat ya....sampe ke bali juga terkenal dia....
BalasHapusMba kenal ma mak erot juga ga?
yiheeaaa...dapet vocab baru lageee...siut means centong yakkk... ajjajjajjajja....
BalasHapusnice to know u jeungg...
mampir pagi2. mo ngeliat neng asal Bali yg lagi malu2 kuciang....he he he...
BalasHapussiut itu sama dengan centong?
BalasHapussaya kok nggak ngerti, kalau centong yaa buat ngaduk nasi...
di bali sudah ada cabang mak erot?
ngikut teh cerpenis mampir ahh...
BalasHapusngumpetin siut ahk takut ada yg ngambil hehe...
BalasHapusHaha... Nie hari sabtu mau ngrencanain nyuri siut mohon doa ya biar lancar trus bisa dapet keturunan. Ane dah frustasi nih 3 thn blum mebuahkan hasil.
BalasHapus