The Girl Next Door
Hari Kamis, tanggal 1 maret 2010, jam sepuluh malam lewat lima belas menit. Suhu di dalam ruangan menunjukan 37 derajat celcius namun berkurang satu derajat celcius ketika jendela dibuka. Kecepatan angin standar, butuh waktu dua jam untuk mengeringkan baju. Langit cerah, bulan bersinar terang dan rasi Orion mengambang di tengah-tengah.
Dan gadis sebelah kamarku menangis.
Dia baru datang lima belas menit lewat sepuluh detik yang lalu, dengan benturan hak sepatunya pada keramik lantai yang setara derik jangkrik di sawah. Sangat keras. Pintu kamarnya terbuka, sehingga suara tangisnya semakin jelas terdengar diantara heningnya malam. Syukur di kost hanya ada aku, hanya kamarku yang hidup lampunya dan dia tahu itu sehingga berani menangis seperti itu.
Apa dia mengharap aku menengoknya?
Tidak ada pilihan lain.
Lewat celah pintu aku lihat ia tertelungkup di ranjangnya. Tidak begitu jelas karena kamarnya gelap. Mungkin air matanya keburu tumpah jika disuruh menghidupkan lampu, namun lampu teras lumayan terang hingga aku tidak perlu meraba-raba untuk mencari saklar lampu.
Lampu menyala, kamar terang. "Nita, kamu kenapa?"
Nita tampaknya tidak terkejut kalau aku lancang masuk kamar dan duduk di samping ranjangnya. Buktinya dia tetap tertelungkup dan tidak berusaha menyembunyikan tangisnya. Badannya naik turun, dan aku menunggu hingga ia berbalik sendiri.
Matanya sembab dan rambutnya berantakan. Yah, sedikit aneh mengingat seingatku dia selalu rapi, feminim dan anggun. But, everyone has their own problem.
"Git..." panggilnya sembari disela isak tangis. "Oboy.. Oboy..."
Dia masih susah bicara, tapi nampaknya dia mau curhat tentang pacarnya, Oboy.
"Oboy selingkuh..." ia kembali terisak. "Temanku ngelihat dia jalan sama cewek kemarin..." ia menangis lagi.
Aku menarik napas dan menepuk bahunya. Apalagi yang bisa kita lakukan saat melihat orang lain patah hati? Yah, hanya itu.
"Aku ga tahu kenapa dia begitu. Padahal disela-sela kesibukanku aku masih sempat meluangkan waktu untuknya," lanjut Nita.
Iya, Nita seorang model. Kesehariannya dipenuhi dengan pemotretan, fashion show dan juga fitting baju. Tidak heran kalau ia sangat sibuk, tetapi tidak jarang pula aku lihat dia menemani Oboy pergi.
"Aku tidak tahu apa kekuranganku sampai dia selingkuh, aku tidak pernah menuntut macam-macam. Aku merasa sudah menempati posisiku sebagai pacarnya dengan baik, dan selama ini kita memang tidak pernah ada masalah. Tapi kenapa... kenapa.. kenapa dia..." Nita makin emosional, kedua tangannya meremas rambut sambil ia tetap tersedu.
Tanganku masih menepuk bahunya ketika ia mencapai titik emosi dan menghambur ke pelukanku. Ia menangis sejadinya, membuat bahuku terasa basah oleh air mata.
"Aku tidak kuat, Git. Aku pingin mati saja kalau begini!" ringisnya.
"Sabar, Nit. Jangan berpikir pendek begitu!" hiburku.
"Tapi Oboy, Git.. Oboy...!"
Aku diam, tidak menjawab. Percuma dikasih penjelasan sekarang. Orang yang patah hati hanya butuh sendiri dan meratap. Beberapa saat dia menangis dipelukanku, memaki, memelas, memilu. Aku membiarkannya, sampai ia berhenti sendiri.
Butuh waktu satu jam bagi Nita dan ketika saat itu datang ia sudah sedikit tenang.
"Thanks, Git," ucapnya sambil tersenyum kecil. "Selalu merepotkanmu."
Aku menggeleng. "Tidak masalah, selama kamu bisa lebih lega."
Nita mengangguk, dan saat seperti itu ia tambah cantik. "Tidurlah, besok kuliah kan kamu?!" katanya.
Aku mengangguk. "Ya sudah, kamu juga tidur ya!" jawabku sambil berdiri. Sesaat mataku menyapu sekeliling kamarnya. Tidak ada yang mencurigakan, namun ada sebuah bungkusan plastik putih di pojok. Seperti belanjaan, dan aku melihat sebuah pisau kecil di dalamya.
Aku mengambil pisau itu itu. "Tidak berani membiarkan yang seperti ini disini, akan aku amankan di sebelah."
Ia nyengir, antara geli dan malu. Iyah, sudah banyak barangnya yang aku sita. Terakhir kali pisau lipat yang hampir menggores pergelangannya saat Oboy tidak menelponnya seminggu. Yah, bagaimanapun juga akan repot kalau ada mayat di kost-kostanmu dan itu adalah the girl next your door.
Setelah yakin dia lebih baik, aku kembali ke kamar dan mengunci pintu. Tampak ponselku menyala, saat aku cek ada satu panggilan tidak terjawab. Tidak menunggu lama, panggilan selanjutnya sudah tersambung.
"Iya..."
"Hai, Sayang. Ngapain telponku tidak diangkat?"
Aku tersenyum. "Menyita pisau dapur, lama-lama aku bisa jualan pisau."
Dia tertawa di seberang, "Dan semuanya barang rampasan!"
"Masih bisa tertawa kamu?"
"Lalu apa kalau tidak tertawa?" jawabnya menjengkelkan. "Yah, kan memang itu fungsimu disana, Sayang. Jadi Ibu Peri yang menyelamatkan the girl next door dari maut. Jadi malaikat penjaga!"
Aku berbaring di ranjang, sebelah tanganku menimang pisau dapur mungil itu sementara sebelahnya lagi menjaga ponselku tetap nempel di telinga. "Aku lelah, Sayang," keluhku sambil menghela napas. "Kapan aku selesai dari tugas ini?"
Nadanya di seberang berubah serius. "Sabar, Sayang! Setelah semuanya beres, kerjaanku beres, dana kita cukup untuk sebuah rumah dan kehidupan layak di Swiss, semuanya akan selesai."
Swiss, pegunungan Alpen, hanya itu iming-imingnya yang membuatku sabar selama ini. Yah, entahlah. Tetapi hidup memang ada perjuangan, bukan?! Kata orang, No Pain No gain, dan itu berarti harus susah dulu sebelum senang. Lagipula, apa susahnya menjaga orang biar tidak bunuh diri?
"Baiklah, tetapi aku tidak mau jalan-jalan ke mall lagi. Temannya melihat kita ternyata, makanya dia nangis tadi."
Oboy hanya mendesah disana, kata iya nya terdengar sabar dan merdu, dan aku mencintainya.
"Nite, Gita ku sayang," desahnya. "Miss u!"
"Nite, Oboy. Miss you too!"
Hari Jumat tanggal 2 Maret 2010, jam 00.01. Cuaca tetap cerah, dan akan selalu cerah. Rasi Orion tetap di langit, dan mimpi segera datang.
*****
Denpasar, 1 Desember 2009
10:40
Judul dan ide pokok dari clara sebagai kelanjutan atas Kapan Kamu Besar, Nak?. Pembuka meniru gaya Farida Susanti dalam novelnya yang berjudul Dan Hujanpun Berhenti. Tidak diperuntukan untuk siapa-siapa.
Dan gadis sebelah kamarku menangis.
Dia baru datang lima belas menit lewat sepuluh detik yang lalu, dengan benturan hak sepatunya pada keramik lantai yang setara derik jangkrik di sawah. Sangat keras. Pintu kamarnya terbuka, sehingga suara tangisnya semakin jelas terdengar diantara heningnya malam. Syukur di kost hanya ada aku, hanya kamarku yang hidup lampunya dan dia tahu itu sehingga berani menangis seperti itu.
Apa dia mengharap aku menengoknya?
Tidak ada pilihan lain.
Lewat celah pintu aku lihat ia tertelungkup di ranjangnya. Tidak begitu jelas karena kamarnya gelap. Mungkin air matanya keburu tumpah jika disuruh menghidupkan lampu, namun lampu teras lumayan terang hingga aku tidak perlu meraba-raba untuk mencari saklar lampu.
Lampu menyala, kamar terang. "Nita, kamu kenapa?"
Nita tampaknya tidak terkejut kalau aku lancang masuk kamar dan duduk di samping ranjangnya. Buktinya dia tetap tertelungkup dan tidak berusaha menyembunyikan tangisnya. Badannya naik turun, dan aku menunggu hingga ia berbalik sendiri.
Matanya sembab dan rambutnya berantakan. Yah, sedikit aneh mengingat seingatku dia selalu rapi, feminim dan anggun. But, everyone has their own problem.
"Git..." panggilnya sembari disela isak tangis. "Oboy.. Oboy..."
Dia masih susah bicara, tapi nampaknya dia mau curhat tentang pacarnya, Oboy.
"Oboy selingkuh..." ia kembali terisak. "Temanku ngelihat dia jalan sama cewek kemarin..." ia menangis lagi.
Aku menarik napas dan menepuk bahunya. Apalagi yang bisa kita lakukan saat melihat orang lain patah hati? Yah, hanya itu.
"Aku ga tahu kenapa dia begitu. Padahal disela-sela kesibukanku aku masih sempat meluangkan waktu untuknya," lanjut Nita.
Iya, Nita seorang model. Kesehariannya dipenuhi dengan pemotretan, fashion show dan juga fitting baju. Tidak heran kalau ia sangat sibuk, tetapi tidak jarang pula aku lihat dia menemani Oboy pergi.
"Aku tidak tahu apa kekuranganku sampai dia selingkuh, aku tidak pernah menuntut macam-macam. Aku merasa sudah menempati posisiku sebagai pacarnya dengan baik, dan selama ini kita memang tidak pernah ada masalah. Tapi kenapa... kenapa.. kenapa dia..." Nita makin emosional, kedua tangannya meremas rambut sambil ia tetap tersedu.
Tanganku masih menepuk bahunya ketika ia mencapai titik emosi dan menghambur ke pelukanku. Ia menangis sejadinya, membuat bahuku terasa basah oleh air mata.
"Aku tidak kuat, Git. Aku pingin mati saja kalau begini!" ringisnya.
"Sabar, Nit. Jangan berpikir pendek begitu!" hiburku.
"Tapi Oboy, Git.. Oboy...!"
Aku diam, tidak menjawab. Percuma dikasih penjelasan sekarang. Orang yang patah hati hanya butuh sendiri dan meratap. Beberapa saat dia menangis dipelukanku, memaki, memelas, memilu. Aku membiarkannya, sampai ia berhenti sendiri.
Butuh waktu satu jam bagi Nita dan ketika saat itu datang ia sudah sedikit tenang.
"Thanks, Git," ucapnya sambil tersenyum kecil. "Selalu merepotkanmu."
Aku menggeleng. "Tidak masalah, selama kamu bisa lebih lega."
Nita mengangguk, dan saat seperti itu ia tambah cantik. "Tidurlah, besok kuliah kan kamu?!" katanya.
Aku mengangguk. "Ya sudah, kamu juga tidur ya!" jawabku sambil berdiri. Sesaat mataku menyapu sekeliling kamarnya. Tidak ada yang mencurigakan, namun ada sebuah bungkusan plastik putih di pojok. Seperti belanjaan, dan aku melihat sebuah pisau kecil di dalamya.
Aku mengambil pisau itu itu. "Tidak berani membiarkan yang seperti ini disini, akan aku amankan di sebelah."
Ia nyengir, antara geli dan malu. Iyah, sudah banyak barangnya yang aku sita. Terakhir kali pisau lipat yang hampir menggores pergelangannya saat Oboy tidak menelponnya seminggu. Yah, bagaimanapun juga akan repot kalau ada mayat di kost-kostanmu dan itu adalah the girl next your door.
Setelah yakin dia lebih baik, aku kembali ke kamar dan mengunci pintu. Tampak ponselku menyala, saat aku cek ada satu panggilan tidak terjawab. Tidak menunggu lama, panggilan selanjutnya sudah tersambung.
"Iya..."
"Hai, Sayang. Ngapain telponku tidak diangkat?"
Aku tersenyum. "Menyita pisau dapur, lama-lama aku bisa jualan pisau."
Dia tertawa di seberang, "Dan semuanya barang rampasan!"
"Masih bisa tertawa kamu?"
"Lalu apa kalau tidak tertawa?" jawabnya menjengkelkan. "Yah, kan memang itu fungsimu disana, Sayang. Jadi Ibu Peri yang menyelamatkan the girl next door dari maut. Jadi malaikat penjaga!"
Aku berbaring di ranjang, sebelah tanganku menimang pisau dapur mungil itu sementara sebelahnya lagi menjaga ponselku tetap nempel di telinga. "Aku lelah, Sayang," keluhku sambil menghela napas. "Kapan aku selesai dari tugas ini?"
Nadanya di seberang berubah serius. "Sabar, Sayang! Setelah semuanya beres, kerjaanku beres, dana kita cukup untuk sebuah rumah dan kehidupan layak di Swiss, semuanya akan selesai."
Swiss, pegunungan Alpen, hanya itu iming-imingnya yang membuatku sabar selama ini. Yah, entahlah. Tetapi hidup memang ada perjuangan, bukan?! Kata orang, No Pain No gain, dan itu berarti harus susah dulu sebelum senang. Lagipula, apa susahnya menjaga orang biar tidak bunuh diri?
"Baiklah, tetapi aku tidak mau jalan-jalan ke mall lagi. Temannya melihat kita ternyata, makanya dia nangis tadi."
Oboy hanya mendesah disana, kata iya nya terdengar sabar dan merdu, dan aku mencintainya.
"Nite, Gita ku sayang," desahnya. "Miss u!"
"Nite, Oboy. Miss you too!"
Hari Jumat tanggal 2 Maret 2010, jam 00.01. Cuaca tetap cerah, dan akan selalu cerah. Rasi Orion tetap di langit, dan mimpi segera datang.
*****
Denpasar, 1 Desember 2009
10:40
Judul dan ide pokok dari clara sebagai kelanjutan atas Kapan Kamu Besar, Nak?. Pembuka meniru gaya Farida Susanti dalam novelnya yang berjudul Dan Hujanpun Berhenti. Tidak diperuntukan untuk siapa-siapa.
jadiiiii....si cewek itu selingkuh sama cowoknya si cewek itu ya????
BalasHapushihihihihihihih
loh pertama toh
BalasHapusKangeeeeeeeeeeeeen
BalasHapusHehehehe seruuuuu
BalasHapusWah.... pagar makan tanaman.
BalasHapusJeruk makan jeruk
Kisah yang mantap.
wah ternyata malaikat penjaganya berkedok malaikat maut tooh..
BalasHapuseh kebalik denk
di tengah cerita tika udah sempet nebak, kalo pacarnya selingkuh ma tmnnya itu..hehe
BalasHapusternyata bener yah :P
jaaahhhhh aq tau kamsud cerita ini, tumben gamblang banget untuk diketahui maksudnya nchi ceritamu, biasanya aq perlu diam sebentar setelah baca memroses ceritanya lalu koment, nah ini aq langsung tau.....
BalasHapusternyata emang bener yak, sebenarnya ceritanya biasa cuman pengantar ceritanya yang kudu diolah jadi ceritanya kelihatan menarik, kudu pintar2 ngolah kata2 niy kalau mau bikin cerita menarik..... bener juga yak ternyata teori yang kudapat dari buku..... ^^
BalasHapusSwiss ? Ngarep mau k sna. *kagum sama ceritax*
BalasHapusnah ini seru. tapi aku udah bisa tebak dari awal sih. krn pernah baca cerpen yg mirip spt ini. tau2 selingkuh sama sobatnya sendiri.
BalasHapussejak penyebab dia menangis karena cowoknya ke-gap selingkuh sama temennya... aku udah tau kamu mau ngebawa cerita ini kemana nchi... hihihihihi*ketawa ala mbak Kunti
BalasHapuseh nchi jangan kabur (megangin kausnya nchi sampe robek)
aku belom baca Dan Hujanpun Berhenti, pengennnn...
eh iya sih emang memori ngga akan bener-bener kosong ya?... itu puisi kapan waktu yang mendekam di notes nchi.. jadi aku posting aja sekarang ;)
siiip ah ceritanya,baca sambil nunggu bel pulang sekolah
BalasHapusdan lagi.. dan lagi... kan cuma berhenti menyimpannya dalam folder khusus ;) move ke folder biasa yang lain... hahahahah*
BalasHapusBetul, betul kata Mba Fanny, :)
BalasHapusTapi ada yg janggal Non.. masak model katanya, kok tinggal di kost-kost an??
Uhhhhmmmmmm... XD
Bagus, alur ceritanya udah okeh..
(halah komen kok serius amat... xixiixixiix)
Kali ini aku vote Clara..
:p
*kabur* (sebelum di getok..!)
Nulis terus ya non, aku the readers sejatimu.
mwah!
kasihan si Nita dibohongi begitu...kurang ajar si oboy, harusnya dipadamkan saja oboy nya biar sekalian gelap....hmmmm. Btw alur ceritanya menarik, gak boseni :)
BalasHapusTrus, mo nyepam kayak gemana noooonnnnn.... (^^)V
BalasHapuswah udah lama gak menyantap cerpen dari nchi.... terus berkarya yah chi....
BalasHapuswah saya nggak vote siapa-siapa keduanya punya ciri khas tertentu dan asyik banget dinikmati MC
BalasHapusaku gak baca ceritanya tapi dah tau isinya, keren gaktuh hehehehe
BalasHapusya iya lah, lah aku kan bacanya dari para komentator hehehehe
BalasHapusnek sekarang aku mulail baca sendiri hehehe
wah gadis kalo lagi patah hati bisa sampe kaya gitu ya.. hehehehe
BalasHapuskalo ada gunting taman juga diamankan aja hehehe
lho kok bisa gitu ya?
BalasHapusdasar oboy playboy
yyyyyyyy!!!!
BalasHapuskirain malaikat atau ibu peri...
ternyata nenek sihir yak si sapa ntu??? gita yak.
tapi aku suka ceritanya, mengalir seperti sepenggal kisah nyata...
kali ini bung becce ikhlas sepenuh hati vote
mbak chidudz
huray.huray.huray
selamat.selamat.selamat
kenaapa ga keluar putih2 yang biasa di belakanng,.. aduh lemot nih koneksi,,,, :(
BalasHapuskayak judul film barat nich chi...tapi konten cerita kamu malah lebih menggigit, hmm...siapa duluuu?? mocca chi gitu lhoh...kerren, ur words are always wonderful :)
BalasHapusMAntab sekali ceritanya ci...bisa mengalir kayak air pegunungan..sampai jauh tuh kalau pakai pipa pvc...hihihi salam
BalasHapushuaaa.. tega..tega..tega.. kan pacar temennya sendiri,, hiks..
BalasHapusmet mlm mbak...wah akhirnya posting lebih dulu nih......cerpenya menang euy.....
BalasHapusSaya nyepam aja dulu Cik, bacanya ntar siang aja, udah saya bookmark koq tenang aja.
BalasHapuscilukbaaa..cilukbaaa..
BalasHapusndak mbayar to kalo mo ngintip ajah:p
no komen, nyepam yes hehehe tak pikir ngulas pelem jadul d'girl next door chi;)
wow ceritanya ruar biasa........seperti kisah misteri2 gitu.......si jahat yang berwajah malaikat!!!! salutttttt
BalasHapusnenek sihir?????
BalasHapussi clara mana nih yah?
hehehe
Salam kenal baru nih, so waktu baca cerpennya rada gagap kirain posting serius alias diary gitu dah gitu kirain dirimu pria eh cowo.. wah pokoknya ngga nyangka. Sering baca namamu di blognya Fanny,
BalasHapusseru....
BalasHapusmantap....
salut...
Wah-wah... cerita double agent nih. Di luar jadi selingkuhan--musuh dalam selimut, di dalam jadi ibu peri :)
BalasHapuswah...keren idenya.
BalasHapuspisaunya buat saya satu dung...
Kemungkinan untuk selingkuh dengan penjaga itu selalu ada
BalasHapusmaka jangan percayakan orang yang dicintai dalam tangan orang lain
karena pada dasarnya setiap orang punya naluri makan teman sendiri.
wahahahahha
nice story.. aku suka penuturannya.. :) lembut banget..
BalasHapusWuih...tetep deh, ceritanya dalem banget :D
BalasHapusOh..ya mbak, setiap baca kata2 "mendesah", pikiranku langsung ngeres, wkwkwkkw....