Selasa, 10 November 2009

11.10.00

How Wonderful This Afternoon.

Take a rest for killing people and suicide, let we entertain our self. MySpace When the day getting dark, in half of afternoon, the blue sky becomes dark slowly and I like to see that there is a romantic place.



In one side of Galeria, South west corner of small park, I saw how lamp and sky can combine to show the beautiful afternoon. I enjoy it with her, although I hope him, which is sit down on front of me and say how wonderful this afternoon.



Lets we eat!

an addictive until the last by sour sally, like him


MySpace
thanks, teh echi

Senin, 09 November 2009

16.27.00

Masih Ada Hari Esok Untuk Bunuh Diri

Entah apa yang dilakukan burung-burung gagak itu di atas sana. Mereka, sekawanan dengan jumlah entah berapa, satu persatu datang dan bertengger di atas pohon mahoni yang tumbuh di sebelah kiri tempatku berpijak. Mereka berkoak-koak, saling toleh satu per satu dengan gerakan lincah dan agresif. Kemudian salah satu diantara mereka berterbangan, membuat dahan pohon yang diitnggalkan terlontar karena beban yang berkurang, dan akhirnya gerakan spontan itu membuat gagak-gagak lainnya di dahan yang sama ikut terbang.

Tumbuhan semerbak disekitar sini, satu-satunya hanyalah bunga kembang bangkai yang tumbuh menjelang musim hujan. Dan sekarang bulan November, memasuk musim penghujan yang berubah fungsi menjadi musim pancaroba. Tetapi November tetap November, saat hujan menyerbu bumi dan membuatku bisa menyembunyikan air mata yang jatuh berlinangan.

Burung-burung gagak itu semakin agresif melihatku. Pandangan mereka awas, walau gerakan kepala mereka sangat lincah dan hampir-hampir tidak bisa diam, namun aku tahu mereka mengawasiku, menungguku untuk segera memandang mereka dengan tatapan kosong.

Tapi mereka bukan aku. Dari sudut pandang mereka, aku adalah sebuah berkah yang akan membuat mereka bertahan hidup. Tetapi manusia seperti aku menganggap mereka sebaliknya. adakah orang bermimpi burung gagak dan terbangun dengan riang gembira keesokan harinya?


Tidak ada, tidak ada yang gembira. Begitu juga aku. Aku tidak bermimpi tentang burung gagak semalam, aku juga tidak bermimpi tentang peti mati. Namun Oktober kemarin, aku bermimpi tentang sebuah pigura, dimana aku melihatmu menjalani hari-harimu disana. Aku melihatmu sakit, aku melihatmu tidur dan aku melihatmu bersamanya.
Tahukah kamu, bagaimana rasanya ketika aku mengintip ke dalam pigura itu, dimana aku berharap kamu melihatku disini tengah menatapmu penuh harap, namun jangankan melihat, tahu aku ada pun tidak.

Aku tahu itu hanyalah sebuah mimpi, seperti saat aku melihat burung-burung gagak ini sekarang. Namun aku lebih tahu, bahwa akibat mimpi itu senyata aku melihat burung-burung gagak itu sekarang. Dan jika kamu tidak tahu, bisa kamu bayangkan bagaimana kalau kamu sedang duduk di atas sebuah batang pohon yang sudah mati dengan segerombolan burung gagak hinggap di sekitarmu?

Aku tidak memintamu melihat sekarang, seperti aku tidak akan memintamu memindahkan bulan November ke awal tahun. Pigura itu hanya mimpi, seperti juga mimpiku beberapa hari yang lalu, dimana tergesa aku mendekat pada sebuah meja di bandara, tempat kamu duduk menungguku dengan ransel kempis.

Burung-burung gagak itu semakin lincah. Suaranya hingar bingar seperti pasar, seperti suporter sepakbola yang menyemangatiku untuk hari ini. Aura mereka semakin kental, merasuk ke telingaku, mengalir di cairan dekat rumah siput, menjalar ke sel-sel saraf menuju otak. Gerak refleks menyambarnya sebelum sampai dan membawanya cepat ke otot tangan.

Masih ada hari esok untuk bunuh diri, tapi aku tidak mau menunggu besok. Hari ini atau besok sama saja, mimpi itu sudah datang.

Burung-burung gagak itu berkoar-koar ketika nadiku putus dan darahku telah mengalir, mereka tidak perlu menunggu aku sekarat untuk segera terjun ke sekelilingku.

Hujan menderu dan Malaikat Neraka sudah menungguku dengan tidak sadar di salah satu kursinya di alam neraka lapis keseratus.

Jumat, 06 November 2009

16.13.00

Nidji - Sang Mantan

Nidji - Sang Mantan

Dulu aku kau puja
Dulu aku kau sayang
Dulu aku sang juara
Yang slalu engkau cinta
Kini roda telah berputar

Kini aku kau hina
Kini aku kau buang
Jauh dari hidupmu
Kini aku sengsara
Roda memang telah berputar

Reff:
Mana janji manismu
Mencintaiku sampai mati
Kini engkau pun pergi
Saat ku terpuruk sendiri
Akulah sang mantan
Akulah sang mantan

Sakit teriris sepi
Ketika cinta telah pergi
Akulah sang mantan
Akulah sang mantan

Mana janji manismu
Setia sampai aku mati
Kini engkau pun pergi
Saat ku jatuh dan sendiri



Pesan
jangan terlalu menggugat mantan anda. Manusia itu tidak bisa memenuhi janjinya seutuhnya, begitu juga anda, suatu saat nanti anda akan menemukan waktu ketika anda tidak bisa berkutik dengan sesuatu yang namanya janji. Jadi, belajar memaafkanlah. Termasuk anda-anda yang pernah saya janjikan sesuatu, *peace*

I Luv Nidji,although they are become like a dangduters and melayuu melow now.

Kamis, 05 November 2009

11.56.00

Duta Poligami (Part 1)

Masih diambil dari Note Facebook yang sama dengan Duta anti emansipasi. Kali ini disertai link blog yang bersangkutan, maklum sebelumnya ada sesuatu disana yang awalnya membuatku emoh ngelink dia, tapi setelah direvisi akhirnya aku ngasi backlink gratis juga ke dia *bayar*

********

POLIGAMI
Wednesday, September 23, 2009 at 4:52pm


Hmm... sebuah topik yang ga pernah ada matinya buat dibahas terutama sama para ibu-ibu dengan tingkat keparnoan diatas ambang batas normal *piss ibu*.

Setelah mem-publish tulisan ini pasti saya akan (lagi-lagi) diserang, didemo bahkan dimusuhi olah sebagian besar kaum wanita yang membacanya, sebuah nilai yang selalu harus saya terima setiap kali mengemukakan pendapat saya tentang hal ini di muka publik. it's ok, karena buat saya kebenaran itu tidak selalu harus mendapatkan penerimaan yang baik.

Setelah hampir 31 tahun berinteraksi dengan topik tersebut melalui pasang surut pemahaman dan kemengertian (halah naha asa lebay gini yah bahasanya huehehe), akhirnya saya tiba pada sebuah pemaknaan bahwa poligami bukanlah sebuah situasi dan kondisi yang perlu untuk ditakuti secara berlebihan oleh kaum wanita. Seandainya saja para perempuan mau belajar lebih banyak tentang apa dan bagaimana poligami yang sesuai ketentuan Allah, tentu saja akan ada kelegaan tersendiri karena dilahirkan sebagai seorang perempuan yang tidak ditakdirkan berpoliandri dan betapa sesungguhnya Allah sangat menyayangi perempuan dengan tawaran poligami tersebut.

Dari banyak hasil diskusi dan perbincangan saya dengan beberapa teman, kerabat dan sahabat-sahabat perempuan saya, hampir sebagian besar menentang dan menolak konsep poligami, alasan yang sering dikemukakan adalah ketakutan akan ketidakadilan yang akan mereka dapatkan baik secara moril ataupun materil.

Beberapa diantaranya berujar," bagaimana bisa adil ? apakah mungkin seorang manusia bersikap adil sedangkan hatinya harus berbagi ?"

Ukuran keadilan disini bukan dengan takaran manusia melainkan ukuran keadilan Allah, materi bisa diukur secara matematis untuk mencapai kesepahaman adil tetapi tidak dengan urusan hati maka dari itu biarkanlah Allah yang menilai kadar keadilan itu dengan cara-Nya karena kita sebagai manusia hanya perlu ikhlas dan menjalankan peranan kita sebaik-baiknya.

Saya tidak sekalipun bermaksud menganjurkan apalagi berencana untuk menjadi salah satu eksekutor poligami, karena bagaimanapun pilihan ini tetap memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang berat untuk dilaksanakan dengan baik dan benar oleh siapapun yang terlibat di dalamnya. Tetapi ketika pada perjalanan kehidupan kita dihadapkan pada situasi yang menawarkan poligami sebagai solusinya, kenapa kita harus berkeras dengan keengganan kita hanya karena takut diperlakukan tidak adil.

Saudara perempuanku, bukan sekali dua kali saya dikeluhi karena kalian merasa kerepotan mengurus anak-anak yang tumbuh semakin besar dengan konfliknya masing-masing yang membuat kepala kalian seperti mau pecah. Belum lagi keluhan kalian yang merasa waktu kalian habis hanya untuk mengurusi suami-suami yang rewel melebihi kerewelan anak-anak yang mau membuat kepala seperti mau pecah itu. Lalu kalian berkesah, kapan kalian bisa memiliki sedikit saja waktu buat diri kalian sendiri... membahagiakan diri kalian sendiri... menyamankan diri kalian sendiri.... banyak cara yang saya sarankan pun selalu tidak pernah cukup beralasan untuk memberi kalian sedikit ruang yang kalian harapkan itu karena lagi-lagi anak-anak dan suami seolah menjadi penghalang bagi kemerdekaan batin kalian. dan yang lebih sering membuat saya stres memikirkan kesetresan kalian adalah ketika suami-suami kalian menjadi sedikit lebih tua dan sakit-sakitan, duuuuh rasanya ga habis-habisnya kalian mengeluh bahwa kalian lah yang paling menderita dengan situasi tersebut dimana harus mengurus seorang pasien rs yang rewel plus direcoki urusan anak-anak yang ga perbah ada habisnya.

Mari kita lihat betapa keluhan kalian itu tidak perlu lagi terlalu sering menyiksa kalian (terkecuali kalo kalian memang hobby mengeluh) jika saja kalian mau berbagi, biarkan partner istri kedua suamimu mengurusi salah satu diantara kerepotanmu... anak-anak atau suami kalian bersama, atau lebih akan membuat hidup kalian santai jika ada 2 partner yang membantu kalian, yang satu mengurus anak-anak, yang satu mengurusi sang raja dan kalian bisa memilih untuk menjadi direktur keuangan yang bisa ongkang-ongkang dan menikmati waktu kalian dengan lebih efektif sesuai ukuran yang kalian inginkan. Tapi tentu saja harus ada bagian lain yang juga harus dikorbankan untuk waktu yang kalian nikmati itu, kalian harus mau berbagi materi dan hati tentu saja. ini yang sering jadi masalah, tidak mau repot dan tidak mau berbagi... come on, jangan jadi serakah dengan apa yang ingin kalian nikmati di dunia ini... semuanya fana... sementara saja...

Bayangkan jika kalian mau berbagi dengan ikhlas, kebahagiaan duniawi dan akhirat insya allah akan kalian nikmati... memang sulit membayangkan kengerian diperlakukan tidak adil oleh orang yang paling kita cintai, tapi percayalah Allah memiliki imbalan yang pantas jikapun ketidakadilan itu harus ditimpakan pada kita. dan jika kita percaya pada kebenaran dan kekuatan Allah, sesungguhnya tak ada satupun yang harus kita takuti apalagi hanya sebuah ketidakadilan... karena Allah yang akan menyelesaikannya...

Baiklah, sekarang saya siap dimaki, dicemooh bahkan mungkin disumpahi saudara-saudara perempuan saya... tapi sekali lagi saya nyatakan bahwa ketidaksetujuan saya terhadap penolakan kehidupan berpoligami bukan berarti saya akan menjadi bagian atau berencana untuk menjadi salah satu pelakonnya.. saya hanya ingin saudara-saudara perempuan saya yang sudah merasa tidak sanggup menjalankan tugas, kewajiban dan peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga seorang diri saja untuk membuka diri terhadap penawaran Allah yang sangat menguntungkan tersebut daripada hanya berdiam diri dan terus-menerus mengeluh serta melakukan peran kalian dengan ketidakikhlasan. Maka mubadjirlah apa yang kalian lakukan dengan keluhan dan ketidakikhlasan tersebut...

selamat sore saudara-saudara perempuan sholehahku, semoga kita akan menjadi bidadari-bidadari penghuni surga, amin ya rabbal allamin

*siap-siap didemo, diserang, dimusuhin*.
*****


Aku memanggilnya Teh Echi, kadang teteh cantik (kalau lagi ada mau), lebih sering dudud. Kenapa? Karena kami banyak persamaan, terutama nongkrongin pantai kuta sampe tengah malam dan sampai-sampai aku malu sama mamahnya dan nabil kalau menjemputnya ke rumah. Tempat Favorit kami adalah pante kuta, beach on back of centro, nasi pedes, soto ceker tuban dan mie ayam diponegoro. But, hmm.. secara global dia orangnya susah ditebak, termasuk tentang note ini.

Ga tau bagaimana cara berpikir dia, yang jelas untuk note ini dia emang agak kurang waras (mengutip kata penulis sendiri). Ada yang menyebutnya wanita jaman purbakala karena pemikirannya malah kembali ke masa lalu, ke masa sebelum R.A Kartini lahir *lebay*.

Stop menghinanya *kalau ga mau dijitak berlebihan*

Pendapatku: AKU GA SETUJU POLIGAMI, titik.

Tetapi tidak ada salahnya sih membaca alur pemikiran orang aneh ini, karena bagaimanapun beliau sudah menempuh batang usia dan pengalaman yang lebih daripada aku. Cheers, teh. menunggu Part II mu

N.B, kalau ada film ttg ini suatu saat nanti, hampir delapan puluh persen pemainnya adalah dia. wkwkwkkw

Rabu, 04 November 2009

10.33.00

Pelajaran Membunuh

Apakah kalian tahu membunuh itu menyenangkan?

Jika sampai detik ini kalian hanya menebas leher ayam atau menggorok kambing, mari aku ajarkan sesuatu yang baru. Membunuh mereka hanyalah sebuah akibat dari eksestensi kalian sebagai seorang manusia, sebagai pemilik perut karung yang sampai detik ini entah sudah berjuta ton daging yang lumer dalam lender-lendir berenzim.

Membunuh itu menyenangkan. Tidak percaya? Mungkin kalian tidak akan melihat sebuah seni disini, sebuah perasaan nikmat berlebih saat karya seni kalian terpampang di halaman depan koran dan masuk hot news selama beberapa pekan.

Menyenangkan.

Seperti saat melihat tubuh itu terbujur kaku di belakang gang tempat ia berciuman dengan orang lain, tepat di depan mataku.

Mungkin tidak baik memulai cerita tanpa adanya sebuah motif. Baiklah, aku pembunuh dan membunuh memang memerlukan motif. Sakit hati dan dendam, bukankan itu cukup untuk melakukannya? Polisi tidak akan peduli bagaimana klisenya dua motif itu, sudah rahasia umum bahwa pembunuh berdarah panas pasti mempunyai dendam.

Dia pacarku, setidaknya satu jam yang lalu. Jangan tanya bagaimana aku mencintainya setengah mati, aku juga tidak tahu setengah mati itu bagaimana, tetapi aku tahu bahwa aku mencintainya seperti aku mencintai diriku sendiri. Aku selalu ada disampingnya saat dia sakit, saat dia jatuh, walau kadang dia sama sekali tidak aku kenali dengan baik. Intinya, aku berusaha menjadi apa yang ia inginkan, termasuk merubah dandanku yang awalnya versi pragawati menjadi preman lemari adik laki-lakiku.
Aku tidak mempersalahkannya, selama dia senang.

Tetapi aku mempersalahkannya ketika kulihat ia berciuman di belakang gang rumahnya. Menjijikan. Gang itu penuh dengan air buangan, kotor dan berbau. Tetapi dia mencium orang itu disana, diantara kekotoran dunia dan dirinya sendiri. Dia menodai dirinya sendiri.

Salahkah aku sakit hati?

Jika kalian waras, maka seratus persen jawabannya adalah tidak. Tetapi sakit hatiku melebihi kewarasanku sendiri. Melebihi ketika aku kehilangan pacar pertama, pacar kedua dan seterusnya. Melebihi apapun.

Aku merasa diriku rendah, menjijikan dan hina. Apakah aku tidak seberarti itu di dunia ini? Hingga disana, diantara kotoran dia berciuman dengan lelaki lain.
Jika seandainya dia berciuman dengan wanita lain, mungkin sakit hatiku masih diambang wajar.

Tetapi, dua tahun ia membohongiku. Apakah dia membayangkan lelaki itu saat menciumku?

Apakah ini alasan dia memintaku menggerayangi lemari adik laki-lakiku dan memakai semua kaos longgarnya, sepatu kets dan semua tetek bengek kelelakian. Bukan karena dia ingin aku apa adanya, tetapi karena dia ingin aku menjadi laki-laki, persis seperti orang yang ia cium saat itu.

Ouh, aku terlalu bercerita banyak tentang motif. Cukup segitu untuk soal motif. Sekarang berbicara soal teknis.

Tahukah kalian kalau guillotine diciptakan untuk membunuh dengan cepat tanpa mengotori tangan? Revolusi Prancis mengeksekusi ribuan orang pada alat itu. Tidak repot, sekali hentak leher melayang.


Dan pada kasus ini, memakai pisau tajam setajam guillotine adalah pilihan baik. Jangan membayangkan hendak menyilet dagingnya sedikit demi sedikit! Bau daging bisa membuat perutmu lapar, dan kalian pembunuh murni, bukan kanibal. Jangan juga bayangkan menggorok leher perlahan, bau darah itu tidak menyenangkan dibandingkan kalian makan darah ayam. Dan kalian yang dianugrahi kemampuan membayangkan yang hebat, yakin anda tidak akan bisa tidur selama setahun setalh menyoyak daging dan tulang itu.

Pisau itu sebenarnya untuk memasak ayam. Ibu mengatakan bahwa memotong ayam baiknya memakai pisau tajam, setajam guillotine. Tetapi bukan ayam korbannya, melainkan leher.

Ketika ia belum menyelesaikan ciumannya, aku menepuk bahunya. Ia terkejut, gelagapan. Pasangannya melesat pergi tanpa sempat aku lihat wajahnya, nampaknya selain leher, dia juga sayang pada reputasinya.

“Ila, ka.. kamu.. kamu kenapa ada disini?”

Pertanyaan basi yang aku jawab dengan air mata!

Dia ketakutan ketika aku naikan pisau itu sejajar lehernya. Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergerak-gerak cepat, ia panik. Aku tidak sempat menghiraukan teriakannya, gerakan tangannya yang hendak merebut pisauku. Semuanya bagaikan slow motion sebuah film bisu yang tidak pernah aku sukai, dan alam membuatnya meriah dengan hujan.
Satu sabetan pisau itu berhasil menebas batang leher, seperti guillotine yang menebas leher Nicolas Jacques Pelletier untuk pertama kalinya. Dan setelahnya hening, tidak terasa apa-apa, tidak terdengar apa-apa, tidak terlihat apa-apa. Gelap dan sepi.

Nah, bisakah sekarang kalian merasakan betapa menyenangkannya membunuh?
Iya, sangat menyenangkan. membalaskan sakit hati, membalaskan dendam. Namun sedikit sakit. Setajam apapun guillotine, tetap ada jeda sebelum kalian mati. Saat itu kalian masih merasakan darah mengalir, tidak mati seketika. Dan karena itu, aku juga sedikit kesakitan sebelum ajalku tiba.

Aku terlalu mencintainya untuk menebas lehernya


N.B. sudah terlalu banyak happy ever after di buku sebelah, dan bagaimana kalau sesekali kita memberi sela dengan ending berbeda?
Teruntuk Mamak Fitri, cheers



Selasa, 03 November 2009

14.25.00

Tanah Lot

Cuman mau pamer poto. Pada hari minggu, tanggal 18 Okotber lalu aku ke Tanah Lot. Mumpung dapat tumpangan, jadi capcus ajeh.

Hmm.. yakin yg pernah ke bali uda mampir ke tempat ini. Perkembangan pariwisata membuatku miris waktu lihatin kawasan ini. Terakhir kali kesana dulu sekitar tahun 2005, waktu itu memang sudah ada wilayah perbelanjaan namun waktu kesana kemarin, aku bingung, ini Tanah lot atau Sukawati ya, ga ada bedanya.

Lalu, komersialisasi ular suci. Memang sih sifatnya sukarela, namun aku miris saja melihat ada penjaga kotak amal bagi yang mau lihat ularnya. Apa artinya sakral kalau begitu? *teriakan orang udik*

But, semoga saja budaya tetap lestari di tengah menggerusnya pariwisata, Semoga program ajeg bali berhasil ^ ^

Poto-poto dibawah ini, dari atas pura, mungkin kalian tidak pernah diijinkan naik kesana, paling cuman dari bawah.









Model Sekedar lewat






Di sebelah barat pura Tanah Lot, ada sebuah pura lain dengan nama Pura Batu Bolong. Beneran bolong batu bawahnya loh...

pura Batu Bolong





holy snake


dari atas, akan semakin bagus jika orangnya dipindahin, hii


Sunset Tanah Lot, lumayan


Bonusss





Senin, 02 November 2009

13.57.00

I'm Moving

Berbicara mengenai pergantian kalender yang sebentar lagi akan terjadi, baru kali ini aku resah soal itu. Tidak terasa, entah apa saja yang sudah aku lakukan selama tiga tahun ini, aku tidak tahu, dan aku juga tidak mengerti mengapa belum ada apapun yang aku raih. Catat, sesuatu yang mampu aku banggakan pada aku yang menurut orang-orang setidaknya harus menghasilkan apa-apa.

Kadang aku merasa gagal jadi orang. Sekelilingku kebanyakan menilai bahwa setidaknya, aku harus sudah punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Seperti banyak teman bekas kuliahku. Sudah ada disini, sudah ada disitu. Bertempat di KAP sini, lalu bertitel nambah di belakang namanya, dan beberapa sudah nyambil jadi ibu rumah tangga.

Mungkin aku terlalu santai menghadapi hidup. Sampai akhirnya berpikir, bahwa semua idealisme dan kelebihan yang aku punya semenjak dulu, sudah lenyap. Setidaknya dipaksa lenyap oleh sesuatu yang aku sebut malas.

Karena itu, untuk pertama kalinya aku takut menghadapi kalender baru. Bagaimanakah keadaanku ketika beberapa helai kalender baru itu sudah tercabik-cabik?

Aku hanya bisa melangkah sekarang, pada jalan yang ada di depanku. Setelah semua kehilangan-kehilangan yang menyambitku satu per satu, aku sampai tidak merasakan apa-apa lagi. Sesuatu itu memang tidak ada yang kekal. Orang-orang di sekelilingku, perlahan atau cepat, pergi satu per satu. Tidak ada kebersamaan yang abadi.

Aku mau memulai sesuatu, sebagai rasa bersalah dan penebusanku untuk waktu tiga tahunku yang 'sia-sia' ini. Namun aku tidak berani berharap banyak, walau aku terus melangkah, namun aku menyerahkan semuanya pada Tuhan. Seperti sebuah hal yang telah lewat, yang masih belajar aku relakan untuk diambil kembali olehNya.

Hanya seorang peri bunga yang tidak dapat terbang,
but I'm Moving.
For me, and for you, Dez


Just, curhat. lebih baik curhat ke blog,daripada ke tetehku, kasian dia sudah pusing sama curhatan orang lain. hiii....

About