Self Euthanasia
Lima belas …
Enam Belas…
Tujuh…
Nngg..
Ng..
Ngg..
Dua puluh..
Ternyata belum cukup segini dan aku menarik laci. Rasanya botolnya ada di laci terbawah. Dan oh.. ada! Tenang, Pin! Cukup banyak waktu kok sampai mama datang. Jangan tergesa-gesa!
Klontang…
Huh, menyebalkan! Botol kok kayak kaleng begini. Jatuhnya bersuara amat keras.
Aku menunduk, botol itu menggelinding ke bawah meja. Huh, apa emang aku tak boleh melakukannya? Hah, sebodoh amat! Tapi syukur, botolnya tak menggelinding jauh. Aku turun dari kursi, berjongkok sementara tangan kiri menggenggam erat dua puluh bijian ini.
Auww…
Ini dahi kenapa nonongnya maju sekali sih! Ini meja juga, bisa nggak sih geser dikit biar aku ga perlu menjangkau-jangkau jauh begini! Atau dia bantu mengurangi nonongku? Halah, percuma juga, nanti setelah semua biji ini terkumpul semuanya juga hilang.
Nah sekarang aku menyentuh botol itu. Dapat! Haha.. inilah hari kebebasanku, sesaat sebelum nekad aku memandnagi botol ini. Botol bongkok jelek, tapi isimu bisa membuatku bebas, selamanya.
Krieett…
Sesuatu berderik di luar kamar sana, oh.. jangan-jangan Mama sudah pulang? Gawat kalau sampai ketahuan.
Aku bangun, cepat lari ke pintu dam mengunci pintu.
Hehe… sekarang aman! Mama tak bisa mencegahku, ada gunanya aku punya uang sendiri sekarang dan bebas berkeliaran kala sekolah. Sekali lagi botol itu aku pandangi, bersamaan berbutir-butir di tangan kiri ini. Uang beratus ribu, sungguh sangat gampang memperoleh surga dengan uang seratus ribu. Ups.. atau neraka?
Whateverlah! Entah kemana, yang penting aku bebas.
“Pin, kau serius?”
Jantungku berdetak keras ketika kudengar suaraku sendiri. Hey, kita berdua yang menginginkan ini! teriakku. Tak seharusnya sekarang kau ragu begitu.
“Tapi Pin, tidakkah kita bisa bicara pada Mama soal ini?”
Hey, bisakah kau diam!
Aku kesal, kupukul ia dengan keras tepat di dada. Dan dadaku sendiri berguncang karenanya, menimbulkan suara berdebam keras. Huh.. sakit.
“Kita hanya perlu bicara baik-baik, Pin! Mama tak akan maksa kita untuk tetap ngambil dokter!”
Sudah kubilang diam! Ngerti ga sih? Aku benar-benar kesal sekarang.
Ada pisau di atas meja sana, aku berlari dengan beringas dan menyambarnya setelah menaruh botol kebahagiaan ini.
Oke.. kalau kau bicara lagi, aku akan langsung menusukmu!
“Jangan, Pin! Itu akan menyakitimu sendiri. Kenapa kita tak coba bicara sama Mama?”
Brengsek! Aku menggebrak meja. Tanganku menindih mata pisau, dan uhh.. perih sekali.
“Pin… apa itu?” sebuah suara berteriak dari luar, amat jauh terdengar.
Lihat kan sekarang akibatnya? Gara-gara kau tak mau kompak mama jadi tahu.
Dogg dogg dogg..
“Pin…” Suara mama, selang-seling dengan gedoran pintu, terdengar lagi, “Pin.. buka pintu!”
“Mama akan menyelamatkan kita, Pin!”
Aku mengacungkan pisau. Sebodo amat! Dia menyelamatkan kita untuk menyelamatkan mukanya sendiri dari orang-orang. Dia seorang dokter dan mau seluruh keturunannya menjadi dokter. Aku bukan keturunannya, dan aku tak mau jadi dokter.
“Kita anak Mama, Pin!”
Bukan! Yang anak mama itu kau, bukan aku!
Gedoran pintu bertambah keras, handel pintu seakan mau rusak ditarik-tarik begitu.
“Pin, buka pintu atau mama dobrak?” teriak mama,
Terserah!
“Pin, letakan pisau itu! Tangan kita berdarah,”
Darah? Darahkah namanya cairan merah yang menggenang dimeja itu? Di dekat pisau itu? Oh.. tidak, aku takut pada cairan itu. Tangan itu, ternyata masih menggenggam pisau itu.
“Lempar!”
klontang…
Kulempar ke sudut dan mengenai kaca jendela. He he.. ternyata memang benar cara itu menyakitkan, dan aku tak mau cara yang sakit. Nah sekarang aku sudah mulai beringas lagi. Caraku sendiri lebih menyenangkan, dua puluh biji dan sebotol yang masih baru. Kurasa lebih daripada cukup.
“Pin…” teriak mama sementara botol ini kubuka, darah membasahi tutupnya, menyayat dagingku hingga sakit. Tapi aku tak peduli, dadaku terlalu bergairah.
“Pin buka pintu!” teriak mama lagi sambil menggedor pintu.
“Pin, kamu dengar kan mama menggedor pintu?”
Sebodo amat! Sekarang botol sudah terbuka. Cukupkah waktu untuk menghitungnya? Percuma dihitung, yang penting lebih dari cukup untuk membawaku pergi.
“Pin, sadar!”
Diam kau! Sebentar saja, setelah aku memindahkan isinya ke tangan kiri kau boleh bicara, untuk terakhir kalinya. Eh sebentar, kau boleh bicara setelah semuanya masuk mulut dan air membawanya turun.
“Pin, jangan!”
Aku tak peduli, semua kepenatan ini membuatku lelah. Tidakkah kau lelah?
“Pin, buka…” hah, gedoran mama masih saja terdengar, tapi aku tak peduli.
“JANGAN!”
Aku tersenyum, melirik sesaat senyum lain di pigura atas buffet. Wajahnya memang manis, tapi kelakuannya tak semanis itu. Hey, jangan ingat dia lagi. Alvin tenang kok dengan Manda. Dan sekarang kau akan tenang dengan puluhan biji ini.
“TIDAK!”
Aku buka mulut, ohh.. ternyata belum cukup lebar untuk menampung semua butir ini. Kubuka lebih keras, sesekali mendengar getaran keras di pintu. Hore.. semuanya masuk, dan rasanya pahit ternyata. Tak apa, air ini akan menghapus rasa pahit.
Glekk.. glekk. Glekkk..
Susah juga ternyata. He he he…
Pintu menjeblab terbuka, ah aku tak peduli mama menerjang tanganku, gelas terjatuh ke lantai dan pecah. Aku tertawa, sekarnag semua biji telah masuk ke kerongkongan. Aku tertawa lagi, senang rasanya membalas dendam begini. Sementara itu mama memukul punggungku. Uhuk… sampai mati tak akan kumuntahkan. Haa.. haa.. ha…
Lalu semua gelap, aku suka gelap. Aku cinta gelap. Bubye mama.. bubye semua… muah….
Bagi yang bingung, selamat berbingung-bingung ria ya. hiiiii.....
dibuat pada, Denpasar, 6 maret 2008. dan dipost pada tanggal yang sama dan dikomentari orang-orang pada Kemudian.com
Enam Belas…
Tujuh…
Nngg..
Ng..
Ngg..
Dua puluh..
Ternyata belum cukup segini dan aku menarik laci. Rasanya botolnya ada di laci terbawah. Dan oh.. ada! Tenang, Pin! Cukup banyak waktu kok sampai mama datang. Jangan tergesa-gesa!
Klontang…
Huh, menyebalkan! Botol kok kayak kaleng begini. Jatuhnya bersuara amat keras.
Aku menunduk, botol itu menggelinding ke bawah meja. Huh, apa emang aku tak boleh melakukannya? Hah, sebodoh amat! Tapi syukur, botolnya tak menggelinding jauh. Aku turun dari kursi, berjongkok sementara tangan kiri menggenggam erat dua puluh bijian ini.
Auww…
Ini dahi kenapa nonongnya maju sekali sih! Ini meja juga, bisa nggak sih geser dikit biar aku ga perlu menjangkau-jangkau jauh begini! Atau dia bantu mengurangi nonongku? Halah, percuma juga, nanti setelah semua biji ini terkumpul semuanya juga hilang.
Nah sekarang aku menyentuh botol itu. Dapat! Haha.. inilah hari kebebasanku, sesaat sebelum nekad aku memandnagi botol ini. Botol bongkok jelek, tapi isimu bisa membuatku bebas, selamanya.
Krieett…
Sesuatu berderik di luar kamar sana, oh.. jangan-jangan Mama sudah pulang? Gawat kalau sampai ketahuan.
Aku bangun, cepat lari ke pintu dam mengunci pintu.
Hehe… sekarang aman! Mama tak bisa mencegahku, ada gunanya aku punya uang sendiri sekarang dan bebas berkeliaran kala sekolah. Sekali lagi botol itu aku pandangi, bersamaan berbutir-butir di tangan kiri ini. Uang beratus ribu, sungguh sangat gampang memperoleh surga dengan uang seratus ribu. Ups.. atau neraka?
Whateverlah! Entah kemana, yang penting aku bebas.
“Pin, kau serius?”
Jantungku berdetak keras ketika kudengar suaraku sendiri. Hey, kita berdua yang menginginkan ini! teriakku. Tak seharusnya sekarang kau ragu begitu.
“Tapi Pin, tidakkah kita bisa bicara pada Mama soal ini?”
Hey, bisakah kau diam!
Aku kesal, kupukul ia dengan keras tepat di dada. Dan dadaku sendiri berguncang karenanya, menimbulkan suara berdebam keras. Huh.. sakit.
“Kita hanya perlu bicara baik-baik, Pin! Mama tak akan maksa kita untuk tetap ngambil dokter!”
Sudah kubilang diam! Ngerti ga sih? Aku benar-benar kesal sekarang.
Ada pisau di atas meja sana, aku berlari dengan beringas dan menyambarnya setelah menaruh botol kebahagiaan ini.
Oke.. kalau kau bicara lagi, aku akan langsung menusukmu!
“Jangan, Pin! Itu akan menyakitimu sendiri. Kenapa kita tak coba bicara sama Mama?”
Brengsek! Aku menggebrak meja. Tanganku menindih mata pisau, dan uhh.. perih sekali.
“Pin… apa itu?” sebuah suara berteriak dari luar, amat jauh terdengar.
Lihat kan sekarang akibatnya? Gara-gara kau tak mau kompak mama jadi tahu.
Dogg dogg dogg..
“Pin…” Suara mama, selang-seling dengan gedoran pintu, terdengar lagi, “Pin.. buka pintu!”
“Mama akan menyelamatkan kita, Pin!”
Aku mengacungkan pisau. Sebodo amat! Dia menyelamatkan kita untuk menyelamatkan mukanya sendiri dari orang-orang. Dia seorang dokter dan mau seluruh keturunannya menjadi dokter. Aku bukan keturunannya, dan aku tak mau jadi dokter.
“Kita anak Mama, Pin!”
Bukan! Yang anak mama itu kau, bukan aku!
Gedoran pintu bertambah keras, handel pintu seakan mau rusak ditarik-tarik begitu.
“Pin, buka pintu atau mama dobrak?” teriak mama,
Terserah!
“Pin, letakan pisau itu! Tangan kita berdarah,”
Darah? Darahkah namanya cairan merah yang menggenang dimeja itu? Di dekat pisau itu? Oh.. tidak, aku takut pada cairan itu. Tangan itu, ternyata masih menggenggam pisau itu.
“Lempar!”
klontang…
Kulempar ke sudut dan mengenai kaca jendela. He he.. ternyata memang benar cara itu menyakitkan, dan aku tak mau cara yang sakit. Nah sekarang aku sudah mulai beringas lagi. Caraku sendiri lebih menyenangkan, dua puluh biji dan sebotol yang masih baru. Kurasa lebih daripada cukup.
“Pin…” teriak mama sementara botol ini kubuka, darah membasahi tutupnya, menyayat dagingku hingga sakit. Tapi aku tak peduli, dadaku terlalu bergairah.
“Pin buka pintu!” teriak mama lagi sambil menggedor pintu.
“Pin, kamu dengar kan mama menggedor pintu?”
Sebodo amat! Sekarang botol sudah terbuka. Cukupkah waktu untuk menghitungnya? Percuma dihitung, yang penting lebih dari cukup untuk membawaku pergi.
“Pin, sadar!”
Diam kau! Sebentar saja, setelah aku memindahkan isinya ke tangan kiri kau boleh bicara, untuk terakhir kalinya. Eh sebentar, kau boleh bicara setelah semuanya masuk mulut dan air membawanya turun.
“Pin, jangan!”
Aku tak peduli, semua kepenatan ini membuatku lelah. Tidakkah kau lelah?
“Pin, buka…” hah, gedoran mama masih saja terdengar, tapi aku tak peduli.
“JANGAN!”
Aku tersenyum, melirik sesaat senyum lain di pigura atas buffet. Wajahnya memang manis, tapi kelakuannya tak semanis itu. Hey, jangan ingat dia lagi. Alvin tenang kok dengan Manda. Dan sekarang kau akan tenang dengan puluhan biji ini.
“TIDAK!”
Aku buka mulut, ohh.. ternyata belum cukup lebar untuk menampung semua butir ini. Kubuka lebih keras, sesekali mendengar getaran keras di pintu. Hore.. semuanya masuk, dan rasanya pahit ternyata. Tak apa, air ini akan menghapus rasa pahit.
Glekk.. glekk. Glekkk..
Susah juga ternyata. He he he…
Pintu menjeblab terbuka, ah aku tak peduli mama menerjang tanganku, gelas terjatuh ke lantai dan pecah. Aku tertawa, sekarnag semua biji telah masuk ke kerongkongan. Aku tertawa lagi, senang rasanya membalas dendam begini. Sementara itu mama memukul punggungku. Uhuk… sampai mati tak akan kumuntahkan. Haa.. haa.. ha…
Lalu semua gelap, aku suka gelap. Aku cinta gelap. Bubye mama.. bubye semua… muah….
Bagi yang bingung, selamat berbingung-bingung ria ya. hiiiii.....
dibuat pada, Denpasar, 6 maret 2008. dan dipost pada tanggal yang sama dan dikomentari orang-orang pada Kemudian.com
hohohoho panjang ceritanya
BalasHapusOhh gak bingung kok aku... Dio hnya org yg kurang waras tw depresi.. Di maklumi aja lahh.. Btw ,bgus kok cerita! Ampe d otakku berasa da ptogan gambr nya, sangking merasuknya ni cerita.
BalasHapusduuuh judulnya mengerikan, euthanasia :sweatdrop:
BalasHapusorang tua, janganlah memaksakan kehendak pada anaknya
BalasHapusntar bisa bunuh diri lho
wadoh bener2 jago buat cerpen fantasi. bener-bener orang bunuh diri dengan darah yang dingin heuheuheu ... keren mba
BalasHapussereemmm..masa bunuh diri?
BalasHapuscerita lama ya?
BalasHapusbagus kok, tapi serem ya.
jago deh bikin cerita yang menegangkan kayak begini
kegelapan akhirnya membawamu pada ketenangan pin!...tunggu aku dalam kegelapanmu yaaa
BalasHapusSerem banget nih bacanya......
BalasHapuskalau saya yang namngkep saya angkat kedua kakinya kepala di bawah ntar pasti muntah dengan sendirinya..... kalau nggak mulutnya dikasih minyak goreng dipaksa minum pasti muntah deh...
akhirnya selamat
mampir...melihat orang yg mo bunuh diri. hiiii....
BalasHapusitu bunuh diri.... karena disuruh masuk kedokteran yak.....
BalasHapussereeeeemmmm, tp keren.... hehehehehe
aq gak bingung kok bacanya..... tenang ajah... xixixixi
intrik nya cakep...:D
BalasHapusmoga2 aku ga jadi bingung
BalasHapusmampir lagi comment lagi hahahaha
BalasHapusmenarik... seru....seremmm....
BalasHapusgak salah kalo mbak fanny masukin mocca_chi diantara 3 bidadari di bloggerrize nya. emang pinte bikin cerita yang bisa narik perhatian pembaca.
tetep berkarya ya
ah..jadi ingat aku yang pernah melakukan hal sama tapi keburu takut..pil2 pahit ga bisa terdorong oleh air..jadilah pada nyangkut dimulut dan terpaksa harus dimuntahkan lagi..
BalasHapusjidat nonongnya karena kena timpuk botol? ups hehehehehehe
BalasHapusmmm... alasannya?
BalasHapuspengembangan alurnya cakep! penggabungan aku dan dialog monolog yoi abis..
cuman hehehehehehehe.. maaf pemicu klimaksnya agak blur buatku?
maafkan maafkan maafkan, karena aku terlalu salut... jadinya pingin (worship) lagi...
maafkan maafkan maafkan
selera kita sama ya... suka bikin fiksi yg psycho, hehehe. cuma kl aku blom berani publish, masih dinikmatin sendiri aja.
BalasHapusmocca, pengen deh kapan2 ketemuan, trus sharing ilmu. atau kamu baca fiksiku, trus kasih komen. aku pgn tau pendapat dari idolaku ini... fufufu...
@ mbak de asmara, mau ngasi aku tulisan?sip... aku mau kok baca.tpi mungkin kadang keji klo kasi koment. kutunggu yak responnya...
BalasHapuswakakaka....
BalasHapustulisan miring terakhir itu kok ya ada...hehehehe
tau aja, orang pada bingung...hihihi...
nggak kok, ceritanya bagus kok...tentang bunuh diri yaa???
Bunuh diri kan?
BalasHapusSerem ah...
Tp overall bikin aq berimajinasi...
salam kenal.... dan sukses selalu........ tukeran link yuk
BalasHapusNahhhh nahhhhh.....neh anak mo praktek Ilmu Debus pasti nih....mo belajar ngalahin Houdini ya mbak?
BalasHapusthis is dark :)
BalasHapus