Senin, 15 Desember 2008

12.40.00

No Mood For Today

Seharusnya ngerjain PR dari Memi
hari ini, tapi rasanya ini kepala ga nurut untuk nginget ke masa lalu, atau justru karena seumur-umur saya ga pernah jadi orang gokil ya?

WWhateverlah, moga Memi ga marah saya telat ngerjain PR (atau mungkin ga ngerjain), kekeke
tapi sebagai gantinya, saya bajak kalimat motivator Mario Teguh yang semalam saya tonton acaranya

"Saat anda mencintai seseorang, bangunlah rumah anda di hatinya"


Tetapi bagaimana kalau orang yang kita cintai itu begitu tertutup, hingga jangankan bikin rumah, untuk membuka pintunya saja susahnya minta ampun.


Sure, there is no mood for anything today.

Sabtu, 13 Desember 2008

09.14.00

Semangat Hidup Dari Tunas Daun Hijau

Artikel ini diambil dari Koran Sinar Harapan Online. mengisahkan tentang Seorang perempuan Jepang yang selamat dari peristiwa bom atom Hiroshima 60 tahun yang bangkit dari depresi setelah melihat tunas-tunas daun baru dari sebuah ranting pohon Payung Cina yang mengalami nasib sama dengannya.

Menyikapi maraknya kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini, artikel tersebut seharusnya mengilhami orang-orang yang kehabisan semangat hidup (termasuk saya mungkin suatu saat nanti kekeke). Bagaimana tidak, seorang Suzuko Numata yang telah kehilangan banyak hal, termasuk kedua kaki saja masih bisa tersentuh oleh pucuk daun hijau itu, hingga akhirnya ia mendapatkan semangat hidup dan mempunyai keinginan untuk menyebarkan perdamaian ke seluruh dunia.

Mungkin memang beda kasus dengan di Indonesia, seperti dilansir oleh Bandung detik.com, kebanyakan kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh faktor Anomik, yaitu kebingungan. Namun intinya tetap sama, dari kebingungan itu akan menyebabkan depresi tingkat tinggi,dan seperti kasus Suzuko Numata, depresi juga menyebabkan ia beberapa kali ingin membunuh diri.

Pertanyaannya sekarang, bisakan orang Indonesia yang sedang depresi itu tersentuh oleh hanya pucuk daun hijau?
Jawabannya sepertinya meragukan, lihat jumlah pohon di Indonesia, tentu jauh lebih banyak daripada pohon di Jepang, tapi tetap saja banyak orang Indonesia yang bunuh diri.

Atau malah sekarang urusan itu kembali pada pribadi orang yang bersangkutan?

Kamis, 11 Desember 2008

14.14.00

Kontoversi PKL : Antara Keindahan Kota dan Himpitan Ekonomi

Ini topik debat di TV One semalam. Yang biasanya saya malas menonton karena terkesan peperangan, tapi setelah dibetah-betahin, ternyata punya sisi yang menarik.

Saya hanya menonton sesi pertama, debat antara koordinator Urban Poor Consortive (UPC)dengan Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta, walaupun saya sama sekali tidak tahu bagaimana wajah PKL di Jakarta, tetapi berita-berita penggusuran dan penyitaan di televisi membuat saya tertarik.

Koordinator UPC mempermasalahkan penggusuran PKL, yang dinilai lebih menekan hak hidup rakyat kecil. Penggusuran dilakukan dimana-mana, relokasi wilayah PKL ke area-area yang tidak hoki ataupun penggusuran yang dilakukan dengan kekerasan termasuk perampasan georbak-gerobak ataupun barang dagangan mereka.

Saya salut dengan kordinator UPC, seorang wanita yang saya lupa namanya. Beliau berbicara dengan begitu tenang, perlahan, tetapi tajam dan menohok. termasuk saat menangapi pernyataan panelis TV One yang menanyakan kenapa PKL tersebut malah urbanisasi ke Jakarta. jawabannya membuat saya geli, "kalau di desa mereka sejahtera, tidak mungkin mereka akan datang ke jakarta."

Intinya dari yang saya tangkap, pihak UPC hanya meminta Pemda melakukan penataan terhadap PKL, dengan mengambil contoh kawasan Malioboro Yogyakarta yang walaupun berdagang di trotoar tetap tidak menganggu karena penataannya dilakukan dengan baik.
Pada saat itu sih Kepala Dinas Tata Kota menyanggupi, dengan mengatakan akan menyampaikan hal itu pihak yang berwenang, namun sekali lagi koordinator UPC menyentil dengan mengatakan "Semoga pernyataan bapak bukan hanya untuk konsumsi televisi!"

Ada hal menarik lain dalam debat ini. Hampir sepanjang sesi pertama, koordinator UPC menekankan permasalahan pada Satpol PP, dimana satuan polisi khusus itu cenderung melakukan kekerasan saat melakukan penataan. dan memang seperti yang ditayangkan di televisi, rata-rata Satpol PP dalam melakukan penataan, entah itu PKL ataupun rumah kumuh, cenderung disertai dengan kekerasan.
Jadi mungkin wajar jika pihak PKL meminta agar Satpol PP ditarik saja, atau mungkin benar seperti yang diungkapkan UPC sembari bercanda,

"Satpol PP disuruh bersihin got saja, bukan untuk gusur PKL"

Hmm... mungkin Jakarta akan bebas banjir kali kalau Satpol PP rajin bersihin got, seperti rajin menggususr PKL. hehee
.

Rabu, 10 Desember 2008

09.08.00

Warung Kejujuran

Adalah warung dimana tidak ada kasir yang menjaga, setiap orang yang membeli diuji kejujurannya apakah membayar tepat, lebih, kurang, atau malah lupa membayar.

Semalam saya menonton berita di Metro TV, ada sebuah berita yang menarik perhatian saya. Telah dibuka warung kejujuran di Kantor KPK serta di sebuah SMP di wilayah Padang Sumatera Barat sana.

Menurut logika, harusnya sarang yang paling bersih dari korupsi di negeri kita adalah kantor KPK, namun nyatanya, setelah beberapa lama warung itu malah merugi terus. Hingga saat berita tersebut disiarkan, warung itu sudah kehabisan dagangannya, semua rak kosong, kulkas tak berisi.
Tetapi keadaan berbalik di SMP di Padang, warung kejujuran yang dibuka itu memperoleh untung yang bahkan, dalam waktu dua tahun sudah bisa dipakai membeli sebuah mobil untuk operasional sekolah.

Nah lo, kenapa bisa begitu. Apa ini mencerminkan bahwa sekarang yang tua kurang bisa menjadi jujur, hanya membayar minuman ribuan perak aja bisa lupa, bagaimana untuk mengusut aliran dana BLBI yang uangnya sampai milyaran rupiah. yakin itu kagak ada yang ditilep :P

Sabtu, 06 Desember 2008

08.30.00

Ke Malaysia dan Singapura Gratis? Ikut...

Semalam, karena sedang tidak enak badan dan meringkuk sejak jam tujuh sore di tempat tidur, sekitar jam setengah sepuluh terbangun oleh dering telpon. Ah, saya lupa mematikannya. Yang menelpon ternyata seorang sahabat jauh, yang memang sudah relatif jarang bertegur sapa karena kesibukannya.

Namanya Kiki, anak pertanian yang nyasar jadi wartawan Jawa Pos di Surabaya sana. Dengan sinyal yang agak menganggu akibat sawah beton tempat ia bekerja, ia bercerita bahwa akan pergi ke Singapura pada tanggal 10 Desember nanti. Bagian Pariwisata Singapura sana, yang entah apa namanya tengah mempromosikan wilayahnya dengan mengundang wartawan dari Indonesia untuk menyaksikan langsung daerah wisata di sana, dan teman saya beserta seorang rekannya dari Surabaya mendapat kesempatan emas itu.

Jalur perjalanannya berawal dari Singapura, liputan selama dua hari. Lalu naik kapal pesiar gratis selama beberapa saat yang ini yang paling keren, kapan lagi orang indonesia dengan perekonimian menengah bisa naik kapal pesiar? wkwwkk), untuk kemudian berlabuh di Malaysia. Di negeri itu, Kiki akan berwisata sekaligus bekerja selama dua hari.

Hmm... saya yang mendengarnya saja sudah girang bukan kepalang, masalahnya kesempatan begini tidak akan datang dua kali. Bersyukur pula Kiki sudah punya paspor,karena sebenarnya yang hendak diberangkatan adalah rekan seangkatannya yang lain, namun berhubung rekannya itu tidak punya paspor, Kiki lah yang berangkat.

Duh, padahal saya ingin ikut. Ingin lihat Merlion, Menara di Malaysia juga kota taman Singapura yang dengar-dengar besarnya tidak lebih dari Pulau Bali.
tapi apa daya, duit kagak nyampe. wkwkwk. tapi tak apalah, tidak bisa ikut, nitip cowok cakep juga boleh. wkwkwkkw

Kamis, 04 Desember 2008

13.26.00

Antara Otak dan Hati

Hari telah mencapai petang kala itu, saat terjadi perdebatan sengit antara dua buah organ di dalam tubuh manusia. Sang Hati dan Sang Otak, entah kenapa keduanya seringkali berselisih paham akan suatu hal, yang selalu diakhiri dengan kemenangan sekaligus menangisnya Sang Hati.

"Ingat, bagaimana perlakuannya pada kita, buat apa kita mengucapkan hal itu padanya?" sergah Sang Otak.

Sang Hati menggeleng, dengan sayu menjawab. "Tidak begitu! Memang kamu menganggap perlakuannya selama ini begitu asing bagi kita, tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam hatinya."

Sang Otak marah. "Tidak cukupkah penderitaan kita selama ini? siang dan malam terbayang-bayang, tidak enak tidur, tidak enak makan, hanya suasana muram yang entah mengapa!"

"Tapi aku ingin, Titik!"

Sang Otak mendengus, dan akhirnya begitulah setiap saat. Hati selalu menang, ini pula pangkal mengapa ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta tidak mengenal logika, tidak mengenal otak.

"Terserah!" tegas Sang Otak. "Tetapi aku tidak mau menanggung akibatnya!"


Akhirnya maksud Sang Hati yang dilaksanakan, mengirim sajak hari lahir pada dua organ di tubuh seberang, yang jauh dari Sang Otak namun terasa dekat oleh Sang Hati.
wish u all the best


Mereka menunggu, antara ingin dan menolak, Sang Hati dan Otak kembali berselisih paham.

"jangan ditunggu!" ingat Sang Otak.
"Iya, tapi aku berharap dia membalas!" jawab Sang Hati.
"Itu sama saja dengan bohong, jangan ditunggu!"
"Tidak!"
"Jangan!"
"Tidak!"

Akhirnya, balasannya datang, seuntai sajak terimakasih, sedikit panjang dengan penjelasan segala macam.

"Lihatlah, dia tidak melupakan kita!" jerit Sang Hati senang. Sekali lagi membaca untaian itu, tanpa berkedip.

Sang Otak hanya diam, menyaksikan. Sesekali ia ingin mengingatkan Sang Hati, agar jangan terlalu menganggap balasan itu sebagai sesuatu yang serius, karena bagaimanapun Sang Hati begitu sensitif dan bisa saja kembali tergoda untuk menyimpan bayang itu dalam relungnya. Lama Sang Otak memikirkannya, hingga akhirnya ia menyadari sesuatu.

Sang Otak menangis.

"Kenapa menangis?" tanya Sang hati yang masih bahagia.

Sang Otak menjawab. "Aku menangis, karena baru menyadari betapa besar arti dia bagimu, bagi kita dan bagi tubuh ini. Hanya balasan sedikit ini saja kamu sudah begitu bahagia, apalagi jika lebih. Membuatku makin takut, kalau kita memang benar tidak bisa lepas darinya."

Sang hati termenung, diam. Menyadari bahwa, semua itu benar.
Semua itu benar. dan masalahnya, dia adalah satu yang harus ditinggalkan kalau mau hidup tanpa sakit.
mereka terdiam, kembali menangis.




this is real

Selasa, 02 Desember 2008

09.17.00

Saat Si Obat Nyamuk Berbicara

Sahabatku,
sampai kapan aku harus menunggu di sudut meja ini? Menatapi dirimu dan dia bermesraan begitu? Kamu ingin mengujiku, ya? Atau mau mengejekku karena aku sedang sendiri? Haahaa… hari ini kamu berhasil, memang aku sedikit iri, nih. Tapi tunggu dulu, kurasa bukan hanya kamu yang ingin mengejekku, pacarmu juga sepertinya. Jadi sebentar, aku mau bicara pada pacarmu dulu

Kau, laki-laki yang bermesraan dengan sahabatku,
Hey, ingatlah keberadaanku disini. Sedari tadi aku menunggu kalian, melihat kalian tertawa-tawa bersama di sana. Aku bukan pameran, dan aku juga bukan penonton, walaupun iyah, aku memang obat nyamuk. Tetapi ingat, aku juga mengharapkan kekasihmu.

Hey, lelaki menyebalkan. Suatu saat, akan kubuat dirimu yang ada di posisiku, meradang menjadi penonton dengan sebal dan dongkol mau memuncak. Nanti aku yang akan merebut kekasihmu, mengajaknya ke suatu tempat yang tidak ada sangkut pautnya denganmu.

Lelaki, dengarlah. Aku sudah terlalu lama tidak bertemu dengan kekasihmu. Hampir sebulan, semenjak ia terakhir kali pindah dari kamar kost di sebelahku. Selama itu pula kamu memonopolinya, menemaninya setiap malam. Nah, karena itu, berhubung sekarang aku sedang sakau tong sampah, maka ijinkan aku menyabotase kemesraan kalian. Dan akan kulakukan sekarang juga!

Sahabatku,
Aku sudah cukup dengan pacarmu, maka kesinilah sebentar.
Kita lama tak bertemu, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. kamu tahu bukan, aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri, karena itu, banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu, seperti banyak hal yang ingin aku renungkan sendiri.

Sahabatku, kemarilah! Tinggalkan sebentar pacarmu itu. Mari kita membagi cerita, bertukar tawa dan sedih. Ada banyak hal yang mungkin tidak bisa kamu bagi pada pacarmu, tapi kamu bisa dengan gamblang membaginya padaku. Mumpung masih ada banyak ruang kosong di hatiku, yang sekarang masih tersia-siakan oleh seseorang. Jadi aku bisa sepenuhnya mendengarkanmu.

Sahabatku, dengarkanlah aku. Malam kemarin, aku sedang merenung ketika tiba-tiba sebuah telpon masuk. Seorang teman lama yang terlupakan karena egoisitasnya. Dia langsung bertanya tanpa basa-basi, tentang apakah di tempatku menerima karyawan baru. Oh, kamu tahu apa yang aku katakana untuk menjawabnya, aku langsung mengatakan TIDAK!

Oh, aku benci pada seseorang yang seperti itu. Dia, hanya mengaku sebagai teman saat dia butuh, sama seperti dulu-dulu. Sejenak aku merindukan sosok sepertimu, namun aku tidak enak kalau harus langsung menutup telpon. Aku layani ia mengobrol, dengan sedikit basa-basi basi. Sampai akhirnya mungkin ia sadar, dan menutup telpon dengan pesan “kalau ada info, kasih tahu aku ya!” Ih, menyebalkan! Maka aku langsung melupakannya, melupakan teman yang lama dan terlupakan itu. Aku lebih menyukai orang sepertimu.

Sahabatku, kamu tahu apa yang membuat kita dekat? Kurasa aku tahu, kita saling memberi, memberi waktu dan ruang, memberi kesempatan dan feedback yang baik untuk masing-masing. Setelahnya kita saling menerima, dihargai dan kadang-kadang, menerima saran-saran.

Kala aku sedang gundah, entah kenapa dirimu selalu menjadi setitik embun. Aku suka embun, karena itu aku menyebutmu embun. Engkau selalu tahu apa yang aku butuhkan dalam gundah, sebuah dorongan, sebuah pembelaan, terserah apakah aku memang benar atau salah. Kamu selalu bisa memberikannya, dan lalu mengkoreksinya ketika perasaanku sudah membaik. Jadi, bercerita kepadamu, itu sama artinya dengan mengadu tanpa sedikitpun diadili.

Kamu ingat saat seseorang memakiku? Aku bersyukur karena kamu ada disampingku. Kamu bersedia menambah dosa hanya karena tidak tahan melihatku dicaci, kamu memakinya balik, melemparkan sesuatu yang seperti kutukan hingga akhirnya orang itu melarikan diri dengan segudang kemarahan. Setelahnya, kita berdua tertawa, lega sekaligus tak habis pikir, kenapa ada orang seperti itu.
Dan sewaktu kamu pindahan, sesaat setelah kembali pulang dan menemukan kamarmu diisi orang lain,

Sahabatku, aku selalu tidak sabar menunggu kedatanganmu. Aku berusaha memberi waktu lowong untukmu, menyediakannya dan akhirnya mengisinya dengan obrolan panjang sampai lewat tengah malam. Haha… aku ingat terakhir kali kamu menginap, kita bahkan sampai membuat aturan, siapa yang berbicara setelahnya akan kena cubit. Yah, walaupun awal-awalnya malah terjadi saling cubit karena masing-masing tetap bicara, cara itu manjur. Kita bisa tidur dan terbangun pagi-pagi karena kamu harus bergegas mengejar jam kerja. Dan sejam setelahnya, smsmu kuterima, dengan ucapan terimakasih atas bagian ranjangku yang selalu lowong untukmu. Adakah yang lebih membahagiakanku selain itu?

Dengan segala kekuranganku, aku ingin menjadi seseorang berarti bagi orang walaupun hanya bisa sebatas pendengar. aku ingin membuatmu tersenyum, dalam keadaan senang atau susah. Aku ingin menjadi seseorang yang seperti itu, bagimu.

Nah, sahabatku, datanglah segera. Aku menunggumu, dengan sejuta kasih dan cerita. Kita berbagi seperti dulu lagi, dan setelahnya, kamu bisa kembali kepada kekasihmu.


About