Tampilkan postingan dengan label surat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label surat. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Januari 2009

09.20.00

Sebelum Tidur

Edisi Minggu, 4 Januari 2009
Lampu kamar telah mati. Pencahayaan dua duanya hanya berasal dari lampu teras dan televisi yang belum dimatikan. Ribut suara yang mengatakan bahwa snack ini enak terdengar di sekeliling kamar, berputar-putar di ruangan dan menyajikan amanat bahwa esok saya harus mencobanya. tapi maaf, kali ini saya tidak tertarik.

Saya naik ke ranjang, bersimpuh di atas seprai kesayangan yang hangat saat dingin namun adem saat panas. kedua tangan terangkat, tertangkup di depan dada dan kemudian, semua terjadi, seperti biasa...


Untuk Tuhan,

Tuhan, aku mohon....(diam sesaat, menarik napas), tunjukan jalan yang harus kutempuh. beri aku restu untuk mencapai apa yang menjadi tujuan hidupku. tetaplah membimbingku, karena aku tahu semua terjadi berkat ijin-Mu.Tetapkan jalanku agar aku tidak berpaling terlalu jauh, atau menyerah di tengah jalan.

Tolong, saat aku jatuh, berilah aku kekuatan untuk bangun dan kembali berlari. saat aku putus asa, berilah aku semangat hingga aku selalu bisa mengatasinya.

Hanya itu untuk kali ini, Terimakasih. Aku tidur.


bersambung, sampai malam selanjutnya ^ ^

Senin, 22 Desember 2008

10.06.00

Untuk Dua Puluh Tiga Tahun Ini....

Buat Ibu

Hari ini, memang bukan hari spesial untukmu, karena rutinitasmu tetap sama seperti kemarin. Memasak, mengurus ternak, mengurus rumah tangga, mengurus bermasyarakat. Tidak ada hal khusus, ataupun pengetahuan intelek akan hari ini, karena keseharianmu jauh lebih mulia daripada sekedar makna hari ini.

Ibu, bertahun-tahun waktu aku jauh, aku mohon maaf kalau aku tidak menjadi dekat denganmu. Kadang aku durhaka, hanya meminta namun tidak pernah memberi, ataupun tidak pernah membagi cerita. Hanya memberi cemberut saat datang.

Ibu, walaupun demikian, aku beruntung memilikimu. Wanita perkasa, tameng yang melindungiku dari takut, wadah yang mengalasiku saat butuh, ataupun pakaian yang menyelimutiku saat membutuhkan.

Semoga untuk kedepan, aku bisa lebih berbakti, walaupun sejak dua pulu tiga tahun ini belum pernah bisa untuk 'sekedar' berbakti.

Terimakasih, Ibu

Selamat hari Ibu

Selasa, 02 Desember 2008

09.17.00

Saat Si Obat Nyamuk Berbicara

Sahabatku,
sampai kapan aku harus menunggu di sudut meja ini? Menatapi dirimu dan dia bermesraan begitu? Kamu ingin mengujiku, ya? Atau mau mengejekku karena aku sedang sendiri? Haahaa… hari ini kamu berhasil, memang aku sedikit iri, nih. Tapi tunggu dulu, kurasa bukan hanya kamu yang ingin mengejekku, pacarmu juga sepertinya. Jadi sebentar, aku mau bicara pada pacarmu dulu

Kau, laki-laki yang bermesraan dengan sahabatku,
Hey, ingatlah keberadaanku disini. Sedari tadi aku menunggu kalian, melihat kalian tertawa-tawa bersama di sana. Aku bukan pameran, dan aku juga bukan penonton, walaupun iyah, aku memang obat nyamuk. Tetapi ingat, aku juga mengharapkan kekasihmu.

Hey, lelaki menyebalkan. Suatu saat, akan kubuat dirimu yang ada di posisiku, meradang menjadi penonton dengan sebal dan dongkol mau memuncak. Nanti aku yang akan merebut kekasihmu, mengajaknya ke suatu tempat yang tidak ada sangkut pautnya denganmu.

Lelaki, dengarlah. Aku sudah terlalu lama tidak bertemu dengan kekasihmu. Hampir sebulan, semenjak ia terakhir kali pindah dari kamar kost di sebelahku. Selama itu pula kamu memonopolinya, menemaninya setiap malam. Nah, karena itu, berhubung sekarang aku sedang sakau tong sampah, maka ijinkan aku menyabotase kemesraan kalian. Dan akan kulakukan sekarang juga!

Sahabatku,
Aku sudah cukup dengan pacarmu, maka kesinilah sebentar.
Kita lama tak bertemu, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. kamu tahu bukan, aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri, karena itu, banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu, seperti banyak hal yang ingin aku renungkan sendiri.

Sahabatku, kemarilah! Tinggalkan sebentar pacarmu itu. Mari kita membagi cerita, bertukar tawa dan sedih. Ada banyak hal yang mungkin tidak bisa kamu bagi pada pacarmu, tapi kamu bisa dengan gamblang membaginya padaku. Mumpung masih ada banyak ruang kosong di hatiku, yang sekarang masih tersia-siakan oleh seseorang. Jadi aku bisa sepenuhnya mendengarkanmu.

Sahabatku, dengarkanlah aku. Malam kemarin, aku sedang merenung ketika tiba-tiba sebuah telpon masuk. Seorang teman lama yang terlupakan karena egoisitasnya. Dia langsung bertanya tanpa basa-basi, tentang apakah di tempatku menerima karyawan baru. Oh, kamu tahu apa yang aku katakana untuk menjawabnya, aku langsung mengatakan TIDAK!

Oh, aku benci pada seseorang yang seperti itu. Dia, hanya mengaku sebagai teman saat dia butuh, sama seperti dulu-dulu. Sejenak aku merindukan sosok sepertimu, namun aku tidak enak kalau harus langsung menutup telpon. Aku layani ia mengobrol, dengan sedikit basa-basi basi. Sampai akhirnya mungkin ia sadar, dan menutup telpon dengan pesan “kalau ada info, kasih tahu aku ya!” Ih, menyebalkan! Maka aku langsung melupakannya, melupakan teman yang lama dan terlupakan itu. Aku lebih menyukai orang sepertimu.

Sahabatku, kamu tahu apa yang membuat kita dekat? Kurasa aku tahu, kita saling memberi, memberi waktu dan ruang, memberi kesempatan dan feedback yang baik untuk masing-masing. Setelahnya kita saling menerima, dihargai dan kadang-kadang, menerima saran-saran.

Kala aku sedang gundah, entah kenapa dirimu selalu menjadi setitik embun. Aku suka embun, karena itu aku menyebutmu embun. Engkau selalu tahu apa yang aku butuhkan dalam gundah, sebuah dorongan, sebuah pembelaan, terserah apakah aku memang benar atau salah. Kamu selalu bisa memberikannya, dan lalu mengkoreksinya ketika perasaanku sudah membaik. Jadi, bercerita kepadamu, itu sama artinya dengan mengadu tanpa sedikitpun diadili.

Kamu ingat saat seseorang memakiku? Aku bersyukur karena kamu ada disampingku. Kamu bersedia menambah dosa hanya karena tidak tahan melihatku dicaci, kamu memakinya balik, melemparkan sesuatu yang seperti kutukan hingga akhirnya orang itu melarikan diri dengan segudang kemarahan. Setelahnya, kita berdua tertawa, lega sekaligus tak habis pikir, kenapa ada orang seperti itu.
Dan sewaktu kamu pindahan, sesaat setelah kembali pulang dan menemukan kamarmu diisi orang lain,

Sahabatku, aku selalu tidak sabar menunggu kedatanganmu. Aku berusaha memberi waktu lowong untukmu, menyediakannya dan akhirnya mengisinya dengan obrolan panjang sampai lewat tengah malam. Haha… aku ingat terakhir kali kamu menginap, kita bahkan sampai membuat aturan, siapa yang berbicara setelahnya akan kena cubit. Yah, walaupun awal-awalnya malah terjadi saling cubit karena masing-masing tetap bicara, cara itu manjur. Kita bisa tidur dan terbangun pagi-pagi karena kamu harus bergegas mengejar jam kerja. Dan sejam setelahnya, smsmu kuterima, dengan ucapan terimakasih atas bagian ranjangku yang selalu lowong untukmu. Adakah yang lebih membahagiakanku selain itu?

Dengan segala kekuranganku, aku ingin menjadi seseorang berarti bagi orang walaupun hanya bisa sebatas pendengar. aku ingin membuatmu tersenyum, dalam keadaan senang atau susah. Aku ingin menjadi seseorang yang seperti itu, bagimu.

Nah, sahabatku, datanglah segera. Aku menunggumu, dengan sejuta kasih dan cerita. Kita berbagi seperti dulu lagi, dan setelahnya, kamu bisa kembali kepada kekasihmu.


About