Sabtu, 04 April 2009

Kepala Batu

Hepi birthday buat Memi, wish you all the best ^ ^


Lilin yang indah masih menggoyangkan nyalanya di tengah meja. Cahayanya yang redup, memberi binar ceria di kedua pasang mata yang sedang menghadapnya, mungkin hanya efek cahaya dalam kegelapan dan sebenarnya kedua pasang mata itu sekarang justru sedang tengah sengit.

Kedua pasang mata itu mengedip, hampir bersamaan. Pemiliknya sama-sama cemberut, sama-sama sebal dan dongkol. Ah, begitulah mereka selalu, masalah kecil jadi besar, masalah besar semakin besar.

"Kenapa sih kamu keras kepala sekali?" tanya sang lelaki.

Wanitanya menoleh dengan mata menyipit. "Keras kepala bagaimana, bukannya kamu sendiri juga keras kepala!"

"kamu yang egois, sukanya menang sendiri. Bukannya aku sudah bilang kalau sebaiknya kita bicarakan dulu masalahnya, jangan asal ambil keputusan sendiri. Mau nonton kan kita berdua, jangan asal kamu suka sendiri terus beli tiket yang kamu suka!"

wanita di depannya membelalak. "Oh, jadi urusan tiket juga jadi masalah. memang kenapa sih sesekali nurutin permintaanku?"

"Bukan sesekali, MI! tapi seringkali!"

Wanita itu marah. "Okeh, kita tidak usah ketemu lagi. Ga usah komunikasi, ga usah telpon-telponan. toh juga kita sudah lama putus, tidak mungkin kita bisa bersahabat seperti yang kita sepakati dulu. Pokoknya jangan hubungi aku lagi!"

wanita itu lalu pergi.
*****

Malam datang, dan entah kenapa selalu identik dengan sepi. Mungkin iya, kegelapan memang lambang sunyi, sebuah suasana tanpa warna lain. walau ada suara televisi dari luar kamar, suara derung kendaraan di luar, ataupun sesekali pekikan tertawa dari rumah sebelah. Ah, malam belum larut memang, masih jam tujuh, tapi entah kenapa bagi wanita itu rasanya sudah sangat malam.

Ia baringan di kasur, sambil memandangi layar ponselnya. Sebuah pesan sudah terketik sejak seminggu ini di layar LCDnya, tapi entah kenapa selalu tidak pernah terkirim. Ataupun sebuah panggilan, ia sering membuat sebuah panggilan yang selalu ia putus sebelum tersambung.

Lama lama ia kesal sendiri. Uhh... kenapa dia tidak bisa mengendalikan diri ya. kenapa dia harus resah begini, kenapa ia gelisah. dan kenapa ia menunggu begini.

wanita itu berguling di ranjang, mendekat ke arah meja sebelah ranjang. sebuah pigura membingkai dua senyum lebar. wanita itu tersenyum, kepalanya dengan rasa senang mengingat kembali kenangan saat poto itu dibuat. Saat mereka baru jadian seminggu, jalan-jalan di Ancol dan ahh... wanita itu terus senyum-senyum sendiri merunut kenangan-kenangannya dengan pemilik senyum di pigura, sebelah senyumnya sendiri.

Mereka putus nyambung terus, bahkan sampai tak terhitung berapa kali jumlahnya dalam setahun ini. Yah, mungkin memang mereka sama-sama kepala batu, tapi justru kepala batu itu yang juga membuat acara baikan mereka jadi semakin lucu. Membicarakan tentang kebandelan masing-masing sambil menimati secangkir teh atau kopi, lalu sama-sama saling minta maaf. Ah... mengingatnya wanita itu benar-benar bahagia, tapi...

di saat yang bersamaan dia sedih. ia kehilangan moment itu. seminggu mereka tidak salah menyapa, tidak bertemu, tidak saling bicara. Lelakinya benar-benar tidak menghubunginya, padahal wanita itu benar-benar kangen. Tapi kepalanya memang batu sih, dia tidak akan mau menjilat ludahnya sendiri. Masak dia yang pertama menghubungi, padahal kan dia yang memustuskan.

tok tok tok....
pintu di ketuk, dan tak lama kepala ayah menyembul dari baliknya.
"Dicari, tuh di depan!"

angan wanita itu melambung, semoga lelakinya.
Tanpa banyak bicara, wanita itu langsung keluar, dan yah, harapannya tidak jauh melenceng. lelakinya memang duduk di teras, dengan senyum kikuk dan cengiran innoncentnya.

bahagiakah wanita itu?
Yah, tentu saja. tetapi... ah, gengsi mengakui kalau dia senang dengan kehadiran sosok itu di teras. maka wanita itu memasang wajah masam, dengan lirikan menyepelekan.

"kenapa kesini?"

lelakinya nyengir. "Yah, aku minta maaf."

"Ga guna!"

"Jangan gitu, dong!"

"Lha, terus gimana?"

"Senyum!"

"kenapa harus senyum?"

"Pacar datang diapain coba? masak dijutekin?!"

Kata polos lelaki itu membuat hatinya sungguh bergetar. wanita itu diam sejenak, dengan mimik setengah-setengah. hatinya tergelitik, apalagi sebentarnya lelaki itu menaikan alisnya, menggodanya. lalu apakah ia masih bisa memakai topeng kamuflasenya untuk waktu yang lebih lama?

Ah, ternyata hati lebih menguasai dari sebuah keangkuhan. wanita itu akhirnya tersenyum, dan mereka... yah seperti biasa, baikan lagi. dan kenangan kembali terulang di sebuah warung bubur kacang ijo dekat rumah sang wanita (maklum, ayahnya ga akan ngasi mereka pergi jauh :P)

"Yah, waktu kamu marah maren itu, jelek sekali tau!" canda sang lelaki.

"Yah, kamu juga jelek. Diam saja saat kau pergi."

"Lha, wong kamu yang mau pergi, masak aku cegah!"

"Yah, kan kita masih berantem waktu itu. setidaknya ya, kamu cegah dong, kan begitu harusnya orang berantem." kata sang wanita sambil nada dongkol.

"yah, tapi kan kalau aku cegah, kamu ga bakalan mau berhenti."

"Lha, kamu ga mua nyoba!"

sang wanita mulai kesal. "bagaimana nyoba, kamu sudah kabur duluan!"

"Itu karena kamu ga nyoba! coba kalau kamu kejar aku, kejadiannya kan lain."

sang lelaki menelan ludah. "Kejadiannya lain gimana? paling sama kek waktu kita berantem di kampus. aku kejar, kamu marah-marah. kita berantem, terus seisi kampus tau. malu!"

wanitanya mendelik. "Oh, jadi kamu kapok ngejar?"

"Iya, kenapa?"

"Ya sudah, ga usah lagi datengin aku. kita pisah saja, ga usah ketemu!"

Tapi kali ini wanita itu tidak berdiri dan pergi, dia diem tanpa kata. dengan wajah cemberut, marah.

"Aku mau ganti nomer!" kata wanita itu marah, "Biar kamu tidak bisa menghubungikulagi!"

lelakinya terhenyak. "Mi, kamu jangan gituin aku dong!"

"Lalu?"

"Aku nggak bisa kalau ga ada kamu!"

"Buktinya seminggu ini bisa?"

"Yah.. " Lelakinya nyengir. "Kan, itu karena kamu sedang marah. kalau aku datengin saat kamu lagi marah, ntar berantem lagi."

"Yah..." wanitanya cemberut manja, nada suaranya mulai melembut. "Kamu datangin kapanku, kita bakal berantem lagi, kan?!"

lelakinya nyengir. "Memang kepala kita kepala batu sih, diadu selalu berbunyi. selalu berantem."

wanitanya etrsenyum sambil menyendok bubur. ting.... rupanya sendoknya bersentuhan dengan sesuatu di dasar mangkok. wanita itu mengaduk-aduk bubur, menemukan sesuatu yang berkilauan disana. sebuah cincin ternyata, nyangkut di bubur kacang ijo.

"Kok ada cincin, ya?" kata sang wanita sambil celingukan. "Mas, kok ada beginian sih?" tanyanya pada tukang bubur.

tukang bubur menjelaskan. "OH, itu dari Masnya, Mbak!"

lelakinya ngenyir. "Kamu mau gak jadi pendamping ku, melahirkan anak2 kita, dan hidup selamanya bersama ku"

wanita itu takjub. "Ini lamaran?"

"Kagak,"

"terus?

"Ajakannya saja, jawabannya beberapa tahun lagi juga ga papa."

"Kok?" wanitanya melongo.

"Yah, sekarang kita masih berantem terus. jadi kalau nikah sekarang, malah berantem lagi. jadi nikahnya taran aj, sekarang karena lagi baikan aku kasi cincinnya dulu. Tar palingan berantem lagi, lalu baikan. lalu berantem lagi. ah, capek. tar aja kalau kamu sudah berubah, baru jawab!"

Wanitanya bengong. "jadi kamu mau aku berubah?"

"Iya."

"kalau gitu kamu ga mau menerima aku apa adanya namanya!"

"Lha, siapa bilang ga mau. buktinya selama ini aku tetap sama kamu!"

"Iyak, karena kamu butuh aku."

"Gak, aku ga butuh orang kepala batu!"

wanitanya berdiri. "Kamu juga kepala batu!"

lelakinya ikut berdiri. "Kamu yang lebih batu!"

keduanya bersitegang, tinggal mas tukang bubur yang bengong. "Mbak, Mas. jadi ga sih nikahnya?"

Hadiah buat Memi, setelah mengobrak-abrik arsip ym dan ingatan ^ ^

15 komentar:

  1. kayaknya..... sama-sama egois deh,,,,
    sama-sama keras kepala sich,,,,
    coba klu diadu kepala sama kepala..??
    hihih,,,,

    BalasHapus
  2. pertamax...
    cerpennya bagus, lucu, menarik ditunggu cerpen selanjutnya. salam kenal

    BalasHapus
  3. Makaaaaaasiiii yaa mocca chi muuuuuaaaaaah
    Hadiah terindah di hari ulang tahun ku

    BalasHapus
  4. cieee....cie....so sweet....keras kepala tapi akhirnya rukun lagi. jadi inget masa lalu nih. he he he....

    BalasHapus
  5. jadi ga nikahnya?

    eh ini cerpen ato hepi b'day?

    BalasHapus
  6. hmmm....aku juga mau buat cerpen, tapi belum buat hahahaha *ga penting dot com* cerpenmu...hmmmm.....

    lumayan hehehe.
    cuma...kurang menggigit kali ye? ga taw deng. saya pan bukan ahli heheheh

    BalasHapus
  7. Selamat Ulang tahun Mba Memiii
    May God blessed you n joy

    BalasHapus
  8. heuheuheu jadi malu sendiri kalau baca cerita kayak begini, tanya kenapa ?

    mbok, kalau memi itu beneran kan ? met ultah deh buat Memi :)

    BalasHapus
  9. bukankah si wanita itu adalah mocca_chi?

    salam kenal yaaa...and make link tuker yuk yak yuuuukkk

    BalasHapus
  10. seneng aku bacanya... jujur

    cuman binun alurnya kok mengarah pada deskripsi keberpihakkan penulis ya... xixixixiix

    tapi aman2 aja kok sikap penulsi dengan 'anaknya' sah2 aja sih..

    sip mbak!

    BalasHapus
  11. panjang teunan! komeng dulu ah.. besok aja bacanya.. dah jam cepuluh,, mau bobo dulu.. hihi *cupz*

    BalasHapus
  12. hohoho...ngikut nimbrung...btw bikinin saia cerpen donk yang tokohnya zujoe hohoho...numpang beken gituh...

    BalasHapus
  13. wuo, cerita yg seru dan kerennnn..... aq mau belajar niy dari mbak mocca_chi.....

    endingnya bener2 seru, aq suka ending yg kayak gini nih, hehehehehe

    BalasHapus

About