Tumben, tergerak hati untuk membeli sebuah buku. Belakangan memang selalu ingin mampir ke toko buku, namun kadang sampai sana hanya tertegun, bingung mau ngapain. Mau beli buku, shock duluan lihat harganya.
Sebenarnya sudah lama sekali ingin membeli Gelombang, hanya saja teringat kalau akan mendapat pinjaman. Maka pilihan sampai pada novel ini. Jujur, penulisnya menjanjikan. Saya pernah baca karya Windry Rahmadhina ini yang berjudul Orange, dan teknik penulisannya keren. Begitu pula excerpt yang dipostingnya di blog, semakin saya penasaran seperti apakah kisahnya An.
dan yeah, Gagasmedia memang pintar sekali membuat tag line sebuah novel sehingga membuat penasaran. Tentang seseorang yang masih terbelenggu masa lalu. Secara umum saya suka novel ini dan tidak rugi benar membelinya. Berbeda dengan novel-novel yang hanya bagus di judul, namun secara penulisan membuat bosan di tengah-tengah, novel ini membuat saya membacanya hingga akhir secara tuntas.
Oke, kelebihan yang saya kagumi dari novel ini adalah penokohannya yang benar-benar nyata. Karakter An dan Ju, ah, saya menyukainya. Banyak kejutan yang datang dari dialog-dialog mereka, yang mencerminkan kedalaman pengenalan si penulis terhadap tokoh rekaannya. Keduanya serasa hidup dan menjadi daya tarik tersendiri dari kisah ini.
Teknik penulisannya, banyak ditemukan kosakata baru dan menginspirasi. Selain itu ada pula kata ganti yang khas yang diulang-ulang. Salah satunya adalah kata ganti orang ketiga berupa 'lawan bicaranya'. Kosakata ini juga banyak digunakan di excerpt novel penulis yang lain (ketahuan selama ini cuman mengintai blognya, enggak mampu beli bukunya hahahhaha). Mungkin karena belum terbiasa ya, jadi agak mengganjal saat bacanya.
Dari Novel ini saya belajar satu hal, tidak harus membuat konflik yang pelik untuk sebuah keindahan, cukup menghadirkan suasana yang benar-benar nyata. Saya yakin, jika toko kue Afternoon Tea itu benar-benar ada di Bintaro, maka sekarang akan jadi ramai. Publisitas gratis dari novel ini mampu menghadirkan rasa penasaran tersendiri.
Teknik penuturannya yang mengeluarkan misteri sedikit demi sedikit tentang Arlet, membuat pembaca ketagihan. Walau konfliknya sederhana, keseharian banget, namun penyampaiannya tepat mampu membuat pembaca ingin terus baca dan baca.
Tetapi yang membuat saya agak terganggu adalah tokoh si Gadis Pembawa Hujan yang hmm.. terlalu imajinatif banget. Kok kesannya dipaksakan ada agar mampu menyelesaikan konflik batinnya An. Walau konsep yang diusung 'hujan lokal yang sendu' benar-benar mampu jadi magnet bagi buku ini.
Ah, hanya itu yang bisa diulas. Maklum, ilmu reviewnya masih cetek. Baru hanya bisa menyentuh permukaannya saja.
Secara umum, buku ini saya katakan Bagus.
Sebenarnya sudah lama sekali ingin membeli Gelombang, hanya saja teringat kalau akan mendapat pinjaman. Maka pilihan sampai pada novel ini. Jujur, penulisnya menjanjikan. Saya pernah baca karya Windry Rahmadhina ini yang berjudul Orange, dan teknik penulisannya keren. Begitu pula excerpt yang dipostingnya di blog, semakin saya penasaran seperti apakah kisahnya An.
dan yeah, Gagasmedia memang pintar sekali membuat tag line sebuah novel sehingga membuat penasaran. Tentang seseorang yang masih terbelenggu masa lalu. Secara umum saya suka novel ini dan tidak rugi benar membelinya. Berbeda dengan novel-novel yang hanya bagus di judul, namun secara penulisan membuat bosan di tengah-tengah, novel ini membuat saya membacanya hingga akhir secara tuntas.
Oke, kelebihan yang saya kagumi dari novel ini adalah penokohannya yang benar-benar nyata. Karakter An dan Ju, ah, saya menyukainya. Banyak kejutan yang datang dari dialog-dialog mereka, yang mencerminkan kedalaman pengenalan si penulis terhadap tokoh rekaannya. Keduanya serasa hidup dan menjadi daya tarik tersendiri dari kisah ini.
Teknik penulisannya, banyak ditemukan kosakata baru dan menginspirasi. Selain itu ada pula kata ganti yang khas yang diulang-ulang. Salah satunya adalah kata ganti orang ketiga berupa 'lawan bicaranya'. Kosakata ini juga banyak digunakan di excerpt novel penulis yang lain (ketahuan selama ini cuman mengintai blognya, enggak mampu beli bukunya hahahhaha). Mungkin karena belum terbiasa ya, jadi agak mengganjal saat bacanya.
Dari Novel ini saya belajar satu hal, tidak harus membuat konflik yang pelik untuk sebuah keindahan, cukup menghadirkan suasana yang benar-benar nyata. Saya yakin, jika toko kue Afternoon Tea itu benar-benar ada di Bintaro, maka sekarang akan jadi ramai. Publisitas gratis dari novel ini mampu menghadirkan rasa penasaran tersendiri.
Teknik penuturannya yang mengeluarkan misteri sedikit demi sedikit tentang Arlet, membuat pembaca ketagihan. Walau konfliknya sederhana, keseharian banget, namun penyampaiannya tepat mampu membuat pembaca ingin terus baca dan baca.
Tetapi yang membuat saya agak terganggu adalah tokoh si Gadis Pembawa Hujan yang hmm.. terlalu imajinatif banget. Kok kesannya dipaksakan ada agar mampu menyelesaikan konflik batinnya An. Walau konsep yang diusung 'hujan lokal yang sendu' benar-benar mampu jadi magnet bagi buku ini.
Ah, hanya itu yang bisa diulas. Maklum, ilmu reviewnya masih cetek. Baru hanya bisa menyentuh permukaannya saja.
Secara umum, buku ini saya katakan Bagus.